SOLOPOS.COM - Ilustrasi Penambangan (Dok/JIBI/Solopos)

Ilustrasi Penambangan (Dok/JIBI/Solopos)

Ilustrasi Penambangan (Dok/JIBI/Solopos)

Solopos.com, KLATEN –– Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Klaten mematangkan rencana penertiban 13 penambang galian golongan C di lereng Gunung Merapi yang disinyalir tidak berizin.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Tim Pengendalian dan Penertiban Penambang Galian Golongan C yang terdiri atas unsur Pemkab Klaten, Kodim dan Polres Klaten telah berkoordinasi di Ruang B1 Setda Klaten, Selasa (10/9/2013).

Kepala Bagian (Kabag) Perekonomian, Setda Klaten, Pri Harsanto, mengatakan hasil rapat memutuskan perlunya sosialisasi Perda No 11/2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan kebijakan moratorium penerbitan izin penambangan sampai ditetapkannya wilayah baru yang bisa ditambang.

Pihaknya juga akan menyosialisasikan pelimpahan pengelolaan perizinan pertambangan dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah (Pemprov Jateng) ke Pemkab Klaten sejak Januari 2011.

“Sebenarnya kami sudah menyosialisasikan aturan-aturan itu, namun masih banyak penambang yang belum memahaminya. Oleh sebab itu, rencananya pekan depan kami akan mengumpulkan semua pemilik usaha penambangan guna menyosialiasikan kembali aturan-aturan di dalamnya,” jelas Pri saat ditemui wartawan seusai mengikuti rapat koordinasi.

Rusak Lingkungan

Pri menjelaskan sesuai Perda RTRW, luas lahan yang boleh ditambang mencapai 69 hektare yang tersebar di 12 titik di tujuh desa di Kecamatan Kemalang. Tujuh desa yang dimaksud adalah Kendalsari, Dompol, Panggang, Tlogowatu, Bumiharjo, Talun dan Tangkil. Namun, dia mengakui cukup banyak penambang yang berizin maupun tidak berizin yang melanggar ketentuan Perda RTRW tersebut.

“Ada tiga CV yang sudah berizin, namun mereka menambang di wilayah rawan bencana yakni di Desa Balerante, Sidorejo dan Tegalmulyo yang tak sesuai dengan Perda RTRW. Izin mereka sudah turun dari provinsi sebelum Perda RTRW ditetapkan,” terang Pri.

Selain tiga penambang berizin itu, sambung Pri, masih ada 13 penambang yang disinyalir ilegal. Sebagian izin mereka sudah kedaluwarsa kendati belum pernah dimanfaatkan akibat erupsi Gunung Merapi 2010 lalu.
Sebagian penambang sudah mengajukan izin ke Pemprov Jateng setelah mendapatkan rekomendasi teknis dari Pemkab Klaten. Akan tetapi, pengalihan pengelolaan izin dari Pemprov Jateng ke Pemkab Klaten membuat pengajuan izin mereka belum diproses hingga sekarang.

“Mereka tak mau disebut liar karena sudah mengajukan izin ke provinsi kendati belum diproses. Sisanya, penambang itu tidak mengantongi izin apapun,” paparnya.

Pri berharap penambang tak berizin tersebut menghentikan usahanya setelah ikut sosialisi. Jika mereka tetap nekat beroperasi, pihaknya akan melayangkan surat peringatan pertama hingga ketiga. Jika peringatan ketiga tetap tidak digubris, pihaknya akan mengambil sikap tegas. “Mereka bisa ditangkap pihak berwajib karena sudah melanggar pidana. Mereka bisa dijerat hukum karena telah merusak lingkungan,” tegasnya.

Staf Bagian Perekonomian, Deni Suharyono, mengatakan selain tak berizin, penambang itu juga tidak mereklamasi lahan bekas tambang. Akibatnya, keseimbangan alam tidak terjaga dengan baik. “Kalau mereka berizin, mereka harus menyerahkan uang sebagai jaminan mereka akan mereklamasi lahan,” tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya