SOLOPOS.COM - Sejumlah warung berdiri di sepanjang Jl. Solo-Purwodadi wilayah Desa Soko, Kecamatan Miri, Sragen. Meski sudah diperingatkan beberapa kali, keberadaan warung liar di wilayah itu justru kian bertambah. Foto diambil Kamis (5/12/2013).(JIBI/Solopos/Taufiq Sidik Prakoso)

Solopos.com, SRAGEN — Meski beberapa kali diperingatkan tak berjualan di sepanjang Jl. Solo-Purwodadi wilayah Desa Soko, Kecamatan Miri, Sragen, namun para pedagang tetap nekat menggelar dagangan di wilayah itu. Justru, jumlah mereka terus bertambah.

Berdasarkan pantauan solopos.com, sejumlah bangunan semipermanen digunakan untuk warung berdiri di sepanjang Jl. Solo-Purwodadi wilayah Desa Soko, Kecamatan Miri, Sragen. Warung-warung tersebut juga berdiri di tepi sungai yang ada di wilayah itu.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Kepala Desa (Kades) Soko, Kardi, menjelaskan warung liar mulai marak sekitar 1,5 tahun ini. Kardi menyampaikan pihaknya saat ini terdapat 13 warung di wilayah itu.

Selain mengganggu para pengguna jalan, keberadaan warung-warung itu membuat kawasan sepanjang Jl. Solo-Purwodadi di wilayah Soko kumuh. Apalagi, sebagian pedagang diketahui membuang kotoran di sungai.

Kardi menegaskan pihaknya sudah beberapa kali memperingatkan para pedagang agar tak berjualan di tempat tersebut. Begitu pula dengan surat teguran dari pihak kecamatan serta Satpol PP, pihaknya sudah menyampaikan ke para pedagang. Namun, peringatan tersebut tak digubris para pedagang.

“Dari desa sudah menyarankan agar tidak berjualan seperti itu. Sebagian jualnya malam, sementara saat siang warung dibiarkan di sana,” urai dia. Disampaikannya, beberapa kali peringatan yang disampaikan justru membuat jumlah mereka terus bertambah.

“Awalnya hanya satu warung. Tetapi, sekarang sudah tambah menjadi 13 warung di sana,” terang dia.

Lantaran kewalahan menertibkan para pedagang, Kardi mengaku sudah berkoordinasi dengan pihak kecamatan. “Dalam waktu Dekat pihak kecamatan mau membina para pedagang tersebut. Nanti bersama perangkat desa serta Satpol PP. Mumpung masih kecil diusahakan bisa diselesaikan,” terang dia.

Sekretaris Kecamatan Miri, Agus Winarno, mengungkapkan keberadaan warung-warung tersebut dilarang lantaran berada di sepadan sungai.

“Sekitar 5 bulan lalu kami menerima tembusan surat teguran dari Bidang Pengairan DPU Sragen. Teguran itu berisi untuk memindahkan warung-warung karena berada di sepadan sungai,” terang dia.

Hanya saja, pihaknya tak bisa melakukan penertiban terhadap para pedagang lantaran tak memiliki kewenangan terkait hal itu. “Teguran sudah disampaikan ke pemilik warung. Kami sifatnya hanya mengingatkan dan pendekatan secara persuasif. Mau menertibkan kami tidak punya alat,” kata dia.

Senada dengan Kades Soko, Agus menerangkan pascasurat peringatan dari Bidang Pengairan DPU Sragen disampaikan ke pedagang, justru jumlah mereka terus bertambah. “Saat ini justru semakin bertambah. Mungkin karena tempat relatif strategi karena kondisi jalan yang ramai,” jelas dia.

Pihaknya berharap para pedagang bisa menyadari keberadaan mereka sudah menyalahi aturan. “Mencari nafkah itu boleh-boleh saja. Tetapi, jangan mengabaikan aturan dan larangan dari pemerintah,” ungkapnya.

Salah satu pedagang, Warno, mengaku belum pernah diperingatkan soal larangan berjualan di tempat tersebut. “Sudah enam bulan ini saya berjualan di sini belum ada peringatan dari pihak desa. Saya juga sudah izin ke pemilik lama. Yang penting berjualan tidak mengganggu,” tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya