SOLOPOS.COM - Ilustrasi pengemis (Dok/JIBI)

Solopos.com, SOLO — Komisi IV DPRD Solo mengaku kewalahan mengatasi pengemis di Kota Bengawan. Berbagai upaya yang dilakukan Pemkot Solo tak mampu memberi efek jera atau mengubah mindset mereka. Komisi IV mewacanakan tentang adanya sanksi denda bagi warga yang memberi uang kepada pengemis.

Penegasan itu disampaikan Sekretaris Komisi IV DPRD Solo, Abdul Ghofar Ismail, saat ditemui Solopos.com di ruang kerjanya, Senin (9/12/2013). Menurut Ghofar, sapaan akrabnya, ada dua hal yang bisa dilakukan pemkot untuk mengentaskan pengemis. Pertama, pemkot tak sekadar melakukan razia terhadap pengemis tetapi juga menanamkan budaya malu kepada mereka, seperti yang terjadi di Manado. Kedua, masyarakat harus kompak untuk tidak memberi uang sepeser pun kepada para pengemis.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

“Di Manado ada budaya malu yang berkembang di masyarakat. Mereka malu jadi miskin, apalagi memiskinkan diri. Meskipun sebenarnya mereka miskin betul. Para pengemis ini bukan hanya miskin harta, tetapi juga miskin karakter. Mereka sudah dibina, dikarantina selama tujuh hari dan diberi pekerjaan. Setelah keluar, ya kembali lagi ke jalan jadi pengemis,” jelasnya.

Ghofar pernah mengantarkan Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Solo ke Tangerang beberapa waktu lalu. Pemkot Solo belajar tentang bagaimana penanganan pengemis di Tangerang. Puluhan pengemis di kota itu sempat terjaring sampai dua bus.

“Pengemis-pengemis itu sebagian besar dari Brebes. Jadi, Tangerang itu sempat mengembalikan pengemis ke Brebes. Tapi, beberapa waktu kemudian mereka kembali lagi mengemis di Tangerang. Persoalannya adalah karakter mereka, bukan ekonomi mereka,” tandasnya.

Soal kekompakan bagi masyarakat untuk tidak memberi uang kepada pengemis pernah dilakukan pemerintah di Jakarta. Menurut Ghofar, di Jakarta itu ada perda yang memuat tentang sanksi denda bagi masyarakat yang memberi uang kepada pengemis.

“Meskipun perda itu belum bisa dilaksanakan, minimal hal itu bisa menjadi wacana di Solo. Kuncinya sebenarnya pada kekompakan masyarakat. Sanksi itu diberikan agar masyarakat kompak. Hal itu bisa saja dilakukan di Solo dalam bentuk perda pula,” tegasnya.

Kebijakan regulasi, menurut Ghofar, sangat penting dilakukan untuk mengatasi pengemis, terutama dalam pendataan pengemis, gelandangan, dan orang terlantar (PGOT). Ghofar mengaku Komisi IV sebagai pengguna data tidak pernah mendapatkan data yang akurat. Data pengemis yang diberikan Dinsosnakertrans, kata dia, merupakan data hasil razia terhadap PGOT, bukan data riil dari laporan RT/RW.

“Mestinya ada pelimpahan wewenang kepada RT/RW dan kelurahan untuk melakukan pendataan itu. Termasuk dalam pendataan jumlah pengangguran. Selama ini pengangguran hanya didasarkan pada data jumlah pencari kartu kuning,” imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya