SOLOPOS.COM - Ketua Asosiasi Pengembang Rumah Sederhana Sehat Nasional (Apernas) Soloraya, Budiono, saat memberikan sambutan pada kegiatan silaturahmi pengembang Soloraya di Solo, Rabu (15/6/2022). (Istimewa)

Solopos.com, SOLO — Sejumlah pengusaha properti di Soloraya merasa dirugikan dengan kebijakan lahan sawah yang dilindungi (LSD) yang keluarkan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).

Mereka menuding kebijakan ini ego sektoral, menghambat investasi, menabrak perda rencana tata ruang wilayah (RTRW).

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Tudingan ini disampaikan Ketua Asosiasi Pengembang Rumah Sederhana Sehat Nasional (Apernas) Soloraya, Budiono, saat dihubungi Solopos.com via Whatsapp, Jumat (17/6/2022). Ia  mengatakan kebijakan pemerintah harusnya mencerminkan good corporate governance dengan empat tahapan.

Pertama, partisipasi melibatkan pihak berkepentingan, yakni pemerintah, swasta, dan masyarakat. Tahapan harus melalui mekanisme yang jelas serta pengambilan keputusan tidak boleh sepihak.

Kedua, rule of law, yakni dalam penerbitan suat keputusan (SK) tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang ada, yakni Perda RTRW. Perda ini merupakan produk pemerintah daerah dan representasi otonomi daerah. Ketiga, transparansi. Keempat, mekanisme seharusnya dilakukan dengan benar.

Baca Juga: LSD Terbit, Paguyuban Pengembang Properti Klaten Resah

“Keputusan penentuan LSD dibuat tanpa melibatkan stakeholder, hanya mengambil gambar dari satelit. Ini anehnya, SK dibuat dan telah diberlakukan baru meminta masukan dan sinkronisasi yang berakibat menghambat investasi dan menimbulkan keresahan bagi pengembang,” katanya.

Harapan developer Soloraya, sambungnya, SK LSD dari Menteri ATR/BPN dicabut atau ditunda sampai adanya sinkronisasi dengan Perda RTRW kota/kabupaten.

Adapun LSD yang dimaksud tertuang dalam Keputusan Menteri ATR/BPN No 1589/SK-HK.02.1/XII/2021 tentang penetapan peta lahan sawah yang dilindungi pada kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, dan Nusa Tenggara Barat.

Sebelumnya, tudingan yang sama juga dilontarkan tiga asosiasi perumahan Soloraya kepada Kementerian ATR/BPN. Ketiga asosiasi itu yakni Apernas Soloraya, Real Estate Indonesia (REI) Jateng, dan Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Soloraya.

Baca Juga: 3 Asosiasi Perumahan di Soloraya Protes LSD, Begini Alasannya

Para anggota asosiasi ini telah membeli sejumlah lahan kering/kuning. Namun lahan tersebut tak bisa mereka alihfungsikan menjadi kawasan perumahan atau industri karena adanya LSD. LSD membuat lahan tersebut menjadi hijau atau lahan persawahan dan tidak bisa dikembangkan.

“LSD bertentangan dengan Perda RTRW [rencana tata ruang wilayah] yang disusun secara rapi melalui tahapan dari pemerintah daerah sampai pemerintah pusat,” kata Budiono, Senin (18/4/2022).

Menurut dia, properti merupakan sektor riil yang yang memiliki efek berganda terhadap 174 industri lain. Pertumbuhan ekonomi salah satunya didongkrak dari sektor properti.

Mengutip situs Kementerian ATR/BPN, telah ditetapkan peta LSD di delapan provinsi. Hal ini merupakan upaya dalam menjaga lahan sawah untuk mendukung ketahanan pangan nasional.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya