SOLOPOS.COM - Aparat kepolisian berbincang dengan pengurus Pimpinan Daerah Muhammadiyah Klaten serta keluarga almarhum Siyono, Selasa (12/4/2016). (Taufiq Sidik Prakoso/JIBI/Solopos/dok)

Penggerebekan Densus 88 yang berujung kematian Siyono terus bergulir. Suratmi melaporkan kematian Siyono ke Polres Klaten.

Solopos.com, KLATEN — Istri Siyono, Suratmi, didampingi keluarga serta Tim Pembela Kemanusiaan (TPK) melaporkan dugaan tindak pidana atas kematian Siyono. Laporan itu disampaikan ke Mapolres Klaten, Minggu (15/5/2016).

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Berdasarkan pantauan Solopos.com, keluarga Siyono yang tinggal di Dukuh Brengkungan, Desa Pogung, Cawas, Klaten, tiba di mapolres sekitar pukul 10.30 WIB. Mereka datang ke mapolres dikawal ratusan Kokam.

Keluarga Siyono yang ikut dalam pelaporan tersebut yakni Wagiyono, kakak Siyono; Marso, ayah Siyono, serta Suratmi, istri Siyono beserta anak-anaknya. Sekitar dua jam berada di Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polres Klaten, mereka meninggalkan mapolres.

Kuasa hukum sekaligus Koordinator Tim Pembela Kemanusiaan, Trisno Raharjo, mengatakan ada tiga laporan yang disampaikan ke mapolres. Ketiga laporan itu yakni dugaan tindak pidana pembunuhan atau tindak pidana penganiayaan yang menyebabkan kematian Siyono.

“Yang pertama terkait dugaan tindak pidana pembunuhan atau penganiayaan berat yang tidak terbatas pada mereka yang telah diputuskan oleh Komisi Etik Profesi Polri. Jadi, kami meminta semua diperiksa sampai yang memberikan perintah,” jelas Trisno saat ditemui seusai pelaporan.

Mereka juga melaporkan dugaan tindak pidana menghalang-halangi penegakan hukum dan autopsi terhadap jenazah Siyono. Dugaan itu dilakukan oleh dua polwan saat menyerahkan dua bungkusan tertutup yang berisi uang. Saat dibuka di Komnas HAM pada 11 April lalu, masing-masing bungkusan berisi uang senilai Rp100 juta.

“Saat menyerahkan dua bungkus uang itu dua orang diduga polwan meminta keluarga untuk mengikhlaskan. Padahal, keluarga ingin mencari keadilan, seharusnya itu dilayani. Inilah yang kami anggap sebagai proses menghalangi penegakan hukum,” katanya.

Selain dua hal itu, mereka juga melaporkan dugaan tindak pidana pelanggaran kewajiban dokter terhadap pasien yang dilakukan oleh salah satu dokter forensik. Dokter itu dinilai membuat surat keterangan tertanggal 11 Maret 2016 dalam sertifikat medis penyebab kematian.

“Dalam surat medis itu tidak ada keterangan yang jelas soal penyebab kematian almarhum,” urai dia.

Dari ketiga hal itu, baru dugaan tindak pidana pembunuhan atau tindak pidana penganiayaan yang diterima sebagai laporan. “Dua aduan kami kami masih ditindaklanjuti oleh kepolisian. Kami akan ikuti terus sampai ke meja hijau,” tegas Trisno.

Soal putusan Sidang Kode Etik dan Profesi Polri, Trisno menilai putusan kepada dua anggota Densus, AKBP T dan Ipda H tidak menyelesaikan persoalan secara utuh. Putusan sidang kode etik itu yakni keduanya didemosi dan tak lagi bertugas di Densus 88 Antiteror. “Kami menganggap kalau putusan seperti itu lebih pada perlindungan korps,” urai dia.

Sementara itu, istri Siyono, Suratmi, mengatakan sejak awal ada kejanggalan atas kematian suaminya. “Ada kejanggalan di jenazah suami saya. Makanya, saya menuntut ada bentuk keadilan hukum di Indonesia. Untuk harapan, biarlah hukum yang menetapkan,” katanya dengan mata berkaca-kaca.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya