SOLOPOS.COM - Dua baliho produk rokok di simpang empat Manahan Jl. Adisucipto Solo yang berjarak tak sampai 200 meter dari sekolah, yakni SMK Negeri 2 Solo, SMK Negeri 6 Solo, SMP Negeri 12 Solo, SMK Negeri 7 Solo dan SMK Negeri 5 Solo. Foto diambil Sabtu (28/10/2023). (Istimewa/Pemuda Penggerak)

Solopos.com, SOLO — Perda Nomor 9 Tahun 2019 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) telah disahkan di Kota Solo sejak 4 tahun lalu. Namun, implementasi beleid legal itu berjalan setengah hati. Utamanya aturan lingkungan sekolah maupun kawasan publik yang difokuskan untuk anak bebas dari rokok.

Belum lama ini, Pemuda Penggerak, sebuah komunitas pemuda yang peduli terhadap isu-isu perlindungan anak di Kota Solo, menggelar survei cepat yang menyasar 128 sekolah di 5 kecamatan di Solo, meliputi Banjarsari, Laweyan, Jebres, Pasar Kliwon, dan Serengan.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Selama sepekan, pada 2 – 9 Maret 2023, mereka mendapati 605 iklan dan promosi rokok berada dalam radius 200 meter dari lingkungan sekolah. 

Parahnya, temuan terbanyak justru berada di sekitar sekolah dasar (SD), yaitu sebanyak 192 titik, kemudian dekat pendidikan anak usia dini (PAUD) sebanyak 56 titik.

Selain itu, sebanyak 188 iklan dan promosi ditemukan di sekitar lingkungan SMP, 148 di sekitar SMA/SMK dan 21 di dekat yayasan/pondok pesantren.

Anggota Pemuda Penggerak, Nadia Sukmawati, mengatakan larangan iklan dan promosi rokok di lingkungan sekolah di Kota Solo juga telah diatur lebih detail dalam Perda Nomor 3 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Reklame. 

Pada bab VIII soal larangan, dijelaskan bahwa pemegang izin atau penyelenggara reklame dilarang untuk memasang iklan rokok pada kawasan tanpa rokok/atau jalan protokol. 

Larangan juga berlaku di kawasan sekolah radius 200 meter dari area keliling pagar sekolah. Serta dilarang memasang iklan minuman beralkohol.

“Artinya, berdasarkan hasil survei ini, ada dua pelanggaran perda, yakni Perda Nomor 9 Tahun 2019 tentang KTR dan Perda Nomor 3 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Reklame,” kata dia, kepada Solopos.com, Rabu (11/10/2023).

Nadia mengatakan pengiklan diduga sengaja memilih banyak memasang iklan di sekitar sekolah karena ingin memperkenalkan produknya ke anak-anak dengan gambar-gambar yang menarik. Hal ini memberikan gambaran fakta bahwa industri rokok menargetkan anak-anak.

Perda KTR di Solo Setengah Hati, Sekolah Masih Dikepung Iklan Rokok
Temuan iklan rokok di lingkungan sekolah dalam survei yang digelar Pemuda Penggerak dan Yayasan Kakak pada 2022. (Istimewa/Pemuda Penggerak)

Selain temuan iklan dan promosi rokok di sekitar lingkungan sekolah, Pemuda Penggerak juga mendapati banyaknya temuan puntung rokok di taman. Padahal, seharusnya ruang terbuka hijau itu bebas dari asap rokok seperti yang diatur dalam Perda Nomor 9 Tahun 2019 tentang KTR.

Pihaknya berupaya menggelar sosialisasi di ruang terbuka hijau dengan kegiatan tukar rokok dengan telur di Taman Jaya Wijaya dan Taman Monumen Banjarsari (Monjari), Sabtu (22/7/2023).

Kegiatan yang sekaligus dalam rangka memperingati Hari Anak Nasional 23 Juli 2023 mengambil tema No Smoking Zero Stunting. 

Anggota Pemuda Penggerak, Cikal Ardina Sari, mengatakan aksi tersebut menjadi penegas bahwa satu batang rokok bisa digantikan telur yang kaya protein sehingga meningkatkan gizi anak untuk bebas stunting. 

“Aksi tukar rokok dengan telur dan pungut puntung rokok dilakukan untuk mengedukasi masyarakat, terutama orang tua yang merokok bahwa dengan harga sebatang rokok, mereka sebenarnya bisa membeli makanan protein seperti telur yang dapat membantu menjaga kesehatan tubuh anak,” kata dia.

Upaya dilakukan mengingat data BPS 2021 menunjukkan jumlah konsumsi dan pengeluaran rokok merupakan belanja tertinggi kedua mengalahkan telur yang berada di peringkat keempat.

Dalam kegiatan itu, Pemuda Penggerak juga menggelar aksi memungut puntung rokok dan di Taman Jaya Wijaya ditemukan 322 puntung dan 11 bungkus rokok. Sedangkan di Taman Monjari ditemukan 513 puntung rokok dan 15 sampah bungkus rokok.

“Kami pernah mencoba mendekati mereka yang merokok (di taman) dan memang mereka enggak paham soal aturan Perda KTR itu. Kemudian saat mengobrol lebih lanjut, ada pula yang kurang pemahaman soal rokok. Mereka bahkan lebih mengutamakan beli rokok daripada beli protein untuk anaknya,” ungkap Cikal.

Kepala Satpol PP Kota Solo, Arif Darmawan mengatakan sejumlah kendala masih ditemui pasca pengesahan Perda KTR. 

“Kami sudah memasang spanduk larangan merokok di KTR, namun laporan kepada kami masih banyak temuan puntung rokok maupun bungkus rokok. Saat petugas di lokasi, pengunjung patuh, namun sesudah petugas pergi, ya, mereka mulai merokok lagi,” kata dia.

Arif mengatakan upaya persuasif sudah dilakukan dalam dua tahun masa sosialisasi, sudah saatnya Pemkot lebih tegas dalam penerapan aturan tersebut. Implementasi Perda bakal dilakukan lebih ketat pada tahun ini. 

Sanksi pidana disiapkan, di antaranya untuk yang merokok di KTR, perokoknya didenda Rp1 juta dan atau kurungan 3 bulan. 

Produksi rokok di KTR dikenai denda Rp50 juta dan atau kurungan 6 bulan, kemudian untuk pelanggaran pemasangan IPS (iklan, promosi, sponsor) di KTR dan menjual rokok pada anak di bawah dikenai denda Rp50 juta dan kurungan 6 bulan.

Ihwal pelanggaran reklame rokok yang berada di 200 meter dari lingkungan sekolah, pihaknya masih berkoordinasi dengan biro iklan. “Untuk yang tahun ini memang masih sisa lelang pada tahun lalu sebelum Perda Nomor 3 Tahun 2023 berlaku, nah, aturan baru diterapkan pada tahun depan. Dan memang titik tersebut (dekat dengan sekolah) tidak lagi dilelang untuk 2024,” ungkapnya.

Perda KTR di Solo Setengah Hati, Sekolah Masih Dikepung Iklan Rokok
Aksi pungut puntung rokok di Taman Monjari, Solo, belum lama ini. (Solopos.com/Istimewa/Pemuda Penggerak)

Anggota Komisi IV DPRD Kota Solo, Ginda Ferachtriawan, mengatakan implementasi KTR butuh kerja sama semua pihak. Ginda yang menjadi anggota pansus Perda KTR itu mengatakan ada lima kawasan absolut tanpa merokok  yakni tempat pendidikan, kesehatan, ibadah, angkutan umum, dan tempat bermain anak.

“Jadi batasannya sangat jelas kawasan yang sifatnya absolut hingga keluar dari pagarnya. Yang sifatnya tidak absolut, artinya boleh menyediakan tempat untuk merokok seperti tempat kerja dan tempat umum atau di tempat luar ruangan yang terbuka,” katanya.

Sekolah semua jenjang, sambungnya, termasuk kawasan absolut tanpa merokok. “Penanggungjawab kepatutan terhadap perda itu kepalanya, bisa kepala sekolah, rektor, harusnya dikomunikasikan, kita ajak mereka ke tempat pendidikan untuk berkolaborasi mengenai Perda KTR itu, termasuk pemasangan sign dilarang merokok dan seterusnya. Seharusnya segera dilakukan,” jelas Ginda.

Ihwal IPS yang berada di dalam radius 200 meter dari lingkungan sekolah, ia mengakui hal tersebut memang masih jamak ditemukan. 

“Mungkin karena IPS itu menjadi kelengkapan warung yang jual rokok. Kondisinya warung tersebut sudah ada jauh sebelum Perda Nomor 3 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Reklame disahkan,” ucapnya.

Kendati begitu, Ginda menyebut sejumlah kelurahan mulai menerapkan kedua Perda itu salah satunya dengan melarang warung menjual rokok kepada anak-anak.

Warung diimbau tidak melayani penjualan rokok untuk anak-anak, meski rokok itu tidak untuk anak itu atau diminta membelikan orang tua atau keluarga yang lebih tua.

“Kesadaran masyarakat memang belum sama frekuensinya sehingga timbul perbedaan. Misalnya guru merokok di luar jam belajar karena menganggap sudah tidak ada anak-anak, padahal ‘kan sebenarnya jam berapapun, kawasan sekolah absolut tanpa merokok,” ucapnya.

Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka, mengakui iklan rokok memang menjadi ganjalan Solo meraih ketegori Kota Layak Anak (KLA). Saat ini Solo berada di peringkat Utama, atau setingkat di bawah KLA.



Perinciannya, kategori KLA, kategori Utama, kategori Nindya, kategori Madya, dan kategori Pratama. Tahun ini adalah kali keenam Solo meraih penghargaan KLA tingkat Utama.

“Nanti akan kami tindaklanjuti,” kata dia, sembari berjalan tergesa menuju mobil dinasnya, Jumat (3/11/2023) siang.

Gibran menyebut penghargaan KLA tingkat Utama tak bisa dibilang gagal. “Enggak gagal lagi, tidak gagal lagi. Nanti kami tindak lanjuti lagi. Kami akan koordinasikan dengan dinas terkait, ya. Kita enggak pernah gagal, jangan disalahpersepsikan,” ujar Gibran.

Ketersediaan kawasan yang bebas dari rokok, masuk dalam Indikator 17, Kluster III Kota/Kabupaten Layak Anak (KLA), yakni Tersedia Kawasan Tanpa Rokok dan Tidak Ada Iklan, Promosi, dan Sponsor Rokok.

Realisasi Pendapatan Reklame Rokok oleh Mariyana Ricky PD

Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Solo, Tulus Widajat, mengatakan seiring diterbitkannya Perda Kota Solo Nomor 3 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Reklame pihaknya berupaya berburu potensi baru dari reklame jenis lain.

Reklame rokok menyumbang pada rentang 10-15 persen Pendapatan Asli Daerah (PAD) berdasarkan data pada 2020, 2021, dan 2022, sehingga, potensi loss (kerugian) terhadap jenis-jenis iklan tersebut berada pada rentang itu.

“Ya, (potensi PAD) loss di rentang itu. Padahal, reklame rokok biasanya memiliki nilai tinggi karena perusahaan rokok berani bayar mahal dan jangka waktunya lama. Lokasinya juga di titik strategis yang kadang berada pada radius 200 meter dari sekolah,” jelasnya, Jumat (3/11/2023).

Hal itu berimbas pada peserta lelang reklame yang digelar Pemkot Solo beberapa waktu lalu. Sejumlah pengiklan rokok memilih mundur karena titik strategis yang diburunya hilang dari daftar, mengingat lokasinya yang dekat dengan lembaga pendidikan. 



Koordinator Paguyuban Advertising Soloraya, Qoyim, membenarkan hal tersebut. “Iklan rokok itu nilainya besar, mereka juga berani memasang untuk jangka waktu panjang, misalnya setahun gitu, kalau jenis lain paling sebulan. Lokasinya juga pilih strategis yang tak jarang dekat dengan sekolah,” jelasnya, dihubungi Solopos.com, Jumat (3/11/2023).

Pihaknya mengaku sudah berkoordinasi dengan seluruh biro yang menerima iklan rokok untuk lebih selektif lokasi-lokasi mana saja yang bisa melanggar Perda Nomor 3 Tahun 2023 Penyelenggaraan Reklame.

Ia menyebut perusahaan rokok biasanya tak mau melanggar aturan sehingga mereka mengerti dan mau menerima apabila ditawari lokasi lain tanpa perlu menabrak Perda.

“Perusahaan rokok sendiri ‘kan sudah punya formula atau konsep agar tak melanggar aturan, baik aturan pusat maupun daerah. Kami dan perusahaan rokok saling paham ada aturan yang harus ditepati saat memasang reklame,” ungkap Qoyim.

Dampak aturan tersebut, sambungnya, sejumlah biro iklan yang kerap melayani reklame rokok tak ikut lelang yang digelar Pemkot beberapa waktu lalu. Jumlah peserta disebut tak mencapai target. 

“Hanya sedikit yang ikut (lelang), karena memang dampaknya cukup signifikan karena adanya aturan ini. Solo ini ‘kan kecil, jadi banyak titik yang jadi larangan. Mereka pengin pasang di sini, misalnya, ternyata melanggar aturan, akhirnya batal pasang,” ucap Qoyim.

Untuk menggaet pengiklan, pihaknya menggunakan dua cara, yakni menawarkan langsung atau perusahaan rokok sendiri yang menghubungi biro pengiklan. “Kalau perusahaan rokok yang menghubungi dan mereka minta titik yang dekat dengan sekolah, kami tawarkan lokasi lain (sesuai aturan Perda), ya, biasanya begitu,” tandasnya.





Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya