SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Karanganyar (Espos)–Penasihat Hukum Lanjar Sriyanto meminta Majelis Hakim menghadirkan ahli forensik guna menelusuri penyebab kematian isteri terdakwa, Saptaningsih. Hal itu menyusul keterangan dokter pembuat visum yang belum memberikan gambaran signifikan.

Permohonan itu disampaikan Koordinator Tim Penasihat Hukum terdakwa, Muhammad Taufiq, dalam sidang lanjutan perkara itu di Pengadilan Negeri (PN) Karanganyar, Kamis (21/1), yang mengagendakan pemeriksaan dr Christian Kunto ATS dari RS TNI AU Adisumarmo, pembuat visum luka korban.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Dia menegaskan, keterangan ahli forensik sangat dibutuhkan guna mengungkap benturan pemicu Saptaningsih meninggal dunia.

“Dari penjelasan saksi diketahui tidak bisa dipastikan benturan yang mana yang menyebabkan korban meninggal, apakah dengan aspal atau benda tumpul lain. Karena itu demi mendapatkan kejelasan mengenai fakta itu, kami memohon agar dihadirkan ahli forensik,” ungkapnya dalam persidangan yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim, Demon Sembiring, dan anggota Dyan Martha B dan Bunga Lily.

Taufiq yang didampingi Budhi Kuswanto SH memaparkan, kepastian mengenai benturan penyebab kematian korban merupakan fakta materiil yang harus diungkap. Pasalnya, tegas dia, fakta yang sama berperan penting untuk membuktikan ada tidaknya unsur kelalaian pada perbuatan terdakwa sehingga menyebabkan hilangnya nyawa isterinya, Saptaningsih, seperti disebutkan Pasal 359 KUH Pidana, sesuai dakwaan tim jaksa penuntut umum (JPU).

Pada bagian lain, dalam keteranganya di persidangan, Christian Kunto menyebutkan dari visum yang dilakukan beberapa jam setelah Saptaningsih meninggal dunia, diketahui hanya ada luka memar dengan ukuran 10 centimeter (cm) x 10 cm. Selain itu ibu kandung Samto Warih Waluyo itu mengeluarkan darah dari bagian hidung dan mulut, namun tidak bisa dipastikan secara persis penyebab hal itu.

“Saat itu visum dilakukan pukul 08.30 WIB. Korban datang sudah dalam keadaan meninggal dunia. Dari hasil pemeriksaan yang saya lakukan, ada luka memar 10 cm x 10 cm di bagian muka, dengan telinga dan hidung mengalami pendarahan. Kemudian setelah diteliti, tidak ada luka yang dialami di bagian lain tubuh Saptaningsih,” ujarnya menerangkan di hadapan Majelis Hakim.

Christian menambahkan, pendarahan di telinga dan hidung itu diperkirakan diakibatkan kerusakan organ tubuh korban di bagian kepala. Namun demikian untuk menyebutkan secara tepat bagian yang rusak itu, menurutnya harus dilakukan proses pembedahan. Padahal untuk visum Saptaningsih, kata dia, hanya dilakukan melalui pemeriksaan luar dengan melihat luka-luka yang dialami.

“Korban mengalami trauma atau benturan benda tumpul. Kondisi itu terlihat dari warna kulit yang berbeda setelah terjadinya proses kecelakaan. Hanya untuk benda tumpul apa yang membentur kepala korban, sulit  diketahui karena umumnya tidak ada bentuk bekas bendanya,” sambungnya lagi.

Sementara itu saksi ahli dari Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Sudaryono SH MHum, dalam sidang yang sama menyebutkan tidak ada pembatasan atau ukuran unsur kelalaian seperti tercantum di Pasal 359 KUH Pidana yang digunakan penyidik untuk menjerat terdakwa Lanjar.
Mengenai standar yang digunakan selama ini, ujarnya, lebih didasarkan atas pendapat yang berlaku umum di masyarakat.

Sudaryono yang juga Dosen Fakultas Hukum di UMS menyatakan, dalam penegakan hukum, penegak hukum seharusnya mempertimbangkan bahwa tidak semua tindak pidana harus diproses dan berakhir melalui jalur hukum.

Dia mencontohkan, ketika pelaku penipuan dan penggelapan sudah berdamai dengan korban, semestinya tidak perlu dipersoalkan. Hal itu guna efisiensi dan menghindari terjadinya penumpukan kasus.

Upaya itu sekaligus untuk harmonisasi sosial, terlebih bagi kasus-kasus tertentu yang perlu diupayakan sebuah restoration of justice, yaitu ketika pelaku yang terbukti berbuat tidak dihukum, karena pelaku juga merupakan korban.

Terkait permintaan tim Penasihat Hukum menghadirkan ahli forensik, meski sempat ditolak JPU, Majelis Hakim akhirnya mengabulkan permohonan tersebut. Sidang akan dilanjutkan Kamis (28/1) mendatang, dengan agenda pemeriksaan ahli forensik dari RSUD Dr Moewardi Solo.

try

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya