SOLOPOS.COM - Ilustrasi perceraian (JIBI/Solopos/Dok.)

Perceraian Boyolali, cerai gugat dominasi perceraian di PA Boyolali.

Solopos.com, BOYOLALI—Pengadilan Agama (PA) Boyolali menerima laporan perkara perceraian sebanyak 1.104 kasus, sepanjang tahun ini.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Dari 1.104 laporan perkara, 787 laporan diantaranya adalah cerai gugat. Sementara, 317 kasus sisanya adalah cerai talak. Cerai gugat adalah perceraian yang diajukan oleh istri. Sementara cerai talak adalah suami yang mengajukan perceraian.

Dari 1.104 laporan itu, sudah ada 1.030 kasus perceraian yang diputus, hingga Agustus kemarin. Di antara 1.030 kasus perceraian yang diputus, 25 di antaranya adalah perceraian di kalangan pegawai negeri sipil (PNS).

Hakim Pengadilan Agama Boyolali, Ngatirin, menyampaikan kasus perceraian jarang sekali menunjukkan tren penurunan. Hampir setiap tahun, kasus perceraian selalu mengalami peningkatan. Tren ini tidak hanya di Boyolali, melainkan terjadi juga secara nasional.

“Di Boyolali, sebenarnya rata-rata kasus perceraian adalah 150 kasus per bulannya. Tetapi sepanjang tahun 2015 ini, laporan perkara khususnya perceraian selalu melebihi angka itu. Apalagi pada Agustus,  kami terima 196 kasus cerai baik gugat maupun talak,” kata Ngatirin, saat ditemui Solopos.com, di ruang kerjanya, Jumat (11/9/2015).

Ada beberapa faktor yang memicu tingginya kasus perceraian di Boyolali. Masalah ekonomi hanya faktor turunan dari munculnya gugatan perceraian. Dikaji secara mendalam, faktor utama perceraian adalah masalah moral.

“Kalau ekonominya kurang baik, atau pas-pasan, tetapi moral suami istri ini baik, sama-sama pengertian, saya kira tidak ada alasan untuk bercerai,” imbuh dia.

Data di Pengadilan Agama, suami atau istri yang meninggalkan kewajibannya tercatat sebagai faktor tertinggi penyebab perceraian. Ada 581 kasus perceraian yang dipicu faktor tersebut. Faktor berikutnya adalah terus menerus berselisih yang disebabkan tidak adanya keharmonisan dan gangguan pihak ketiga.

“Faktor kekerasan dalam rumah tangga [KDRT] ada tetapi jumlahnya sangat sedikit. Begitu pula faktor ketidakpuasan dalam hubungan seksual juga ada, tetapi relatif sangat sedikit.”

Ngatirin mengatakan setiap adanya laporan perkara perceraian, Pengadilan Agama akan berusaha memediasi terlebih dahulu kedua belah pihak. Tujuannya agar perceraian bisa dihindari.

“Dalam mediasi itu kami beri pengertian tentang solusi, dampak jangka panjang dari perceraian, dan sebagainya. Namun, kebanyakan mediasi itu selalu gagal.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya