SOLOPOS.COM - Deputi Bidang Operasi Pencarian dan Pertolongan, dan Kesiapsiagaan Basarnas, Laksamana Pertama Ribut Eko Suyanto saat mengunjungi Pos Bersama Perbatasan Solo-Sukoharjo di Pajang Kecamatan Laweyan, Solo, pada Rabu (26/4/2023). (Solopos.com/Magdalena Naviriana Putri)

Solopos.com, SUKOHARJO Tanggal 26 April diperingati sebagai Hari Kesiapsiagaan Bencana (HKB). Pada tahun ini, HKB diperingati dengan mengusung tema Siap Untuk Selamat dengan sub tema Tingkatkan Ketangguhan Desa, Kurangi Risiko Bencana. Sementara itu Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sukoharjo berupaya agar semua desa di Kabupaten Jamu menjadi Desa Tangguh Bencana (Destana).

Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) meminta pemimpin daerah harus mengetahui karakteristik geografis daerahnya. Dengan begitu, mereka bisa mengantisipasi potensi bencana yang mungkin timbul.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Hal itu disampaikan Deputi Bidang Operasi Pencarian dan Pertolongan dan Kesiapsiagaan Basarnas, Laksamana Pertama Ribut Eko Suyanto, dalam kunjungannya ke Pospam Bersama Kelurahan Pajang di perbatasan Sukoharjo-Solo atau di sekitar Tugu Lilin Pajang, Rabu (26/4/2023).

“Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan pemerintah daerah (pemda) harus sudah mengantisipasi titik bencana di mana. Demikian juga Kementerian Dalam Negeri mengerahkan pemimpin daerah untuk lebih mengetahui karakteristik geografi daerah masing-masing,” jelasnya saat ditemui seusai mengunjungi Pospam tersebut.

Dia mengatakan masing-masing pemda harus memetakan, menyusun, dan mengetahui lokasi daerah potensi rawan. Rawan yang dimaksud yakni rawan transportasi hingga bencana alam. Hal itu perlu dilakukan karena masing-masing daerah harus menyusun rencana kontijensi kebencanaan.

“Dokumen inilah bekal untuk menyusun rencana kebutuhan anggaran setiap tahunnya. Dengan mengetahui ancaman bencana ini kita bisa mengantisipasi dan menghitung berapa kebutuhan biayanya. Manakala bencana terjadi kita sudah tidak pusing dan pemerintah daerah sudah punya anggarannya,” jelasnya.

Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sukoharjo, Ariyanto Mulyatmojo, mengaku telah berupaya menindaklanjuti surat Kemendagri. Dia meminta kepala organisasi perangkat daerah, camat dan lainnya untuk membunyikan sirine, kentongan, atau tanda-tanda kebencanaan lain yang sudah disepakati saat terjadi bencana.

“Kami juga sampaikan kalau memungkinkan di masing-masing OPD mengadakan simulasi atau minimal mengedukasi masyarakat agar mereka mengetahui titik evakuasi berada di mana jika terjadi bencana. Kami tadi juga mengadakan simulasi gempa,” jelasnya.

Dia mengatakan bencana yang paling sering terjadi di Sukoharjo di antaranya angin puting beliung, banjir, hingga tanah longsor. Dia memastikan sebagian besar sukarelawan rata-rata sudah teredukasi meski ada beberapa yang belum mengikuti pelatihan. Ke depan pihaknya berencana mengadakan kegiatan semacam simulasi dan pelatihan kebencanaan bagi masyarakat Sukoharjo secara menyeluruh.

Ke depan desa-desa diharapkan memiliki kegiatan antisipasi kebencanaan dan bisa menjadi Desa Tangguh Bencana (Destana). Saat ini jumlah Destana di Sukoharjo baru ada 12 dari total 167 desa. Sebanyak 12 destana itu tersebar di Weru, Baki, Mojolaban, Grogol dan Polokarto. Ke depan pihaknya akan berkolaborasi dengan desa-desa lain agar seluruh desa terbentuk Destana.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya