SOLOPOS.COM - Ilustrasi suasana belajar di sekolah dasar. (JIBI/Solopos/Dok.)

Pendidikan Sragen, dari 557 SD di Sragen, 50 persen memiliki siswa kurang 100 anak.

Solopos.com, SRAGEN–Sebanyak 50% dari 557 SD di Sragen memiliki siswa kurang dari 100 anak. Kondisi itu membuat kalangan guru kehilangan kesempatan untuk mengajukan sertifikasi sebagai syarat mendapatkan tunjangan profesi.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Sragen Suwandi mengatakan minimnya jumlah siswa di sejumlah SD itu membuat kegiatan belajar mengajar (KBM) kurang optimal. “Solusinya, sekolah itu harus digabung dengan sekolah lain. [Kebijakan] itu akan mempermudah proses penempatan guru. Tentunya dengan kualitas KBM yang lebih baik,” jelas Suwandi saat ditemui wartawan di Sragen, Rabu (18/5/2016).

Idealnya, kata Suwandi, jumlah rombongan belajar (rombel) SD mencapai 20 siswa/kelas. Dengan begitu, satu SD mestinya bisa terisi sekitar 120 siswa. Menurut hasil pendataan, cukup banyak SD yang hanya memiliki jumlah siswa kurang dari 10 siswa/kelas. SD yang kekurangan siswa itu pada umumnya berada di daerah pinggiran Kabupaten Sragen. Diakui Suwandi, upaya menggabungkan dua SD berbeda itu tidak semudah membalik telapak tangan. Penggabungan dua SD berbeda itu selalu ditolak oleh warga sekitar. “Pada umumnya, warga masih menghendaki SD yang kekurangan siswa itu tetap berdiri. Alasannya, SD itu mudah dijangkau dari tempat tinggal mereka karena dekat. Kalau harus pindah ke SD lain yang lokasinya cukup jauh dengan tempat tinggal, mereka tidak mau. Itu kendala terbesar kami,” terang Suwandi.

Dari segi aturan, terang Suwandi, SD yang kekurangan siswa itu sudah layak untuk ditutup. Siswa di SD itu bisa mengikuti KBM di SD lain. Meski demikian, dia tidak bisa memaksa untuk menggabungkan SD itu tanpa persetujuan warga sekitar. “Apa yang menjadi keinginan warga itu masih harus kami perhatikan. Kami tidak bisa serta merta menggabungkan sekolah meski secara aturan sudah dibolehkan,” ujarnya.

Pada tahun ini, Pemkab Sragen belum memiliki rencana untuk menggabungkan sejumlah SD akibat kekurangan siswa itu. Meski demikian, terdapat satu SD di Kecamatan Kalijambe yang bakal ditutup lantaran sudah tidak memiliki siswa untuk kelas I.

”Memang warga sekitar sempat menolak jika SD di Kalijambe itu ditutup. Tapi melihat kondisi kelas I yang tidak memiliki siswa, warga sekitar akhirnya berubah pikiran,” paparnya.

Menanggapi hal itu, Bupati Sragen Kusdinar Untung Yuni Sukowati, mengatakan saat ini Pemkab Sragen masih mengkaji perlu tidaknya kebijakan untuk menutup sejumlah SD yang kekurangan siswa itu. Dia mengaku bakal memperhatikan aspirasi dari warga sekitar yang keberatan penutupan suatu SD karena faktor geografis.

”Akan kami kaji mana SD yang mendesak untuk digabung itu. Kalau memang SD itu masih dibutuhkan masyarakat sekitar karena faktor geografis, ya harus bagaimana lagi. Keinginan warga itu harus kami perhatikan,” paparnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya