SOLOPOS.COM - Seorang petani menggunakan gas elpiji 3 kg untuk memanasi lubang tikus agar tikus di dalamnya mati saat geropyokan tikus di area persawahan Kedungupit, Sragen Kota, Sragen, Senin (14/3/2022). (Espos/Tri Rahayu)

Solopos.com, SRAGEN — Pemerintah Desa (Pemdes) Kedungupit, Kecamatan Sragen Kota, Sragen, mengalokasikan Rp180 juta atau 20% dari dana desa (DD) tahun 2022 untuk program ketahanan pangan. Salah satu penggunaan dana tersebut adalah untuk mengendalikan hama tikus yang masih merajalela.

Kepala Desa Kedungupit, Eko Hartadi, menjelaskan tahun ini pihaknya mendapat dana desa sekitar Rp900 juta. Kebijakan pemerintah desa (pemdes), 20% di antaranya digunakan untuk ketahanan pangan. Selain pengedalian hama tikus, dana ketahanan pangan juga digunakan untuk perbaikan jalan usaha tani.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Pengendalian hama tikus salah satunya dengan gropyokan massal. Metodenya dengan memanaskan lubah tikus menggunakan regulator berbahan bakar elpiji 3 kg, seperti yang dilakukan pada Senin (14/3/2022) ini di sawah setempat.

Baca Juga: Poktan Plosokerep Sragen Mulai Jalankan Program Panen 4 Kali Setahun

Pemdes Kedungupit memberikan bantuak lima unit regulator kepada enam kelompok tani. “Selain itu, kami berencana untuk pengadaan burung hantu,” jelas Hartadi, sapaan akrabnya, saat berbincang dengan Solopos.com, Senin (14/3/2022).

Dia menerangkan pengadaan burung hantu lengkap dengan rumahnya (rubuha) membutuhan dana yang tidak sedikit. Dia berencana pembuatan rubuha dilakukan secara swadaya sedangkan untuk pengadaan burung hantunya menyesuaikan ketersediaan anggaran.

Danramil Sragen Kota, Kapten (Inf) Kukuh Prihatin, yang ikut hadir dalam gropyokan menyebut ikut mengerahkan sejumlah personelnya untuk membantuk petani bergotong-royong membasmi tikus. “Personel TNI yang terlibat ada 15 orang, Polri ada 15 orang, petani dan masyarakat ada 30 orang,” ujarnya.

Baca Juga: Petani Plosokerep Sragen Gandeng Perbakin Basmi Tikus, Hasilnya Ampuh

Penyuluh Pertanian Lapangan Kedungupit, Samidi, berharap gropyokan tikus bisa dilakukan setiap pekan untuk menghambat populasi tikus. Tikus berkembang biak dengan cepat, sekali beranak bisa sampai delapan ekor. Setelah tiga bulan, anakan tikus itu sudah menjadi indukan. Dalam setahun, satu ekor tikus bisa berkembang biak menjadi 1.000 ekor.

Terkait pengadaan burung hantu, Samidi mengungkapkan perlu ada aturan desa yang melarang perburuan predator tikus itu. “Kedungpit itu dulu sudah ada burung hantu tetapi karena belum ada aturan perlindungan maka burung hantu itu banyak yang ditembaki,” jelasnya.

Petani juga perlu membuat rubuha yang nyaman buat burung hantu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya