SOLOPOS.COM - Tangkap layar acara Espos Live Talkshow Online Menyambut Festival Literasi dan Pasar Buku Patjarmerah bersama Pendiri Patjarmerah Windy Ariestanty (kanan), Jumat (30/6/2023). (Istimewa/Espos Live).

Solopos.com, SOLO — Denyut Kota Solo bergerak seiring dengan transformasi kota pasca Covid-19. Kebiasaan baru mulai terbentuk, demikian pula dengan cara interaksi dan membangun literasi masyarakat.

Hal inilah yang kemudian membawa pendiri aksi festival kecil literasi Patjarmerah, Windy Ariestanty, memantapkan langkahnya menuju Kota Bengawan sebagai lokasi pasar buku selanjutnya.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Bertolak dari Bandung, gerakan penggerak literasi ini akhirnya menyiapkan segala acara menarik di Solo dengan tema besar Denyut.

“Kebiasaan baru setelah pandemi mulai terbentuk, kini saatnya manusia meraba denyut baru ke arah mana. Denyut ini merupakan tanda kehidupan, yang menjadi panduan bagaimana memulai hidup kembali setelah Covid-19. Semua kehidupan berubah, termasuk literasi, cara interaksi dan pola hubungan,” papar Windy dalam Talkshow Online Menyambut Festival Literasi dan Pasar Buku di Solo live YouTube Espos Live, Jumat (30/6/2023).

Dia melanjutkan, masyarakat kini mulai kembali belajar berinteraksi layaknya bayi setelah pandemi memaksa manusia terbiasa melihat dunia lewat gawai.

Cagar budaya Ndalem Djojokoesoeman menjadi lokasi interaksi lewat denyut tersebut. Menurut Windy, lokasi yang dulunya ditempati oleh putra Paku Buwono X tersebut kaya akan narasi.

Kaya dan Beragam

Keberadaan Ndalem Djojokoesoeman juga mencerminkan Kota Solo sebagai titik awal pergerakan zaman. Menurut Windy, Solo begitu kaya dengan keberagaman, baik itu gerakan pers maupun kesusastraan.

Salah satu buktinya adalah Museum Radya Pustaka yang merupakan salah satu perpustakaan terpenting di dunia dengan koleksi arsip kebudayaan Jawa yang lengkap.

Keberhasilan Radya Pustaka menghimpun arsip-arsip penting ini juga dibersamai oleh masyarakat, mencerminkan jika literasi seutuhnya kerja kolaborasi dan interaksi.

Atas kolaborasi inilah Windy menggandeng berbagai penerbit di Indonesia untuk menjajakan karya-karya terbaru mereka di Patjarmerah Solo.

Dia mengaku, judul-judul yang masuk dalam pasar buku yang berlangsung Sabtu – Minggu (1-9/6/2023) ini dikurasi sesuai dengan minat literasi warga Solo.

Namun, Windy memastikan akan banyak buku-buku baru serta edisi eksklusif terbitan khusus Patjarmerah Solo, salah satunya adalah buku Zaman Bergerak yang dicetak ulang oleh penerbit Marjin Kiri.

Setelah kolaborasi, Windy mengedepankan interaksi. Dia menggandeng komunitas lokal, Solo Societit, untuk merespon buku Zaman Bergerak lewat acara walking tour.

Windy melihat sudah waktunya manusia berhenti memperlakukan buku layaknya benda mati.

“Sudah saatnya kita membuat cara-cara kreatif guna merespon dan membicarakan buku, sehingga buku tidak selayaknya benda mati. Hal itu juga akan mengubah lanskap perpustakaan yang awalnya dianggap tempat menyimpan buku menjadi tempat berinteraksi,” ujar Windy.

Perpustakaan seharusnya bisa hadir dengan cara menyenangkan dan tetap menghargai satu sama lain, sehingga kreativitas bisa hadir di dalamnya.

Menurut Windy, pelaku perbukuan seharusnya sudah sadar melihat tanda dari zaman bahwa buku perlu diperlakukan sebagai benda hidup.

Dia melanjutkan, hal ini akan memperlihatkan jika dunia perbukuan bukanlah senjakala, dan kerja-kerja literasi sangat menyenangkan. Interaksi bisa tercipta dari buku, sehingga toko buku modern perlu menciptakan interaksi.

Windy juga merasa tidak perlu ada perdebatan antara bentuk buku ataupun penerbit besar maupun alternatif. Perdebatan hanya penting saat bertujuan menjaga minat baca masyarakat, karena minat baca adalah sarana menjaga akar literasi bangsa tetap tumbuh.

Windy yakin ekosistem perbukuan tetap bagus, karena minat terhadap buku elektronik maupun cetak tetap tinggi. Justru menurut dia, masyarakat haus akan buku bacaan yang bagus tetapi terbatas akses.

Rangkaian acara Patjarmerah secara terpisah menampilkan diskusi pelaku penerbit independen dan penerbit buku anak di hari yang berbeda.

“Akan ada tajuk Teri di Tengah Samudra, kami mengajak penerbit-penerbit yang fokus pada terbitan buku anak, tentunya berbeda dengan penerbit major karena buku anak ada isu-isu mereka sendiri meskipun ada yang terbit secara independen maupun major, nah kami fokus dulu pada penerbit buku anak independen,” papar Windy.

Dia menuturkan, cara-cara penerbit independen melahirkan karya baru sangat berbeda dengan penerbit besar. Banyak sekali alternatif tema yang beragam dari penerbit independen dengan eksperimen yang bermacam-macam.

Windy juga beralasan masyarakat perlu membicarakan ekosistem buku anak karena selama ini buku anak terasa monoton dan sudah saatnya muncul banyak cerita menarik bagi anak-anak.



Dia berharap masyarakat antusias menyambut festival literasi sebagai pemantik diskusi secara menyenangkan yang membangun interaksi di komunitas. Banyak acara dari Patjarmerah tetap bisa diikuti selama tempat masih tersedia.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya