SOLOPOS.COM - Mobil Dinas Gibran Rakabuming Raka berpelat nomor AD 1 A masih terparkir di barat proyek viaduk Gilingan, Jumat (28/4/2023). (Solopos.com/Kurniawan)

Solopos.com, SOLO — Pengamat politik Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Agus Riewanto memberikan analisisnya terhadap kebiasaan atau gaya Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka, meninggalkan mobil dinasnya di tempat-tempat yang sedang bermasalah atau berkonflik.

“Saya apresiasi terhadap perhatian Mas Gibran atas permasalahan yang terjadi. Selama ini Solo dikenal destinasi untuk berlibur. Kalau ada permasalahan terkait destinasi yang ada, tentu itu memperburuk citra kota, dan bisa menurunkan pengunjung yang ke Solo. seperti Masjid Sheikh Zayed,” ujar dia, Jumat (28/4/2023).

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Agus menilai tindakan Gibran meninggalkan mobil dinas di tempat bermasalah merupakan tindakan simbolis atau sindiran. 

Gibran ingin mengatakan bahwa dirinya mengetahui permasalahan yang terjadi, merasa prihatin atau tidak suka, serta meminta agar permasalahan segera diakhiri. Pihak terkait harus segera menyikapinya.

“Itu menurut saya tindakan simbolis ya. Untuk mengatakan bahwa dia turut prihatin atas permasalahan yang terjadi. Dan tidak begitu lama, orang-orang yang terkait persoalan tersebut, siapa yang bertanggung jawab di kejadian itu, akan dipanggil Gibran diberi pengertian dan bisa jadi bakal diberi sanksi,” terang Agus.

Kebiasaan Gibran meninggalkan mobil dinas di daerah yang bermasalah merupakan ciri kepemimpinan yang orisinal dari dia. 

Dan dengan melakukan itu Gibran mampu menunjukkan dirinya mampu bersikap matang atau dewasa. “Kepemimpinan Gibran mencoba melihat persoalan itu tidak ingin grusa-grusu (tergesa-gesa),” ujar dia.

Dengan meninggalkan mobil dinas di tempat bermasalah, Agus melanjutkan, pesan Gibran sangat jelas. Dia ingin persoalan yang terjadi harus segera diselesaikan. 

Sebab Gibran telah tahu dan memberikan perhatian serius. Ditanya apakah tindakan Gibran efektif untuk menyelesaikan permasalahan, menurutnya, cukup efektif.

Sebab, dia menjelaskan, gaya komunikasi simbolis sudah lekat atau menjadi bagian hidup masyarakat Jawa.

“Itu cara orang Jawa untuk menyelesaikan masalah tersebut barangkali yang lebih disentuh soal perasannya. Dengan menaruh simbol kekuasaan di situ untuk menunjukan pemimpin sudah bertindak halus,” tutur dia.

Namun apabila menggunakan tindakan halus tersebut permasalahan tidak juga selesai, menurut Agus, Gibran sebagai pemimpin pasti memiliki mekanisme lebih lanjut.

“Itu cara pertama. Mungkin akan dilakukan cara-cara berikutnya. Itu cara preventif, simbolis kultural untuk memberi peringatan dini terhadap tindakan-tindakan begitu,” urai dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya