SOLOPOS.COM - Ilustrasi Gapura Sukoharjo (Dok/JIBI/SOLOPOS)

Ilustrasi Gapura Sukoharjo (Dok/JIBI/SOLOPOS)

SUKOHARJO–Belum selesainya pembangunan Pasar Ir Soekarno menjadikan sejumlah pedagang di pasar tersebut harus putar otak. Pasalnya selama berjualan di pasar darurat, para pedagang sulit untuk mengeruk keuntungan.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Kondisi pasar darurat yang sepi pengunjung membuat sejumlah pedagang lebih memilih tidak berjualan. Akibatnya, ratusan kios di pasar darurat dibiarkan kosong melompong tanpa dipakai. Kondisi tersebut terutama sangat terlihat di pasar darurat sebelah timur.

Mayoritas kios yang terbuat dari seng di pasar darurat sebelah timur, ditinggalkan oleh pemiliknya. Pintu kios digembok. Para pedagang sengaja membiarkan kiosnya mangkrak.

Salah satu pedagang peralatan dapur, Wiwik, saat ditemui Espos di pasar darurat, Jumat (22/2), mengaku selama sebulan hanya mendapatkan pemasukan sekitar Rp200.000 per bulan. Padahal sebelum pindah ke pasar darurat, dia bisa mengantongi Rp1,5 juta per bulan.

Wiwik bercerita, dulu dia adalah penjual bumbu dapur. Sebulan di pasar darurat, bumbu yang dijualnya tidak laku. Padahal dia memiliki berkuintal-kuintal bahan bumbu dapur yang diambilnya dari Pasar Klewer, Solo. “Banyak yang dimakan tikus. Akhirnya saya buang,” ungkapnya.

Ia pun kemudian beralih berjualan peralatan masak bersama dengan suaminya. “Alat masak kan awet, tidak busuk,” ungkapnya. Pengasilan dari berjualan alat dapur pun tak seberapa. Dalam sepekan dia pernah hanya menerima hasil Rp32.500. Lokasi kios yang jauh dari jalan masuk pasar, pasalnya, membuat kios di sebelah timur pasar darurat sepi pengunjung.

Beda halnya dengan yang dilakukan oleh Sumiyati, pedagang lain. Agar dagangannya laku, dia membiarkan pedagang lain di pasar darurat mengambil baju yang dijualnya. “Bayarnya dikredit. Sehari Rp5.000,” ujar Sumiyati.

Sumiyati pun melakukan hal yang sama. Ia membeli dagangan dari pedagang lain dan pembayarannya dilakukan secara dicicil per hari Rp3.000. Sumiyati mengatakan, sebelum pindah ke pasar darurat, dia bisa mengantongi uang tak kurang dari Rp500.000 per hari. Namun karena sepinya pembeli, dagangannya hanya jadi pajangan di kios. “Orang-orang memilih beli baju di dekat jalan,” paparnya.

Sementara itu, Lurah Pasar Ir Soekarno, Tri Sukrisno, mengatakan pihaknya tak bisa berbuat banyak untuk menanggulangi keluhan pedagang. Terlebih lagi saat ini para pedagang meminta penarikan retribusi pasar dihentikan. “Banyaknya kios di pasar darurat yang tutup dan penolakan pembayaran retribusi dari para pedagang, kami kesulitan untuk mencapai target pendapatan. Tapi kami tetap akan keliling ke kios dan los pasar untuk menarik retribusi,” terang Tri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya