Soloraya
Rabu, 8 Desember 2021 - 21:52 WIB

PDAM Se-Indonesia Diminta Kurangi Penggunaan Air Tanah, Ini Alasannya

Mariyana Ricky P.d  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi dropping air bersih (Solopos-Whisnupaksa Kridhangkara)

Solopos.com, SOLO — Perusahaan daerah air minum atau PDAM se-Indonesia diminta mengurangi air tanah sebagai sumber air baku untuk kebutuhan masyarakat. Hal itu mendesak dilakukan karena pemanfaatan air tanah terus menerus bakal berdampak pada kerusakan lingkungan.

Dirjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Diana Kusumastuti, menyampaikan hal tersebut saat wawancara dengan wartawan seusai menjadi pembicara dalam Musyawarah Antar-Air Minum Nasional (Mapamnas) ke-15 Persatuan Perusahaan Air Minum Seluruh Indonesia (Perpamsi) di The Sunan Hotel Solo, Rabu (8/12/2021) siang.

Advertisement

Ia mengatakan dampak penggunaan air tanah secara terus menerus pada kerusakan lingkungan sudah terjadi di Jakarta berupa penurunan permukaan tanah. Diana juga meminta PDAM mengelola air baku secara profesional, mengurangi kebocoran, termasuk dalam pengelolaan finansial agar dapat membantu pemerintah daerah bukan sebaliknya.

“Kalau penggunaan air tanah terus dilakukan maka muka air tanah akan mengkhawatirkan seperti Jakarta. Penggunaan air tanah kalau bisa dihindarkan dan digantikan dengan perpipaan,” katanya.

Advertisement

“Kalau penggunaan air tanah terus dilakukan maka muka air tanah akan mengkhawatirkan seperti Jakarta. Penggunaan air tanah kalau bisa dihindarkan dan digantikan dengan perpipaan,” katanya.

Baca Juga: Ditata Tahun Depan, Gibran: Ngarsopuro Solo Tak akan Tiru Malioboro

Pengamanan air minum, sambung Diana, dimulai dari hulu atau sumber air baku. Perlu adanya langkah pencegahan atau perlindungan terhadap sumber air baku.

Advertisement

Guna melindungi sumber air baku dari pencemaran air limbah domestik, diperlukan sistem pengelolaan air limbah domestik (SPALD). Penyelenggaraan SPALD tidak dapat dilepaskan dari Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM).

Untuk itu penyelenggara SPAM dan SPALD dapat berada dalam satu lembaga penyelenggara dalam hal ini PDAM, seperti yang telah diterapkan di antaranya oleh PDAM Kota Solo, PDAM Kota Bandung, dan PDAM Tirtanadi.

Baca Juga: Bakul Pasar Legi Solo Ramai-Ramai Nyumbang Korban Bencana Erupsi Semeru

Advertisement

“Masalah pengelolaan SPAM, tingkat air tak berekening [NRW] menjadi salah satu permasalahan krusial yang dihadapi penyelenggara SPAM. Rata-rata tingkat NRW pada penyelenggara SPAM di Indonesia sebesar 32,67% berdasarkan Buku Kinerja BUMD Air Minum 2020,” tuturnya.

Untuk mengurangi tingkat NRW pada penyelenggaraan SPAM, diperlukan penerapan sistem zoning di seluruh jaringan distribusi, pencatatan, dan identifikasi NRW di setiap zona. Juga membuat rekomendasi penanggulangan penyebab NRW baik fisik maupun nonfisik.

Dana Pemeliharaan

“Langkah-langkah pengurangan tingkat NRW akan sulit dilaksanakan jika penyelenggara SPAM [PDAM] belum memiliki perencanaan penurunan NRW, belum menyediakan dana pemeliharaan yang mencukupi, serta belum menerapkan tarif full cost recovery atau biaya pemulihan penuh,” jelas Diana.

Advertisement

Baca Juga: Walah, Baru 42% Pekerja di Solo Terdaftar BPJS Ketenagakerjaan

Ketua Umum Perpamsi 2007-2021, Rudie Kusmayadi, menjelaskan tema yang diambil dalam musyawarah tahun ini adalah dampak perubahan iklim, di mana indikatornya adalah air baku. “Di mana-mana semakin ke sini bukan semakin baik, tetapi dari sisi kualitas kurang bagus,” tutupnya.

Kualitas dimaksud, lanjut Rudie, yakni tingkat kekeruhan air baku yang akan digunakan untuk kebutuhan masyarakat. Kekeruhan ini dampaknya pada keperluan bahan pengolahan kimia.

“Lalu, kondisi cuaca yang semakin tidak jelas. Banyak di daerah yang memiliki banyak air tapi tidak bisa dipakai. Saat kemarau air bisa dipakai tapi kurang. Kemudian, ketika hujan, air banyak tapi kualitas jelek,” ujarnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif