SOLOPOS.COM - SDN 1 Keloran, Selogiri, menjadi salah satu SD negeri yang kekurangan murid di Wonogiri. Foto diambil belum lama. (Solopos/Muhammad Diky Praditia)

Solopos.com, WONOGIRI — Meski belakangan lebih diminati dan memiliki lebih banyak murid, keberadaan sekolah dasar atau SD swasta di Wonogiri dinilai bukanlah penyebab banyak SD negeri kekurangan murid.

Sedikitnya jumlah siswa di sejumlah SD, khususnya di wilayah pinggiran, tidak semata-mata karena orang tua siswa menyekolahkan anak mereka di SD swasta. Minimnya populasi anak usia masuk sekolah juga menjadi faktor utama.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Selain itu, beberapa SD negeri yang tidak memenuhi petunjuk teknis penyelenggaraan pendaftaran peserta didik baru (PPDB) juga disebut menjadi salah satu faktor penyebab SD negeri itu kekurangan siswa.

Pendapat tersebut disampaikan pengamat pendidikan Wonogiri, Mulyadi, saat diwawancarai Solopos.com, Jumat (30/6/2023). Mulyadi mengatakan sejumlah SD swasta di Wonogiri memang memiliki jauh banyak siswa dibandingkan SD negeri.

Tetapi hal itu bukan berarti menjadi penyebab banyak SD negeri kekurangan siswa. Pada kenyataannya, banyak SD negeri minim siswa karena populasi anak usia masuk SD minim.

Kendati demikian, Mulyadi menyebut minimnya populasi juga bukan faktor tunggal penyebab SD negeri minim siswa. Dia menjelaskan pada PPDB tahun ajaran 2023/2024 ditemukan sejumlah SD negeri yang menyelenggarakan PPDB tidak sesuai petunjuk teknis.

Beberapa SD negeri itu tetap menerima siswa padahal kuota yang ada sudah terpenuhi. “Kasusnya, ada SD sudah terpenuhi kuota calon peserta didik, yaitu dua rombel. Satu rombel maksimal berisi 28 anak. Tetapi sekolah itu nyatanya masih menerima calon siswa lain. Padahal calon siswa itu seharusnya masuk ke SD negeri lain yang jaraknya dengan rumah lebih dekat,” kata Mulyadi.

SDM Pendidik

Dia melanjutkan hal itu menyebabkan beberapa SD negeri lain di wilayah yang sama mendapatkan sedikit siswa baru. Namun, kasus itu sudah terselesaikan. 

Masalah lain yaitu sumber daya manusia (SDM) pendidik di SD negeri juga minim. Padahal, SD negeri termasuk di Wonogiri tidak memiliki keleluasaan merekrut guru. Hal itu menyebabkan orang tua siswa di Wonogiri ragu-ragu menyekolahkan anak di SD negeri dan memilih sekolah swasta.

“Sewaktu saya masih menjadi kepala sekolah, ada orang tua yang memindahkan anaknya karena di SD saya waktu itu kurang guru. Sementara dari pemerintah, sekolah tidak boleh merekrut guru wiyata bakti,” ujar dia.

Ditambah lagi, ujar Mulyadi, sekolah yang memiliki segelintir siswa sangat kecil kemungkinan mendapatkan dana alokasi khusus untuk perbaikan sarana dan prasarana sekolah. Itu mengakibatkan kondisi sekolah terkesan tidak terawat. 

Kondisi berbeda dialami SD swasta termasuk di Wonogiri. Mulyadi membeberkan SD swasta memiliki keleluasaan untuk mengatur dan mengelola keuangan sekolah, termasuk menarik iuran orang tua siswa untuk operasional sekolah.

Mereka menambah atau mengurangi guru sesuai kebutuhan. Begitu juga bisa dengan mudah meningkatkan fasilitas pendidikan karena mempunyai kemandirian keuangan.

Sarana dan Prasarana

“Maka wajar kalau SD swasta di Wonogiri cenderung unggul secara prasarana dan bisa menyediakan berbagai program belajar. Tetapi sebenarnya, secara akademik SD negeri masih unggul. Hal itu bisa dilihat dari setiap kejuaraan siswa yang selalu menampilkan siswa SD negeri sebagai juaranya,” jelasnya.

Kepala SDN II Watugunung, Baturetno, Gito, mengungkapkan banyaknya SD negeri yang hanya mendapatkan sedikit siswa baru pada PPDB lebih disebabkan karena populasi anak di wilayah sekitar sekolah tersebut sedikit.

Hal itu juga terjadi di sekolahnya. Setiap tahun, jumlah siswa yang lulus maupun yang masuk mengalami penurunan. “Saya cek ke dusun-dusun, memang populasinya berkurang,” ujar dia. 

Namun demikian, Gito tidak memungkiri program-program yang ditawarkan SD swasta di Wonogiri itu menjadi faktor sekolah itu memiliki lebih banyak siswa dibandingkan SD negeri. Misalnya dengan menyediakan program-program belajar berbasis agama.

Oleh karena itu, SD negeri sebaiknya juga bisa membaca dan mengikuti kebutuhan orang tua. Gito menyampaikan sekolahnya pun kini memberikan kegiatan-kegiatan yang memiliki nilai-nilai keislaman. Setiap pagi, siswa diajak untuk membaca iqra.

“Selain itu, kami berupaya untuk tetap relevan dengan masyarakat. Warga di sekitar sekolah kerap kami libatkan di acara atau program-program sekolah. Dengan begitu, mereka juga ada rasa memiliki,” imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya