SOLOPOS.COM - Juru parkir (Jukir) mengenakan seragam baru berupa baju lurik dan blangkon hitam saat apel di Jl. Slamet Riyadi, Solo, Kamis (1/8/2013). Penggunaan pakaian tradisional sebagai seragam juru parkir itu diharapkan bisa menjadi cerminan Solo sebagai kota budaya. (JIBI/SOLOPOS)

Penataan parkir Solo, wacana pengurangan juru parkir mendapat tanggapan dari para jukir.

Solopos.com, SOLO–Rencana pengurangan juru parkir (jukir) oleh Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo) Solo menuai tanggapan dari sejumlah jukir. Mereka tak menolak rencana itu, tetapi meminta pekerjaan pengganti setelah diberhentikan.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Seperti yang diungkapkan Iswanto, 35, seorang jukir di kawasan Jl Slamet Riyadi. Ia yang sudah 11 tahun menjadi jukir tersebut menyatakan tidak keberatan dengan keputusan Pemerintah Kota (Pemkot) Solo terkait rencana pengurangan jukir. Namun, ia meminta Pemkot menyediakan pekerjaan penggantinya atau memberikan modal berwirausaha.

“Sebenarnya, jumlah jukir di Solo tidak terlalu banyak, karena pertokoan semakin berkembang. Tapi, kalaupun rencana pengurangan jukir benar-benar direalisasikan, kami berharap Pemkot memberikan pekerjaan pengganti. Sebab, menjadi jukir adalah tumpuan hidup kami agar bisa menghidupi keluarga,” katanya saat dijumpai Solopos.com di kawasan Jl Slamet Riyadi, Sabtu (7/5/2016).

Menurutnya, saat hari biasa pendapatannya bisa mencapai Rp70.000, sedangkan saat akhir pekan atau liburan ia bisa mendapat Rp100.000. Jukir yang bertugas di kawasan Jl Slamet Riyadi dibagi menjadi dua sif yakni pagi hingga siang dan siang hingga malam hari. “Kalau dikurangi menjadi satu orang maka akan menguras tenaga karena harus berjaga dari pagi hingga malam hari. Apalagi saat ramai, bisa kewalahan,” ujar warga Banjarsari itu.

Seorang jukir lainnya, Kasmin, 55, juga mengatakan hal serupa. Ia berharap Pemkot memikirkan nasib para jukir. Ia tidak menolak rencana Pemkot, tetapi saat rencana itu direalisasikan harus ada pekerjaan pengganti sehingga jukir tidak khawatir menjadi pengangguran. “Kalau kami diberhentikan dan tidak diberi pekerjaan pengganti, kami makan apa? Padahal kami memiliki anak dan istri yang hidupnya bergantung pada pendapatan kami,” ungkapnya kepada Solopos.com, Sabtu.

Kasmin yang juga sudah 11 tahun menjadi jukir tersebut berharap ketika rencana itu direalisasikan, yang diberhentikan adalah jukir dari luar Solo. Sedangkan jukir yang merupakan warga Solo tetap dipertahankan, dilatih, dan ditata.

“Menjadi jukir tidak mudah karena harus bertanggung jawab terhadap kendaraan yang diparkir. Apalagi kalau parkirnya lama. Misalnya saat masuk mal bisa sampai tiga hingga lima jam, padahal tarifnya progresif. Kalau kami menarik sesuai aturan terkadang diprotes karena terlalu mahal. Tapi mau bagaimana lagi?” tutur warga Laweyan ini. Ia berharap Pemkot bisa bersikap adil terhadap jukir di Solo.

Sebelumnya, Solo kelebihan 2.625 jukir dari total 3.500 orang. Sedangkan kebutuhan jukir di Solo hanya 875 orang. Dari kelebihan tersebut, Dishubkominfo berencana mengurangi 1.750 jukir. Mereka akan diberi pelatihan wirausaha agar kehidupan ekonomi mereka lebih baik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya