SOLOPOS.COM - Warga menerima BLT dana desa periode Januari-Februari 2023 di Balai Desa Tawangrejo, Kecamatan Jatipurno, Kabupaten Wonogiri, Kamis (23/2/2023). (Istimewa/Dwi Sulistiyanto)

Solopos.com, WONOGIRI — Penyaluran bantuan langsung tunai atau BLT dana desa tahap I 2023 di 251 desa Kabupeten Wonogiri pada Februari ini diwarnai gejolak sosial. Hal itu lantaran berkurangnya lokasi anggaran yakni menjadi minimal 10% dari dana 2023 sehingga banyak warga yang tak lagi mendapat bantuan tersebut.

Keluarga penerima manfaat (KPM) menerima BLT dana desa senilai Rp300.000/penerima/bulan selama 12 bulan. Pada tahap I ini, penyaluran BLT tersebut dijamak untuk Januari dan Februari sehingga KPM menerima Rp600.000/penerima.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Hal itu karena anggaran BLT dana desa baru masuk ke rekening kas desa pada Februari 2023. Persentase pos anggaran BLT dana desa tahun ini lebih rendah dibanding tahun lalu yang mencapai 40% dari dana desa. Penurunan persentase itu lantaran peruntukan BLT tahun lalu dengan tahun ini berbeda.

Pada 2022, BLT dana desa di Wonogiri diberikan kepada keluarga penerima manfaat sebagai jaring pengaman sosial dampak pandemi Covid-19. Sedangkan pada 2023 ini, BLT difokuskan untuk penanganan kemiskinan ekstrem. 

Penurunan persentase BLT dana desa tersebut secara otomatis membuat jumlah KPM juga menurun. Berkurangnya jumlahnya KPM memicu gejolak sosial di tengah masyarakat meski tidak sampai berujung konflik.

Dalam hal ini, pendamping desa menjadi sasaran protes warga yang tak lagi menerima bantuan tersebut. Seperti diungkapkan pendamping desa di Kecamatan Jatipurno, Dwi Sulistiyanto. Ia mengatakan penurunan jumlah KPM BLT dana desa yang berkurang menimbulkan persoalan sosial.

Beberapa keluarga yang pada 2022 menjadi penerima manfaat BLT dana desa di Jatipurno, Wonogiri, protes mengapa pada 2023 ini mereka tidak lagi menjadi penerima. Sementara ada warga yang masih tetap menjadi penerima manfaat BLT sejak 2022 lalu. Tetapi hal itu tidak sampai menjadi persoalan yang serius.

Alokasi Anggaran Turun

“Tetap saja, yang namanya bantuan sosial, jangan sampai malah menjadi konflik sosial. Nah ini tugas pemerintah desa [pemdes] untuk memberikan pemahaman kepada warganya,” kata Dwi kepada Solopos.com, Kamis (23/2/2023)

Dia melanjutkan pemdes harus paham betul mengapa ada penurunan persentase alokasi anggaran dana desa untuk BLT. Mereka harus bisa menjelaskan kepada warga guna meminimalkan gejolak sosial.

Kepala Desa Tawangrejo, Kecamatan Jatipurno, Wonogiri, Sido alias Colok, mengakui di desanya sempat ada gejolak sosial terkait penurunan jumlah KPM BLT dana desa. Beberapa warga yang tidak lagi menjadi KPM BLT protes.

Statusnya sebagai kepala desa baru Tawangrejo tak membantu, bahkan memunculkan nada sumbang yang ditujukan kepada dirinya. Kendati demikian, hal tersebut tidak menjadi masalah yang berlarut dan berujung konflik sosial.

Sido sudah menjelaskan kepada warga tentang alasan pengurangan jumlah KPM BLT DD pada 2023 ini melalui forum musyawarah dusun (musdus). Penyaluran BLT DD pun lancar tanpa kendala. 

Pada 2022 lalu jumlah KPM BLT DD di Desa Tawangrejo sejumlah 82 keluarga. Tahun ini turun menjadi 28 keluarga. “Memang sempat ada itu [gejolak sosial] tapi ya tidak banyak. Dan sudah diselesaikan. Penyalurannya juga sudah selesai hari ini, tadi [Kamis],” kata Sido. 

Antisipasi Jauh-Jauh Hari

Sementara itu, Kepala Desa Jatisari, Kecamatan Jatisrono, Wonogiri, Teguh Subroto, mengaku sudah mengantisipasi gejolak sosial yang timbul akibat dari pengurangan jumlah KPM BLT dana desa pada 2023.

Sejak pertengahan 2022, dia sudah mulai memberikan pemahaman bahwa tahun-tahun berikutnya jumlah BLT DD berkurang. Sebab tujuan dan peruntukan BLT akan berbeda. Pada 2022 jumlah KPM BLT DD sebanyak 113 keluarga dan 2023 ini menjadi 31 keluarga.

“Saya sudah sosialisasi sejak pertengahan 2022. Jadi begitu jumlah KPM BLT DD turun, mereka tidak kaget. Sampai sekarang saya belum mendapat laporan protes atau gejolak sosial karena BLT DD tahun ini,” ujar Teguh.

Dia menambahkan para KPM BLT DD di Jatisari selalu dimintai memberikan laporan penggunaan BLT DD tersebut kepada kepala desa. Teguh mendorong para KPM menggunakan BLT DD tidak untuk kebutuhan konsumtif, melainkan produktif.

Misalnya meminta KPM membelanjakan uang BLT DD untuk pembelian bibit tanaman sayuran atau hewan ternak seperti ayam. “Jadi ada ketahanan pangan dalam keluarga itu. Itu saya minta laporan penggunaan BLT DD itu apa saja. Laporannya enggak formal. Tapi berupa tulisan tangan dan bukti foto saja. Jadi kami bisa tahu,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya