SOLOPOS.COM - Kirab budaya Festival Jambu di Desa Pranan, Polokarto, Sukoharjo, Minggu (4/9/2022). (Solopos/Magdalena Naviriana Putri)

Solopos.com, SUKOHARJO — Desa Pranan, Kecamatan Polokarto, Sukoharjo, sudah lama menjadi penghasil buah jambu yang hasil panennya dijual ke berbagai daerah di Jawa. Kini, pemerintah desa setempat tengah berupaya mem-branding desa tersebut menjadi Desa Wisata Jambu.

Berdasarkan informasi yang dihimpun Solopos.com, Desa Pranan melewati perjalanan panjang hingga menjadi desa penghasil jambu. Awal mulanya di Dukuh Menggah RT004/RW004, ada seorang warga bernama Sumarni yang memiliki pohon jambu air.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Dari satu pohon milik Sumarni itu kemudian dicangkok oleh warga hingga ditanam di seluruh wilayah desa. “Ini cikal bakalnya, pemilik jambu pertama dan diusahakan [dijual] di tempat ini [rumahnya],” jelas Kepala Desa Pranan, Sarjanto, Minggu (4/9/2022).

Di halaman rumah itu, lanjut Sarjanto, saat ini masih ada dua pohon yang dulu digunakan untuk cangkok dan diperbanyak hingga akhirnya meluas ke seluruh desa. “Rumahnya almarhum Bapak Waluyo atau suami Ibu Sumarni,” terang Sarjanto.

Desa Pranan di Kecamatan Polokarto, Sukoharjo, kini dikenal dengan desa penghasil jambu air. Hampir setiap hari warga mengirimkan 5 ton jambu ke berbagai daerah seperti Soloraya, Surabaya, Jakarta, Semarang, dan beberapa kota lain di Pulau Jawa.

Baca Juga: Ngontel Bronjong Separuh, Tradisi Desa Jambu di Sukoharjo yang Mulai Luntur

“Kalau keluar dari Pulau Jawa kami belum tahu bagaimana membuat kemasan yang baik agar tidak busuk. Ini [jambu air] kan kulitnya sangat tipis. Paling hanya bisa sampai Jakarta, Surabaya,” katanya.

Biasanya dalam satu tahun warga Desa Pranan hanya bisa memanen hasil tanamnya maksimal empat kali. Namun tahun ini mereka bisa panen hingga lima kali.

“Alhamdulilah dengan cuaca seperti ini Pranan bisa panen lima kali untuk tahun ini. Itu luar biasa, biasanya hanya tiga sampai empat kali panen. Sekarang ini saja sudah berbuah lagi,” ujarnya.

Harga Turun

Sementara itu, Sumarni yang kini berusia 69 mengatakan telah 48 tahun melakoni usahanya di desa penghasil jambu air di Sukoharjo.

Baca Juga: Pawai Rasa Demo, Intip Keseruan Iring-Iringan Bronjong Hias di Pranan Sukoharjo

“Di sini kali pertama kurang lebih sekitar tahun 1974. Sudah 30 tahun lebih itu [pohon jambu] dari bapak saya di Balong, Polokarto lalu dicangkok suami saya dibawa ke sini. Lalu suami saya ke sini menjual dan diedarkan lagi,” jelas ibu empat anak itu.

Dia mengatakan harga jual jambu air saat ini dibandingkan sebelumnya tentu berbeda. Hal itu mengingat banyaknya penjual jambu yang saat ini ada di desanya.

“Menjualnya di rumah saja, dulu dibeli sama bakul [tengkulak]. Dulu awal sekitar Rp11.000-Rp12.000/kilogram dari saya. Sekarang paling Rp8.000-Rp9.000/kilogram saking banyaknya yang jual,” katanya.

Baca Juga: Pre-Event Festival Jambu, Warga Pranan Sukoharjo Pawai Pakai Bronjong Hias

Sumarni mengaku kini tinggal punya 13 pohon jambu air. Padahal dulu ia memiliki lebih dari 20 pohon jambu namun harus ditebang untuk pembuatan rumah anaknya di belakang rumah miliknya.

Sumarni mengatakan pendapatannya dari menjual jambu air cukup menguntungkan. Ia berharap usahanya itu akan diteruskan oleh anak-anaknya kelak.

“Selain jambu juga bertani. Tiap satu tahun empat kali panen, satu kali panen bisa 3 ton. Kalau sekali panen paling tidak [mendapat penghasilan sekitar] Rp15 juta-Rp16 juta,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya