SOLOPOS.COM - Pekerja dari PT Widoro Kandang sebagai kontraktor proyek pengerukan Waduk Brambang, Wonokerso, Kecamatan Kedawung mengendarai sepeda motor menuju backhoe di sisi barat waduk, Jumat (28/9/2012).(Foto: Ivan Andimuhtarom)

Pekerja dari PT Widoro Kandang sebagai kontraktor proyek pengerukan Waduk Brambang, Wonokerso, Kecamatan Kedawung mengendarai sepeda motor menuju backhoe di sisi barat waduk, Jumat (28/9/2012).(Foto: Ivan Andimuhtarom)

SRAGEN–Pengerukan tanah Waduk Botok, Brambang dan Gembong di Kabupaten Sragen yang dikerjakan PT Widoro Kandang akan berakhir 10 Oktober mendatang. Kontraktor mengklaim telah melakukan pekerjaannya secara profesional, termasuk dalam memanajemen pengerukan tanah.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Mandor proyek, Suyono Wijoyo, 50, ketika ditemui solopos.com, Jumat (28/9/2012) di warung makan Banyu Mili, mengatakan pemborong tidak menjual tanah kepada warga sekitar. Tetapi kata dia, warga yang ingin mendapatkan tanah kerukan waduk harus mengajukan proposal permohonan tanah terlebih dahulu.

Ia menilai akhir-akhir ini terjadi gejolak di masyarakat karena mereka tidak memakai proposal sehingga bisa dikatakan mengambil tanah secara liar. Ia juga mengatakan, warga Mojokerto, Kedawung yang protes atas kebijakan kontraktor terjadi karena ada kecemburuan antara warga yang punya uang untuk membeli tanah dengan warga yang tidak punya uang untuk membeli tanah.

“Jarak Waduk Botok dengan Mojokerto itu kan sekitar empat kilometer. Jadi wajar kalau ada tambahan biaya kirim ke sana. Apalagi ada pemesan yang rumahnya masuk kampung. Kalau warga Mojokerto membeli, tanah itu berarti bukan dari proyek alias dijual sopir secara langsung. Kalau mereka pakai proposal, nanti kontraktor bisa mengkoordinasi pengiriman,” papar Suyono.Ia menambahkan, terdapat lebih dari 25 truk pengangkut tanah yang beroperasi. Uang Rp10.000-Rp20.000 yang disetorkan sopir truk kepada para mandor adalah sesuatu yang lumrah. Mandor, kata dia, tidak mematok besaran uang yang harus disetorkan oleh sopir.

“Kami ini bekerja secara profesional. Kemarin kami mengirim 30.000 meter kubik tanah kerukan waduk Brambang ke tanah kas Desa Wonokerso, Kedawung. Kami harus menyediakan air agar debu tidak beterbangan di sekitar lokasi waduk. Padahal alokasi pembelian air tidak masuk dalam Rencana Anggaran Belanja (RAB) proyek. Kami juga memberi bantuan tanah senilai Rp400 juta kepada warga RT 023 dan RT 027-03. Sebelumnya mereka telah membuat proposal pada kami,” tandas Suyono.

Kades Mojokerto, Sunarto, 31, ketika ditemui Solopos.com di kediamannya, Jumat (28/9), menyanggah pernyataan Suyono. Menurutnya, warga Mojokerto telah mengajukan proposal sejak proyek mulai berjalan. Ia mempertanyakan besarnya biaya pengiriman tanah kepada warganya.
“Setelah warga melapor kepada saya, Selasa (25/9/2012), saya menghubungi Pak Sugimin selaku pimpinan tertinggi. Tetapi paginya malah Suyono yang datang. Dia bukannya membahas masalah mahalnya tarif, tetapi ngelantur kesana kemari. Kami masih menunggu respon yang baik dari pak Sugimin,” ungkap Sunarto.

Sementara itu, Kepala Urusan Kesejahteraan (Kaur Kesra) Desa Mojodoyong, Kecamatan Kedawung, Yarno, 57, ketika dihubungi solopos.com, Jumat, mengatakan dirinya tak mendapat potongan harga dari sopir meski jarak rumahnya di RT 027, Dukuh Cungul, Mojodoyong, tak jauh dari lokasi pengerukan Waduk Botok.

“Dulu pernah pesan tanah dengan harga Rp400.000. Saya minta kurang Rp20.000, tetapi enggak dikasih. Ya terpaksa saya bayar penuh,” kata Yarno.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya