SOLOPOS.COM - Adegan Penyaliban Yesus dalam Jalan Salib yang digelar jemaat Gereja Paroki Santo Yohanes Rasul Wonogiri di Gunung Gandul, Kelurahan Giriwono dan Giripurwo, Wonogiri, Jumat (14/4/2017). (Danur Lambang Pristiandaru/JIBI/Solopos)

Perayaan Paskah di Wonogiri dengan menghidupkan kembali Jalan Salib di Gunung Gandul.

Solopos.com, WONOGIRI — Dua serdadu Romawi menggelandang Yesus ke hadapan Gubernur Yudaea ke-5, Pontius Pilatus. Tatapan ganas penuh amarah terpancar dari massa yang membuntuti para serdadu tersebut.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Massa berteriak, menuntut Pilatus menjatuhkan hukuman salib kepada Yesus. Meski Pilatus tidak menemukan kesalahan di dalam diri Yesus, dia terpaksa tunduk pada tuntutan massa dengan menghukum mati Yesus di tiang salib.

“Ketahuilah bahwa ini merupakan keinginan kalian. Biarkan kalian yang akan menanggung dosa,” seru Pilatus kepada massa.

“Ya, kami ingin dia disalib. Biarkan kami yang menanggung dosa!” jawab massa dengan berteriak.

Yesus tersungkur saat tendangan dari seorang serdadu mendarat di tubuhnya. Dengan kasar, para serdadu menanggalkan pakaian yang melekat di tubuh Yesus. Mereka menggantinya dengan jubah ungu.

Dia meringis kesakitan saat seorang serdadu menyematkan mahkota berduri di kepala kepalanya. Hujatan dan makian tak henti keluar dari mulut massa. Para serdadu tak kalah kejamnya.

Pukulan demi pukulan dari berbagai benda mendarat di tubuh Yesus. Cemoohan massa semakin meledak saat Yesus menerima siksaan dari para serdadu. Tak lama, dia digelandang kembali menuju tempat penyiksaan pamungkas.

Tontonan tersebut merupakan salah satu adegan dalam teatrikal Jalan Salib yang digelar jemaat Gereja Paroki Santo Yohanes Rasul Wonogiri di Gunung Gandul, Kelurahan Giriwono dan Giripurwo, Wonogiri, Jumat (14/4/2017). Ratusan umat Katolik memadati panggung alam itu untuk beribadah sekaligus mengenang pengorbanan Yesus dalam balutan drama teatrikal.

Setelah teatrikal tersebut, 500 umat Katolik dibagi menjadi beberapa kelompok menuju tanah lapang di bawah puncak Gunung Gandul untuk melihat prosesi penyaliban Yesus. Mereka dipandu seorang prodakion.

Dalam perjalanan, mereka berhenti di setiap pemberhentian dan memanjatkan doa. Terdapat lima pemberhentian dalam perjalanan tersebut. Setiap pemberhentian merupakan kejadian demi kejadian yang dialami Yesus dalam proses penyaliban.

Mulai dari pemanggulan salib, kejatuhan, perjumpaan dengan Ibu, menghibur wanita menangis, hingga penyaliban di pemberhentian terakhir. Seorang Romo dari Keuskupan Agung Semarang, Romo Aldus Subiantara Putra Perdana, mengatakan Jalan Salib kali ini merupakan konsep baru yang mereka usung.

Tahun lalu, Jalan Salib menyajikan teatrikal di satu lokasi. Kemudian dilanjutkan adegan penyaliban Yesus di tanah lapang di bawah puncak Gunung Gandul.

“Konsep tahun ini merupakan jawaban atas evaluasi kami. Jumlah umat yang ikut tahun lalu sangat banyak sehingga kami tidak bisa mencakup mereka semua dalam bimbingan doa. Maka dari itu kami mencoba mengembalikan konsep Jalan Salib seperti tahun-tahun sebelumnya dengan beberapa modifikasi,” kata dia kepada wartawan, Jumat.

Romo Subi, sapaannya, menambahkan dengan kurangnya bimbingan doa, nilai rohani umat Katolik menjadi berkurang dan ada masukan mereka kurang menghayati Jalan Salib. “Akhirnya kami bagi berkelompok dengan dipandu satu prodakion sehingga mereka tidak sekadar berwisata, namun juga bisa berdoa,” sambung dia.

Dalam peringatan Paskah tahun ini, Romo Subi berharap umat Katolik kembali mengingat penderitaan Yesus melalui penyalibannya. “Melalui itu, kita diajak mengasihi sesama dan mau berkorban bagi yang membutuhkan,” tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya