SOLOPOS.COM - Pemasok pelat logam ke perajin Tumang, Fathul Mahally, saat menunjukkan lembaran logam di tokonya, Dukuh Tumang Kukuhan, Cepogo, Boyolali, Selasa (10/1/2023). Ia mengungkapkan kenaikan harga tembaga naik sekitar 50 persen dibandingkan semasa pandemi. (Solopos.com/Ni’matul Faizah).

Solopos.com, BOYOLALI – Harga pelat tembaga naik hampir 50 persen dibandingkan sebelum pandemi. Pelat tembaga impor dari Cina dengan ketebalan 0,6 milimeter (mm) dengan ukuran panjang dua meter dan lebar satu meter pada Selasa (10/1/2023) ini dihargai Rp1,85 juta per lembarnya.

Salah satu pemasok pelat tembaga asal Dukuh Tumang Kukuhan, Fathul Mahally, 41, mengungkapkan harga tembaga ketebalan 0,6 milimeter pada awal 2020 masih seharga Rp1,25 juta.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

“Kenaikannya sekitar 50 persen lah. Selain itu, ada tembaga Cina ketebalan 0,7 mm dipatok harga Rp2,25 juta per lembar, dulu Rp1,6 juta. Terus yang tembaga Eropa ketebalan 0,5 sekarang Rp1,75 juta, dulu Rp1,2 juta,” ujarnya saat berbincang dengan Solopos.com di tokonya, Selasa (10/1/2023).

Ia menyebutkan untuk tembaga dari Cina lebih mudah didapat dibandingkan dari Eropa. Sehingga, pelat tembaga dari Eropa lebih langka dan harganya meningkat.

Akan tetapi, pria 41 tahun tersebut tak tahu menahu mengapa pelat tembaga dari Eropa lebih sulit dicari.

“Saya kan ambil dari Surabaya, importirnya bilang kalau memang yang sudah PO [pre order/pesan dulu] saja tidak dapat,” kata dia.

Selanjutnya, Fathul mengungkapkan patokan harga tembaga berasal dari bursa London Metal Exchange (LME) di Inggris. Semenjak pandemi, ungkap dia, harga cenderung naik.

Ia mengungkapkan kenaikan angka LME dipengaruhi beberapa hal seperti faktor sosial, ekonomi, dan keamanan. Fathul menyebut, salah satu yang mempengaruhi tingginya harga logam adalah perang Rusia – Ukraina.

Fathul menceritakan semasa pandemi ia bisa menjual pelat logam senilai Rp100 juta per bulan. Jika dirata-rata harga pelat logam Rp1,25 juta, ia bisa menjual sekitar 80 pelat logam.

Kemudian seusai pandemi mereda ini, ia hanya bisa menjual pelat logam senilai Rp50 juta per bulan dengan harga rata-rata pelat Rp1,85 juta atau sekitar 27 pelat logam.

“Waktu zaman pandemi dulu, sebulan jual sepuluh saja sudah bagus,” ujarnya.

Turunnya pembelian pelat dari perajin logam Tumang, sebutnya, karena memang harganya yang tinggi. Sehingga pemesan kerajinan logam akan berpikir dua kali ketika akan membeli.

“Kalau zaman sekaran gini masih bertahan. Dibandingkan pandemi memang penjualan lebih bagus, tapi dibanding sebelum pandemi, jauh. Kalau jualan seperti ini kan enggak setiap hari laku karena pemakai terbatas, beda sama kebutuhan pokok,” ungkapnya.

Tak hanya itu, ia menilai masyarakat yang akan membeli kerajinan tembaga dan kuningan mencoba mengerem. Di tengah situasi ekonomi yang belum pulih sepenuhnya, jelas Fathul, masyarakat tentu lebih memilih memenuhi kebutuhan pokoknya.

“Waktu pandemi kami hanya bisa mengencangkan ikat pinggang, istilahnya pengeluaran agak ditekan karena ketika perajin enggak ada kerjaan kan imbasnya ke kami, jadi enggak laku,” ujar dia.

Bahan Baku Lokal

Fathul mengungkapkan sebenarnya bisa untuk tidak mengimpor bahan baku logam dari luar negeri. Akan tetapi, kadar kelunakan logam dari Cina dan Eropa dianggap lebih cocok digunakan perajin Tumang.

“Di sini perajin Tumang kan buatnya handmade, bukan seperti di pabrik. Kami pakai tenaga manusia. Ketika handmade otomatis dibutuhkan bahan bakunya yang lentur, enak dipukul. Nah, akhirnya bahan impor secara kriteria cocok untuk perajin Tumang karena pengelasannya enak,” kata dia.

Senada, Kepala Desa (Kades) Cepogo, Mawardi, mengungkapkan salah satu permasalahan yang dihadapi para perajin logam di desanya adalah tingginya harga bahan baku. Ketika harga bahan baku naik, lanjutnya, maka biaya produksi akan tinggi.

“Jadi semisal [perajin] sudah ambil MoU [Memorandum of Understanding] pada 2022, pada waktu itu semisal harga pelat logam masih Rp1 juta, kok ternyata pada 2023 sudah naik, kan jadi masalah,” ujar dia.

Lebih lanjut, Kades yang akrab dipanggil Dipo tersebut mengungkapkan telah ada edukasi hukum terkait MoU untuk mengurangi tingkat kerugian perajin logam di Tumang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya