Soloraya
Sabtu, 19 Maret 2022 - 14:55 WIB

Perajin Demakan Sukoharjo Setia Bikin Genting Meski Penjualan Tersendat

Magdalena Naviriana Putri  /  Rohmah Ermawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panoto Susilo, 62, mencetak genting di rumahnya di Desa Demakan, Mojolaban, Sukoharjo, Sabtu (19/3/2022). (Solopos-Magdalena Naviriana Putri)

Solopos.com, SUKOHARJO — Penjualan genting bikinan perajin di Desa Demakan, Kecamatan Mojolaban, Sukoharjo, akhir-akhir ini tersendat sebab minimnya pengerjaan proyek pembangunan di masa pandemi Covid-19. Namun demikian, para perajin tetap memproduksi genting meski tak sebanyak pada masa-masa sebelum pandemi.

Perajin genting di Demakan, Sukoharjo, Kasimun, 58, mengaku dalam sehari bisa mencetak genting sejumlah 500 buah. Sedangkan dalam satu bulan dia dapat membakar sekitar 8.000 hingga 9.000 buah. “Sehari kalau nyetak saja ya, kalau sudah diselep [digiling] paling itu 500 [buah], tapi kalau jemur tergantung cuaca, kalau bakarnya itu sebulan sekali 8.000-9.000 buah,” terangnya, Sabtu (18/3/2022).

Advertisement

Kasimun mengaku mendapatkan tanah liat untuk bahan pembuatan genting dari Karanganyar, Menuran (Sukoharjo), serta lingkungan setempat. Lebih lanjut, dia mengakui penjualan gentingnya kini sedikit tersendat sebab minimnya pengerjaan proyek akhir-akhir ini.

Baca juga: Bucin Parah! Driver Ojol Ini Jual Genting Rumah Buat Modal Pacaran

Perajin genting di Demakan RT001/RW006, Mojolaban, Panoto Susilo, 62, ketika ditemui di rumahnya, Sabtu, menjelaskan untuk membuat genting membutuhkan waktu panjang. “Prosesnya dari pengolahan tanah [liat], nanti dicampurkan dengan padas, diselep [digiling] tanahnya, kemudian dicetak, dijemur dua kali, kemudian dibakar,” ujarnya.

Advertisement

Mengisi Waktu Luang

Menurut Panoto, pekerjaan itu tak bisa dilakukannya sendiri. Dia menjelaskan proses pengilingan tanah dan penjualan biasanya dilakukan oleh orang lain dan hal itu lumrah dilakukan di desanya. Dia menguraikan sebagian besar warga kampung itu masih melakoni pekerjaan yang berkaitan dengan genting, entah sebagai buruh penggiling tanah, pembuat genting, penyetor tanah, atau penjual genting jadi.

Panoto sendiri mengaku saat ini melakoni pekerjaan hanya untuk mengisi waktu luang, sehingga proses pembakaran yang biasa dia lakukan setiap bulan menjadi tiga bulan sekali. Namun demikian, pihaknya mengaku akan tetap melanjutkan pekerjaan itu hingga sudah tak mampu lagi.

Baca juga: Kerap Meluap & Picu Banjir Sukoharjo, Kali Langsur Perlu Normalisasi

Advertisement

“Sekarang soalnya semua dikerjakan sendiri, ya dikerjakan semampunya, sampai sudah tidak bisa lagi mengerjakan, kalau diturunkan [ke anak] sepertinya tidak,” kata bapak dua anak itu.

Perajin genting lainnya di Demakan, Rebo Sartowiyono, 70, menuturkan memilih melanjutkan pekerjaannya ketimbang harus melakoni pekerjaan lain. “Sehari pengilingan 8 pikap, dibantu dengan buruh dari warga setempat, dari 8 pikap itu biasanya jadi 5.000 hingga 8.000 cetakan kasar [genting], tergantung besar kecilnya genting,” katanya.

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif