Klaten (Solopos.com)–Pemberian jaminan hidup (Jadup) dan biaya listrik bagi korban erupsi merapi dihentikan.
Keputusan tersebut berdasarkan surat Gubernur Jateng nomor 360/08934 tertanggal 14 November 2011 yang ditandatangani Sekda Provinsi Jateng yang diterima Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Klaten, Rabu (16/11/2011).
Dalam surat tersebut tercantum bahwa berdasarkan surat Kemensos RI uang lauk pauk tidak dapat diberikan lantaran bantuan hanya diberikan bagi warga di pengungsian dan dalam masa tanggap darurat.
Dalam surat tersebut tercantum bahwa berdasarkan surat Kemensos RI uang lauk pauk tidak dapat diberikan lantaran bantuan hanya diberikan bagi warga di pengungsian dan dalam masa tanggap darurat.
Sekretaris BPBD Klaten, Joko Rukminto, kepada wartawan, Kamis (17/11/2011) di ruang kerjanya menuturkan Jadup untuk periode Oktober-November tidak dapat diberikan kepada warga Desa Balerante, Kecamatan Kemalang, Klaten, lantaran secara resmi sudah meninggalkan hunian sementara (Huntara) yang berlokasi di lapangan Bumi Perkemahan, Desa Kepurun, Kecamatan Manisrenggo, Klaten.
“Jadup kali terakhir diberikan untuk periode Juli-September pada awal November lalu,” papar Joko.
Sementara itu, terkait pemanfaatan material Huntara untuk membangun kembali rumah warga Desa Balerante yang berada di kawasan rawan bencana (KRB) atau Area Terdampak Langsung (ATL) 1, Joko menuturkan belum ada keputusan.
“Pemprov masih menunggu keputusan dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB). Karena material milik BNPB,” jelasnya.
Di sisi lain, Kadus I Balerante, Jainu, menyampaikan warga tidak mempermasalahkan dihentikannya Jadup tersebut. “Kami berharap material Huntara bisa digunakan oleh warga untuk kembali membangun rumahnya,” katanya.
Sebelumnya, pemerintah desa (Pemdes) Desa Balerante secara resmi mengirimkan surat kr BPBD Provinsi Jateng pada 26 September lalu. Surat yang ditandatangi Kades Balerante, Sukono, itu berisi terkait alasan warga mengembalikan Huntara lantaran kurang nyaman tinggal di tempat tersebut.
Warga lereng Merapi memilih membangun kembali rumah mereka yang tersapu awan panas agar lebih dekat dengan lahan pertanian dan peternakan milik mereka. Sementara itu, beberapa warga telah membangun rumah mereka dengan dana secara individu maupun bantuan dari pihak swasta.
(m103)