Soloraya
Senin, 20 Maret 2023 - 10:26 WIB

Pemdes Blangu Sragen Beri Modal Kambing & Latih Komputer Para Lulusan SD

Tri Rahayu  /  Kaled Hasby Ashshidiqy  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Seorang warga kurang mampu di Dukuh Siwalan, Desa Blangu, Kecamatan Gesi, Sragen, Jiman, 47, tinggal bersama ibunya yang sakit di rumahnya, Rabu (15/3/2023). (Solopos.com/Tri Rahayu)

Solopos.com, SRAGEN — Bicara kemiskinan menjadi hal yang sensitif bagi Kepala Desa Blangu, Gesi, Sragen, Danang Wijaya. Pasalnya,  hampir di setiap rukun tetangga (RT) di desanya ada keluarga yang masuk kategori kurang mampu.

Advertisement

Danang tak tinggal diam dengan banyaknya keluarga miskin itu. Dia memiliki program penanggulangan kemiskinan lewat program gaduh kambing bagi siswa SMP dan melatih lulusan SD bisa mengoperasikan komputer, setidaknya paham  Windows Office.

Berdasarkan data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) yang dikeluarkan Badan Perencanaan Pembangunan Riset dan Inovasi Daerah (Bapperida) Sragen, jumlah warga miskin di Blangu pada 2017 seanyak 1.286 orang. Data itu bertambah menjadi 1.298 orang pada 2018 dan menjadi 1.299 orang pada 2019.

Namun pada 2020, angkanya turun menjadi 1.268 orang. Pada 2021 naik lagi menjadi 1.274 orang dan akhirnya per 2022 naik cukup tajam menjadi 1.720 orang. Dari data tersebut, sebanyak 670 orang masuk dalam desil 1 data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE).

Advertisement

“Faktor yang memicu kemiskinan di Blangu itu sebenarnya karena akses transportasi dan akses ke pusat ekonomi pada saat mereka masih usia produktif yang terbatas. Warga miskin di Blangu itu rata-rata sudah mendekati lanjut usia atau lansia sehingga masuk dalam generasi baby boomer. Akses transportasi yang saya maksud contohnya adanya Jembatan Sapen itu baru dibangun pada tahun 1990-an saat warga miskin sekarang saat itu masih usia produktif,” jelas Danang saat berbincang dengan Solopos.com, Rabu (15/3/2023) siang.

Akses Baik Dorong Pertumbuhan Ekonomi

Dia mengatakan generasi setelah tahun 2000 mulai membaik secara ekonomi karena akses ke pusat ekonomi terjangkau tidak harus memutar lewat Jembatan Ganefo di Tangen. Listrik masuk ke Blangu sekitar 1993-1994. Kondisi Blangu sekarang sudah berbeda, tetapi warga miskin masih ada hingga sekarangdan  memang harus diintervensi.

“Desa sudah tidak kurang-kurang untuk intervensi, seperti lewat program posyandu, mulai dari posyandu remaja, posyandu lansia, posyandu ibu hamil, posyandu balita, sampai posbindu. Ketika ada istilah kemiskinan ekstrem itu letakknya di mana, yang ekstrem apa. Kami memiliki program desa mandiri lewat adanya gaduh kambing bagi siswa SMP sampai lulus,” jelas Danang.

Advertisement

Dia menerangkan ada 60 siswa SMP yang menggaduh kambing betina mulai berumur enam bulan sampai tiga tahun. Dia mengatakan selama tiga tahun itu harapannya kambing betina itu sudah beranak pinak sehingga bisa menjadi modal mereka untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi.

“Program itu sudah jalan selama bertahun-tahun dan efektif. Evaluasinya perlu ada lembaga khusus yang mengurusi program itu agar lebih maksimal. Misalnya ketika menghadapi kambing tidak bunting-bunting selama setahun itu bisa ada solusinya,” ujarnya.

Selain itu, Danang juga memiliki program lulusan SD mampu mengoperasikan Windows Office, minimal program MS Word dan Excell. Setelah dilatih, anak-anak itu dipinjami laptop selama sepekan untuk berlatih. Sekarang ada 20 laptop yang disiapkan untuk mereka. “Program itu mulai berjalan tahun ini,” jelasnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif