SOLOPOS.COM - Ilustrasi pernikahan dini (JIBI/Solopos/Antara-blogammar.com)

Solopos.com, BOYOLALI – Pernikahan dini bisa memberikan dampak multidimensi bagi kehidupan rumah tangga. Kepala Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Boyolali, Ratri Surviva Lina, mengatakan pernikahan dini bisa memicu kasus stunting dan KDRT.

“Saya ada contoh kasus, ternyata setelah kami telusur itu [anak stunting] dilahirkan dari ibu yang umurnya 14 tahun. Pastinya pernikahannya juga masih pernikahan di bawah umur,” ucap dia saat peluncuran Gong Ceting di Omah Brem Resto & Cafe, Dusun Kebonso Kalurahan Pulisen, Boyolali, pada Kamis (27/10/2022).

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Kasus semacam itu, kata Lina, menunjukkan jika pasangan itu kemungkinan belum menikah secara resmi sesuai aturan pemerintah. Lantaran masih remaja, besar kemungkinan mereka belum memiliki penghasilan tetap untuk bekal membina rumah tangga. “Karena pendidikan ibu yang kurang, dengan usia anak yang baru 1,5 tahun, dia sekarang hamil lagi anak yang kedua,” ucap dia.

Dengan umur 14 tahun, imbuh Lina, dia ternyata juga tidak tahu kalau saat ini harus ikut ber-KB, merencanakan keluarga. “Ternyata di lingkungan kita, seperti mereka [belum paham pendidikan berkeluarga] jumlahnya masih banyak,” ucap dia.

Oleh karena itu, Lina berpesan bagi anak-anak baik SD SMP maupun SMA di Kabupaten Boyolali selalu menjaga pergaulan dan terus melakukan kegiatan yang positif. “Jauhi yang namanya informasi terkait video porno, narkoba, merokok, karena itu akan menjerumuskan kalian. Banyak juga kasus terjadi karena ketidaktahuan, akhirnya mereka ikut-ikutan teman, akhirnya terjerumus ke hal-hal yang negatif,” ucap dia.

Baca Juga: Turunkan Angka Stunting, Program Gong Ceting Diluncurkan di Boyolali

Lina berharap anak-anak di Boyolali menjadi pribadi yang berintegritas dan bisa mengatakan tidak pada hal-hal yang negatif. Lebih lanjut, Lina menilai pasangan yang menikah dini pada dasarnya belum siap untuk membina rumah tangga.

“Maka model untuk menjalankan fungsi-fungsi keluarga itu masih kurang, dari sisi sosial, agama, ekonomi, dan ketahanan terhadap lingkungan, pendidikan, dan lain sebagainya kurang,” ucap dia.

Karena model atau desainnya kurang, kata Lina, akhirnya timbul berbagai kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Salah satunya kekerasan terhadap perempuan atau istri, kekerasan pada anak, dan lain sebagainya.

Baca Juga: 6 Inovasi Untuk Warga Sragen Diluncurkan Bupati, Ini Daftar dan Manfaatnya

Terpisah, Ketua Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga (LK3) Boyolali, Nuri Rinawati, mengatakan bila terjadi tindak kekerasan dalam rumah tangga dan berulang meskipun ringan, disarankan segera melapor.

Menurutnya, laporan tersebut bisa disampaikan kepada ketua RT atau petugas layanan pengaduan desa. Dengan begitu, kasus KDRT tersebut bisa mendapat perhatian dan pantauan dari masyarakat di lingkungan sekitar.

“Supaya tidak terjadi hal-hal yang fatal seperti yang terjadi di Kecamatan Gladagsari [beberapa waktu lalu]. Apalagi KDRT yang berat harus lapor, kalau tidak berani ke polisi bisa lapor ke RT atau tokoh masyarakat atau tokoh agama yang dipercaya,” ucap dia saat dihubungi melalui WhatsApp, Jumat (28/10/2022).

Baca Juga: RSUD Gemolong Sragen Punya Inovasi Jiwa Korsa, Ternyata Ini Tujuannya

Rina mengatakan Boyolali saat ini sudah mulai dibentuk lembaga layanan pengaduan tingkat desa. Ke depan, korban bisa didampingi dan ditindaklanjuti apabila harus melapor ke polisi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya