SOLOPOS.COM - Ilustrasi kegiatan belajar mengajar. (JIBI/Solopos/Dok.)

Pendidikan Sragen, seorang siswa SMKN 1 Gesi tidak naik kelas dan disuruh mengundurkan diri.

Solopos.com, SRAGEN — Seorang siswi SMKN 1 Gesi, Sragen, Puput Windiani, 17, trauma dan tidak mau sekolah lantaran disuruh mengundurkan diri oleh pihak sekolah.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Puput adalah salah satu siswa yang tidak naik kelas di sekolah itu karena tidak mampu memenuhi standar minimal nilai yang ditentukan sekolah. Puput menyampaikan kegelisahannya saat ditemui wartawan di rumahnya di Dukuh Wahyu RT 003 A, Desa Blangu, Gesi, Sragen, Selasa (18/7/2017).

Puput saat itu didampingi bapaknya, Sutrisno. “Saya memang nakal di sekolah tetapi saya sering masuk sekolah. Saya hanya sering terlambat mengumpulkan tugas dari guru. Banyak tugas yang terlambat saya kumpulkan kepada guru, seperti tugas menjahit, buat laporan praktik kerja industri. Ya, akhirnya tidak naik kelas. Kemudian saya disuruh mengundurkan diri sampai enam kali. Lebih baik saya tidak sekolah daripada merepotkan bapak. Saya trauma,” ujar Puput.

Ayah Puput, Sutrisno, sakit hati anaknya disuruh mengundurkan diri. Dia tidak mempermasalahkan anaknya tidak naik kelas kalau memang kemampuannya kurang. “Mestinya kalau ada yang kurang itu orang tuanya dipanggil. Saya tidak pernah dipanggil ke sekolah. Mestinya siswa itu kan tanggung jawab guru. Saya sempat bertemu kepala sekolahnya dan katanya malah dibantu untuk mencari sekolah lain,” ujarnya.

Seorang guru bimbingan konseling SMKN 1 Gesi, Muh. Agus S., mengaku sekolah sering berkomunikasi dengan orang tua Puput. Dia mengatakan ada guru yang datang ke rumahnya.

Agus, sapaan akrabnya, berkomunikasi melalui Blackberry Messenger bila tidak bisa berkomunikasi langsung tatap muka. “Tetapi menjelang kenaikan kelas malah PIN BBM saya dihapus. Ketika saya tanya, alasannya ponsel dibanting orang tua. Saya tahu betul karakter anak itu. Sempat ada masalah saat praktik kerja industri yang akhirnya anak ditarik kembali ke sekolah lagi,” imbuhnya.

Salah seorang guru, Diyah, menyampaikan Puput pernah diminta membuat pernyataan tertulis oleh para guru bimbingan konseling yang disaksikan Kepala SMKN 1 Gesi, Firdaus Sukmo Utomo. Surat pernyataan itu berisi kesanggupan Puput menyelesaikan tugas dan mau tidak naik kelas bila tidak bisa menyelesaikan tugasnya.

Di pernyataan itu juga, sambung dia, ada kata-kata pengunduran diri yang ditulis Puput. “Tugas-tugas di semester I saja belum tuntas, seperti membuat rok, kemeja, baju pramuka. Padahal waktunya tiga bulan. Pada semester berikutnya juga tidak selesai tugasnya dengan waktu yang sama. Kami memberi nilai bagaimana? Saat tenggat terakhir teman-temannya sampai datang ke rumah saya malam-malam untuk mengumpulkan tugas tetapi Puput tidak datang,” tambahnya.

Diyah mengakui bila ada kata-kata menyuruh mengundurkan diri itu sebenarnya hanya semacam motivasi agar Puput bisa menyelesaikan tugas-tugas sekolahnya. Ternyata sampai kenaikan kelas, Puput belum bisa menyelesaikan sejumlah tugas dari guru.

Kepala SMKN 1 Gesi, Sragen, Firdaus Sukmo Utomo, menyatakan tidak ada unsur ketidaksenangan bagi guru kepada siswa. Dia menyatakan anak itu diputuskan tidak naik dari kelas XI ke kelas XII.

“Nah, supaya bisa tetap naik ke kelas XII saya membantu mencarikan sekolah lain. Kalau pun tetap belajar di SMKN 1 Gesi kami terima dengan ikhlas asalkan tetap tinggal di kelas XI,” tuturnya.

Akhirnya, Firdaus meminta guru untuk mengundang orang tua dan siswa itu ke sekolah untuk dipahamkan duduk permasalahannya. Firdaus berharap anak itu bisa terus bersekolah sesuai dengan keinginannya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya