SOLOPOS.COM - Agrowisata dan Waterboom Telaga Kusuma di Desa Tunggulrejo, Kecamatan Jumantono, Karanganyar. Foto diambil Senin (2/1/2023). (Solopos.com/Indah Septiyaning Wardani)

Solopos.com, KARANGANYAR — Lambatnya perizinan alih fungsi tanah bengkok kerap menjadi momok bagi pemerintah desa dalam mengembangkan desa wisata.

Hal itu terungkap dalam public hearing Raperda Desa Wisata yang digelar DPRD Karanganyar di Ruang Paripurna setempat pada Kamis (20/7/2023). Public hearing diikuti sejumlah kepala desa, camat dan perwakilan organisasi pemerintah daerah (OPD) terkait.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Kades Segoro Gunung, Kecamatan Ngargoyoso, Tri Harjanto, mengungkapkan pengembangan wisata di wilayahnya kerap terhambat proses perizinan alih fungsi lahan milik pemerintah desa. Legalitas ini menjadi penting tatkala desa hendak mengembangkan kawasan wisata di sana.

“Jadi kami ini sering menuai masalah saat melakukan alih fungsi tanah bengkok untuk wisata. Masalahnya ada di perizinan yang lambat,” kata dia sembari berharap Raperda Desa Wisata bisa mengakomodasi permasalahan tersebut.

Masalah lain disampaikan Kades Dayu, Kecamatan Gondangrejo, Agus Susilo. Pengembangan desa wisata di Desa Dayu berbenturan dengan penetapan kawasan cagar budaya. Padahal Pemdes Dayu telah menyiapkan tanah kas desa seluas tujuh hektare (ha) untuk pengembangan wisata di sana.

Pemdes kemudian meminta rekomendasi ke Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran (BPSMPS), namun ternyata tidak diperbolehkan karena masuk kawasan cagar budaya. “Kami sudah siap untuk mengembangkan wisata di Desa Dayu. Tapi terhambat kawasan cagar budaya,” katanya.

Dia ingin permasalahan dalam pengembangan desa wisata ini bisa diselesaikan agar dampaknya bisa segera dirasakan warga setempat, terutama dari sektor perekonomian.

Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Karanganyar, Joko Pramono, mengatakan hasil hearing ini akan dimasukkan ke draf Raperda Desa Wisata. Dia mengakui Pemkab lamban mengantisipasi persoalan desa wisata yang berkembang pesat akhir-akhir ini. Khususnya masalah perizinan, peralihan hak fungsi lahan, maupun urusan negosiasi dengan pemilik wahana wisata.

Di beberapa kasus, para pelaku usaha wisata diiming-imingi janji regulasi akan diurus belakangan. “Jadi yang penting bangun dulu, urusan regulasi dipikir keri. Padahal nanti ujung-ujungnya jadi masalah bagi pelaku usaha,” kata dia.

Joko mengatakan Raperda Desa Wisata ini targetnya bisa mendongkrak perekonomian warga dan pendapatan desa. Apalagi desa-desa memiliki potensi yang bisa dikembangkan untuk wisata.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya