Penghijauan Solo masih kurang dari sisi penyediaan ruang terbuka hijau.
Solopos.com, SOLO — Sejumlah inovasi penghijauan seperti pembuatan vertical garden, roof garden (taman atap), hingga bergola rambat tidak berdampak pada penambahan persentase ruang terbuka hijau (RTH) di Kota Solo. Terobosan tersebut dinilai tak dapat meningkatkan serapan air sehingga tak layak disebut RTH.
Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian
Pantauan Ketua Komisi II DPRD, Y.F. Sukasno, mengatakan tren pembuatan vertical garden dan sejenisnya positif sebagai alternatif penghijauan di perkotaan. Namun dia menyebut upaya itu tak berkontribusi terhadap penambahan RTH di tingkat kota. Diketahui, persentase RTH publik di Solo baru menyentuh sekitar 12% dari total luasan kota. Porsi ideal RTH publik yakni 20%. “Vertical garden tidak masuk kriteria RTH karena nihil fungsi serapan air ke tanah,” ujarnya saat ditemui wartawan di Gedung DPRD, akhir pekan lalu. Informasi yang dihimpun Espos, istilah vertical garden, roof garden dan sejenisnya tak dikenal dalam peraturan hukum. Dalam Perda No.1/2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Solo 2011-2031, RTH dimaknai ruang yang dimanfaatkan untuk tumbuh kembang vegetasi dan memunyai fungsi sebagai resapan air. Mengacu regulasi tersebut, Sukasno mendorong setiap pelaku usaha, pemerintahan maupun permukiman konsisten menerapkan syarat yang ditetapkan dalam penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
Pemkot mewajibkan RTH minimal 20% untuk bangunan publik. Adapun bangunan privat wajib mempunyai 10% RTH dari total luas lahan. “Saya lihat ada hotel baru di Purwosari yang tidak memenuhi RTH sesuai regulasi. Pemkot perlu rutin mengecek implementasinya,” kata Sukasno. Kabid Pengendalian Kerusakan Lingkungan Hidup dan Konservasi Sumber Daya Alam Badan Lingkungan Hidup (BLH) Solo, Luluk Nurhayati, mengakui RTH idealnya berwujud taman horizontal. Namun melihat padatnya permukiman dewasa ini, Luluk menilai pembuatan vertical garden logis untuk menyiasati pemenuhan ruang hijau. “Daripada tidak ada sama sekali,” ujarnya, Minggu (24/1/2016). Luluk menambahkan BLH selama ini berupaya mengarahkan program pembangunan berupa taman horizontal. BLH juga mendorong pembangunan taman ke depan benar-benar ramah lingkungan. “Cakupan soft scape [tanah, rumput atau resapan] minimal harus 70% dari total luas kawasan,” ucap dia.