SOLOPOS.COM - Sejumlah warga mengeruk salah satu lokasi penambangan untuk dibuat parit agar kendaraan pengangkut pasir tidak bisa melintas masuk ke kawasan bantaran Sungai Progo di Desa Banaran, Galur, Jumat (18/9/2015). (JIBI/Harian Jogja/Holy Kartika N.S.)

Penambangan liar Boyolali, warga Karangkendal mengalami kerugian cukup besar akibat penambangan galian C.

Solopos.com, BOYOLALI–Sejumlah warga Desa Karangkendal, Kecamatan Musuk, membeberkan beberapa kerugian akibat penambangan liar di Dusun Jurang Dakon desa setempat.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Penambangan tersebut memapras sejumlah tanah ara-ara dan tanah milik warga tanpa ada kompensasi yang layak.

Seorang warga Dusun Karangkendal, Desa Karangkendal, Suwandi, 42, menceritakan bahwa sebelumnya dia sudah bertahun-tahun mengelola tanah ara-ara seluas 2.000 meter persegi.

“Itu tanah ara-ara sejak zaman nenek moyang, sudah turun temurun. Sebelumnya saya bisa memanfaatkan tanah itu untuk menanam jagung, cabai, ketela, dan sengon. Tiga tahun yang lalu tiba-tiba dipapras katanya untuk jalan,” kata Suwandi, saat ditemui Solopos.com, Kamis (15/10/2015).

Setelah tanahnya dipapras dengan alat berat, Suwandi hanya menerima kompensasi Rp3 juta. Nilai kompensasi ini jauh dari kontrak yang disepakati Pemerintah Desa (Pemdes) Karangkendal dengan kontraktor. Saat itu, Suwandi menerima informasi dari Kades Karangkendal, Slamet Sumarno, bahwa tanah ara-ara milik Suwandi di kontrak dua tahun dengan nilai Rp24 juta.

“Yang Rp4 juta untuk ganti rugi tanaman. Tetapi sampai saat ini saya baru terima Rp3 juta.”

Informasi terbaru, kades telah memperpanjang kontrak tanah ara-ara untuk jalan itu selama lima tahun. “Perpanjangan itu juga tidak memberi tahu langsung kepada saya.”

Warga lainnya di Dusun Karangkendal yang juga mengelola tanah ara-ara, Sutikno, 56, mengaku tanahnya telah diminta untuk ditambang.

“Saya punya tanah ara-ara pada bidang yang ke-13. Saya berkukuh tidak boleh ditambang. Sekarang mereka [penambang] hanya bisa menambang sepuluh bidang tanah ara-ara,” tambah Sutikno.

Anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Karangkendal, Iban Banarto, menceritakan awal mula munculnya penambangan liar di Dusun Jurang Dakon.

Menurut dia, tanah di kawasan tersebut awalnya hanya akan dikepras untuk akses jalan dari penambangan di Desa Lanjaran ke jalan raya. Namun pada realisasinya, penambangan melebar sampai tanah milik warga dan tanah ara-ara.

“Awal kesepatan bukan untuk ditambang tetapi hanya membuka akses jalan. Lantaran jalan melewat tanah ara-ara, kami BPD minta pemdes membuat kebijakan soal kompensasi.”

Saat itu, disepakati kompensasi dari kontraktor uang senilai Rp5.000 per rit untuk RT, RW, pamong, dan penjaga. Untuk tanah di luar tanah yang dipakai untuk akses jalan, warga juga membeberkan adanya kompensasi 40% dari hasil penambangan. “Tetapi sampai tiga tahun ini uang kompensasi itu belum pernah ada laporannya,” kata Iban.

Sementara itu, Balai Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) wilayah Surakarta mengadakan pertemuan dengan Pemdes Karangkendal dan kuasa hukum warga terkait penambangan liar tersebut.

“Dalam pertemuan itu, Balai ESDM menyatakan penambangan di Karangkendal belum mengantongi izin,” kata Kuasa Hukum warga, Bagyo.

Sementara itu, Kades Karangkendal, Slamet Sumarno, belum bisa memberikan klarifikasinya kepada warga karena sakit dan harus dirawat di rumah sakit.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya