Soloraya
Kamis, 10 September 2015 - 05:10 WIB

PENDIDIKAN SOLO : Kontroversi Masuk Sekolah Lima Hari

Redaksi Solopos.com  /  Septina Arifiani  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi kegiatan siswa (JIBI/Harian Jogja/Antara)

Pendidikan Solo mulai menerapkan lima hari masuk sekolah. keputusan itu ditanggapi beragam oleh para siswa.

Solopos.com, SOLO – Gubernur Jawa Tengah (Jateng), Ganjar Pranowo, belum lama ini mengeluarkan Surat Edaran (SE) No. 420/006752/2015 tentang Penyelenggaraan Pendidikan pada Satuan Pendidikan di Jateng. SE Gubernur tersebut berisi tentang uji coba sekolah lima hari mulai dilaksanakan pada tahun ajaran 2015/2016. Beberapa sekolah di Soloraya mulai menerapkan SE tersebut kendati tak menjadi kewajiban. Sementara sekolah yang lain tetap mempraktikan enam hari masuk.

Advertisement

Salah satu sekolah yang sudah menjalankan kebijakan sekolah lima hari adalah SMA Negeri 1 Karanganom, Klaten. Bagaskara Putra Pratama, siswa kelas X IPS 3, mengaku, menjalani sekolah lima hari sekolah seperti menjajal pengalaman baru. “Suasana-nya berbeda dibanding saat enam hari sekolah. Sabtu diliburkan tetapi ada kegiatan ekstrakurikuler pilihan untuk diikuti meskipun tidak wajib. Setiap pagi berangkat pukul 06.00, dan pulang 12 jam setelahnya atau jam 18.00,” kata dia, saat berbincang dengan Solopos.com, Rabu (9/9/2015).

Selama hampir 12 jam mengikuti kegiatan belajar, sambung Bagaskara, jam istirahat di rumah menjadi lebih pendek. Setelah istirahat sejenak, aktivitas dilanjutkan dengan mengerjakan pekerjaan rumah (PR) dan tugas.

Advertisement

Selama hampir 12 jam mengikuti kegiatan belajar, sambung Bagaskara, jam istirahat di rumah menjadi lebih pendek. Setelah istirahat sejenak, aktivitas dilanjutkan dengan mengerjakan pekerjaan rumah (PR) dan tugas.

“Memang jam sekolah yang panjang membuat siswa merasa jenuh. Tapi, juga bisa membikin siswa lebih disiplin dan cerdas. Sedangkan negatifnya, jadi jarang ketemu orang tua. Pagi hari saya berangkat, mereka masih beristirahat, saat saya pulang, ayah saya sudah berangkat kerja,” ungkap dia.

Kendati demikian, Bagaskara mengaku setuju jika setiap sekolah menjalankan kebijakan tersebut. “Setuju saja, asalkan jam belajar di sekolah dikurangi agar pulangnya tidak terlalu sore. Sehingga waktu istirahat di rumah sedikit lebih panjang. Karena kami masih punya tanggung jawab untuk mengerjakan PR,” tandasnya.

Advertisement

Selain itu, siswa kelas XI IPS 4 tersebut mengurai lima hari sekolah memiliki beberapa kendala dan mengurangi efektivitas belajar. “Seusai makan siang, biasanya merasa ngantuk dan suasana belajar jadi malas-malasan, kurang fokus. Badan rasanya juga lebih capek kalau belajar di rumah terlalu malam,” ungkap Musrifah.

Tak hanya itu, menurutnya lima hari sekolah bakal meniadakan kemungkinan untuk mengikuti bimbingan belajar luar sekolah. Siswa juga tidak memiliki kesempatan untuk tidur siang atau mengikuti kegiatan ekstrakurikuler.

“Masuk sekolah jam 06.45, pulang sekitar pukul 13.00. Seusai itu kegiatan bebas dan bisa beraktivitas yang lain. Kalau masuk sekolah lima hari, pulang sekolah sudah capek. Orang tua juga kurang setuju dengan kebijakan tersebut,” jelasnya.

Advertisement

Ketidaksetujuan lima hari sekolah juga disampaikan siswa SMP Pangudi Luhur Bintang Laut Solo, Albert Banuangga. Menurutnya, panjangnya jam belajar di sekolah dapat menurunkan konsentrasi. Apalagi jika jam belajar tersebut tidak diisi maksimal atau masih ada jam-jam kosong tanpa guru.

“Padahal kami masih ada tugas kelompok, tugas harian, dan kegiatan ekstrakurikuler. Kalau diterapkan lima hari kerja, tentu waktu-waktu untuk mengerjakan tugas tersebut jadi makin sedikit,” ungkap dia.

Kebijakan tersebut, kata Albert, pernah dibahas dalam tugas bahasa Indonesia. Sehingga, ia mencari info sebanyak-banyaknya dan mendapati segi positif maupun negatif penerapan lima hari sekolah.

Advertisement

“Saya membaca di Internet, kalau siswa usia SMP sebaiknya memiliki jam bermain untuk membantu mereka tetap fokus. Kalau lima hari sekolah dipraktikkan, menurut saya akan mengurangi konsentrasi siswa,” jelas Albert.

Sementara siswi SMK Negeri 2 Solo, Adelia Tirsani, mengaku setuju apabila lima hari sekolah diterapkan namun dengan mengurangi jumlah jam belajar. Pasalnya, tanpa kebijakan tersebut pun, jam belajar di sekolahnya baru berakhir pukul 15.30 WIB.

“Kalau benar diterapkan, tentu pulangnya lebih dari jam itu (pukul 15.30 WIB). Tentu kami tidak ada kesempatan untuk beristirahat sama sekali. Badan juga rasanya lebih capek dan menganggu konsentrasi belajar. Selama ini, kami masuk sekolah mulai pukul 07.30,” kata siswi kelas XI Teknik Audio Visual C tersebut.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif