SOLOPOS.COM - PENAMBANG LIAR -- Penambang pasir beraktivitas di sekitar jembatan Kali Gandul, Pusporenggo, Musuk. Foto diambil akhir pekan lalu. (JIBI/SOLOPOS/Farida Trisnaningtyas)

Boyolali (Solopos.com) – Merebaknya penambangan pasir di Kali Gandul, Pusporenggo, Musuk, Boyolali, membuat resah warga yang tinggal di sekitar aliran sungai. Belasan penambang liar ini mulai muncul menambang material pasir dan batu yang menumpuk pascaerupsi Merapi akhir tahun lalu. Padahal area Kali Gandul tepatnya di Pusporenggo, Musuk adalah wilayah terlarang untuk melakukan aktivitas penambangan.

PENAMBANG LIAR -- Penambang pasir beraktivitas di sekitar jembatan Kali Gandul, Pusporenggo, Musuk. Foto diambil akhir pekan lalu. (JIBI/SOLOPOS/Farida Trisnaningtyas)

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

“Saya takut jika rumah saya lama-lama tergerus dan ikut hanyut. Apalagi tanah-tanah di bawah jembatan sudah tergerus karena pasir telah diambil,” ujar salah seorang penduduk, Wawang, akhir pekan lalu. Menurutnya, di sekitar Jembatan Gandul tidak diperkenankan mengambil pasir. “Aturannya jelas. Memang tidak diperbolehkan. Sebab area ini bukan penambangan. Pasir melimpah karena aliran lahar dingin dari Merapi,” imbuhnya. Para penambang itu berjajar mulai dari barat jembatan hingga ke timur.

Wawang, yang rumahnya berada paling dekat dengan penambangan pasir ini berharap pemerintah segera mengambil tindakan terkait hal ini. Ia khawatir aktivitas penambangan liar itu bisa mengganggu lingkungan, terutama tempat tinggal warga setempat. Ditambahkan, beberapa jembatan telah putus karena banjir lahar dingin. Ia tak mau jika akses utama ke Musuk ini juga mengalami hal yang sama.

Sementara itu, salah seorang penambang bernama Ngatini mengaku hanya diajak tetangganya untuk menambang pasir di bawah Jembatan Gandul. Ia mengeluhkan material pasir tak sebanyak dulu. “Pascaerupsi Merapi dulu pasirnya melimpah. Akan tetapi, kini sudah semakin sedikit,” kata warga Ngemplak, Musuk ini. Ia tak mau ambil pusing boleh dan tidaknya tempat itu untuk penambangan. Ngatini berdalih menambang pasir untuk menghidupi kedua anaknya yang masih bersekolah.

Perempuan 40 tahun ini sudah tiga tahun bekerja sebagai penambang pasir. Ia kerapkali berpindah-pindah tempat sesuai potensi pasir yang ada. Hal senada diungkapkan Untung. Lelaki ini mengaku telah 20 tahun menjadi penambang pasir. “Kalau pasir di sini habis ya kami pindah. Cari daerah yang masih ada pasirnya,” terangnya. Satu rit pasir dihargai Rp 120.000.

rid

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya