SOLOPOS.COM - Ketua DPR, Puan Maharani, mengunjungi perajin gerabah di Dukuh Pagerjurang, Desa Melikan, Kecamatan Wedi, Klaten, Selasa (30/1/2024). (Solopos/Taufiq Sidik Prakoso)

Solopos.com, KLATEN — Ketua DPR, Puan Maharani, meminta agar kerajinan gerabah dengan teknik putaran miring yang unik di sentra industri gerabah Melikan, Wedi, Klaten, terus dilestarikan.

Hal itu disampaikan Puan saat melakukan kunjungan kerja ke salah satu tempat produksi gerabah yang sekaligus menjadi sekretariat Paguyuban Panjang Umur Hidup Kreatif di Dukuh Pagerjurang, Desa Melikan, Kecamatan Wedi, Klaten, Selasa (30/1/2024).

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Dalam kesempatan itu, para perajin sempat curhat soal kesulitan mencari bahan baku. Puan pun mengatakan segera mencarikan solusi.

Pantauan Solopos.com, Puan tiba di lokasi sentra kerajinan gerabah Melikan, Klaten, sekitar pukul 12.00 WIB. Dia datang didampingi Bupati Klaten, Sri Mulyani, serta sejumlah anggota DPR.

Tiba di lokasi, Puan langsung melihat proses pembuatan gerabah menggunakan teknik putaran miring. Selain itu, Puan melihat pembuatan gerabah dengan putaran tegak serta tungku pembakaran gerabah yang masih tradisional.

Puan juga sempat berbincang dengan salah satu perajin yang menyampaikan kondisi perajin saat ini mulai kekurangan stok bahan baku berupa tanah liat berkualitas.

Puan mengatakan kerajinan gerabah di Melikan, Klaten, masih dilakukan secara manual dan tradisional. Dia meminta agar kekhasan itu bisa dipertahankan dengan kualitas ditingkatkan.

Apalagi, teknik pembuatan gerabah dengan putaran miring sudah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda oleh Kemendikbudristek.

“Saya tetap mendukung dalam pelestarian kerajinan gerabah agar kemudian desainnya bisa lebih baik, pemasaran juga bisa lebih baik. Kemudian bagaimana nantinya insyaallah kami bisa bantu dalam hal permodalan,” kata Puan.

Disinggung keluhan perajin yang kondisi bahan baku berupa tanah liat mulai menipis, Puan mengatakan segera membantu untuk mencarikan solusi.

“Itu sudah kami tanyakan. Nanti kami bersama-sama mencari solusi. Tidak mungkin kemudian itu tidak dipikirkan dari sekarang karena tujuh tahun itu bukan waktu yang lama. Kalau tiba-tiba nanti sudah tidak ada bahan baku tentu jadi masalah baru. Makanya, tadi saya sudah bicara saya akan cari solusinya seperti apa,” kata Puan.

Teknik Putaran Miring yang Unik

Desa Melikan terutama Dukuh Pagerjurang sejak lama dikenal sebagai sentra industri gerabah. Keunikannya, produksi gerabah di kampung tersebut dilakukan menggunakan teknik putaran miring.

Teknik itu dilakukan para perajin terutama perempuan untuk membuat gerabah ukuran kecil dan sudah diwariskan secara turun temurun. Khusus di wilayah Melikan, ada 200-300 perajin gerabah.

Produk mereka beragam mulai dari cobek, piring, teko, pot, dan perabotan dan hiasan lainnya. Proses produksi gerabah masih secara tradisional mengandalkan keahlian tangan hingga tungku pembakaran konvensional.

Produk gerabah Melikan sudah dikenal hingga ke mancanegara. Namun, para perajin selama beberapa tahun terakhir mengalami kendala semakin menyusutnya bahan baku untuk memproduksi gerabah berkualitas.

Tanah liat yang digunakan tidak bisa sembarangan. Selama ini, mayoritas perajin mengandalkan tanah liat yang diambil dari tanah kas desa.

“Tetapi kondisinya lima hingga tujuh tahun ke depan akan habis,” kata Ketua Paguyuban Perajin Gerabah Melikan, Sukanta, saat ditemui wartawan.

Selama ini, para perajin berusaha agar bisa memanfaatkan potensi tanah liat dari perbukitan di dekat kampung mereka. Namun, lokasi tanah liat itu berada di tanah milik Perhutani.

“Harapan kami bisa simbiosis mutualisme. Gunung dibuat terasering kemudian dilakukan penanaman kembali atau reboisasi dan potensi tanah yang dikeruk untuk membuat terasering itu bisa dimanfaatkan perajin. Dengan cara itu, potensi bahan baku bisa tersedia untuk 40 tahun ke depan. Mudah-mudahan ini bisa diperjuangkan,” kata dia.

Ketua Paguyuban Panjang Umur Hidup Kreatif, Waris Sartono, mengatakan paguyuban berisi anak-anak muda di Melikan yang ingin melestarikan warisan leluhur mereka yakni produksi gerabah.

Paguyuban itu salah satu kegiatannya yakni menggerakkan wisata edukasi gerabah. Teknik putaran miring menjadi daya tarik lantaran sudah diwarisi perajin Melikan secara turun temurun dari nenek moyang mereka. Teknik tersebut sudah diakui Kemendikbud Ristek sebagai warisan budaya tak benda (WBTB).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya