SOLOPOS.COM - Semardi, 55, menghaluskan balok kayu jati untuk dirangkai menjadi kursi di Dukuh Tegalsari RT 006/RW 001, Desa Karangjati, Kecamatan Krikilan, Sragen, Sabtu (8/11/2021). (Solopos.com/Wahyu Prakoso)

Solopos.com, SRAGEN — Sawah di Kecamatan Kalijambe, Sragen, mayoritas tadah hujan turut. Hasil panennya pun tiap tahun tak maksimal. Kondisi ini lantas mendorong warga bekerja pada industri pengolahan kayu.

Di sini, industri mebel dan kerajinan sempat berjaya dengan memenuhi permintaan ekspor periode 1999 sampai 2008. Setelah terpuruk cukup lama, Kalijambe ingin mengulangi kejayaan masa lalunya sebagai pengekspor mebel.

Promosi Jaga Jaringan, Telkom Punya Squad Khusus dan Tools Jenius

“Alasannya juga mungkin lahan di sini merupakan sawah tadah hujan meskipun sekarang sudah ada yang panen sepanjang tahun dengan adanya sumur dalam,” kata Kepala Desa Banaran, Joko Rahayu, dia kepada Solopos.com, Senin (8/11/2021).

Berdasarkan buku Kecamatan dalam Angka Kalijambe 2021 yang dirilis Badan Pusat Statistik Kabupaten Sragen, total luas lahan sawah di Kalijambe 1.960 hektare atau 41,74%. Luas lahan sawah irigasi teknis 791 hektare dan luas sawah tadah hujan 1.169 hektare. Artinya mayoritas sawah merupakan lahan tadah hujan. Di sisi lain, jumlah industri barang dari kayu di Kecamatan Kalijambe ada 1.750 industri.

Baca Juga: Keranjang Endong Buatan Sumberlawang ini Tembus Pasar Korut & Singapura

Penelitian Industri Kecil mebel di Sragen pada 1985-2005 oleh Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret 2014 yang disusun Wijono Ardianto menjelaskan industri kecil mebel mulanya merupakan pekerjaan sambilan para petani di Desa Samberempe, Kecamatan Kalijambe.

Pelaku usaha kecil mulai merintis usahanya di rumah sendiri. Sebelumnya, mereka merupakan buruh mebel di luar Desa Samberempe yang memutuskan berdikari sendiri dengan keahlian yang telah dimiliki pada 1985-1991.

Dapat Angin

Joko menjelaskan perajin mebel Kalijambe mulai mendapat angin setelah sejumlah pengusaha mebel memasarkan produknya ke luar negeri. Salah satu pengusaha mebel berorientasi ekspor saat itu adalah Joko Widodo (Jokowi). Dari situ, penguasa mebel Solo membutuhkan pasokan mebel dari perajin Kalijambe.

Jumlah perajin di Kalijambe terbanyak dari enam desa yaitu, Banaran, Jetis Karangpung, Karangjati, Tegalombo, dan Kalimacan. Nilai tukas dolar yang kuat terhadap rupiah pada periode 1999 sampai 2008 menguntungkan bagi pelaku ekspor. Ini menjadikan 70% pelaku industri mebel di Kalijambe fokus pada pasar luar negeri.

Baca Juga: Selain Keranjang Mendong, Tugimin Juga Punya 24 Produk Lain

“Tetapi sekarang karena semakin berkurangnya permintaan ekspor maka beralih ke pasar lokal. Bahkan yang garap eksportir bisa dihitung jari,” kata Joko yang juga sebagai Ketua Koperasi Tunas Sukowati Jaya Kabupaten Sragen.

Menurut dia, usaha mebel yang dikelola dengan profesional dinilai punya prospek cerah. Hanya para perajin sulit berkembang karena hanya bermodal tenaga saja. Hasil penjualan hanya bisa mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari.

“Kami lihat pengepul atau juragan justru kaya raya karena mebel ini ketika menjadi barang punya keistimewaan tidak ada harga pasaran. Misalkan bahan bangunan ada harga standar, tetapi mebel tidak. Harga kursi Rp300.000 bisa laku Rp1 juta tinggal kesepakatan antara pembeli dan pedagang. Sehingga yang kaya pedagang-pedagang itu,” katanya.

Factory Sharing

Joko mengatakan anak-anak muda di Kalijambe mayoritas beralih ke industri konveksi yang proses produksinya lebih cepat dibandingkan industri mebel. Namun ada sebagian kecil anak muda yang masih tertarik menekuni industri mebel.

Baca Juga: Honda Revo Hantam Beat di Sambirejo Sragen, 1 Meninggal 2 Luka-Luka

“Kami optimis factory sharing menjawab tantangan para perajin yang bisa memperpendek waktu produksi dan mengurangi biaya tenaga kerja. Mudah-mudahan factory sharing yang akan dikelola menjawab keinginan warga mengembangkan mebel lagi,” ungkapnya.

Seperti diketahui, Kementerian Koperasi Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dan Pemerintah Kabupaten Sragen berencana membangun factory sharing atau rumah produksi bersama di Kecamatan Kalijambe. Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki datang melihat lokasi lahan yang disediakan Pemkab akhir September lalu.

Adapun salah satu perajin yang membuka usaha dari pengalaman bekerja pada industri mebel adalah Sumardi, 55. Kini usahanya, Muncul Jati, dijalankan oleh anaknya, Mochamad Apriyanto, 25, setahun terakhir.

Riyan, sapaan akrab Mochamad Apriyanto, lebih berminat melanjutkan usaha bapaknya ketimbang jadi pekerja di perusahaan. Maklum, alumni Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo ini sejak SMP sudah diajari bapaknya mengampelas dan memotong kayu.

Baca Juga: Ini Identitas Korban Meninggal dan Luka dalam Adu Banteng Revo vs Beat

“Setahun ini berat ya langsung menangani keuangan dan menghadapi komplain buyer. Ada komplain benar-benar dibalikin. Satu tahun ini menjadi tahapan belajar mengelola usaha,” paparnya.

Riyan menjelaskan memiliki 11 pekerja harian yang membantunya mengolah kayu dan memenuhi target. Tujuh orang di antaranya merupakan lulusan baru dari SMK setempat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya