SOLOPOS.COM - Sejumlah anak-anak mengikuti lomba permainan lato-lato di Solo Grand Mall, Solo, Minggu (8/1/2023). (Solopos/Putut Hartanto)

Solopos.com, SOLO — Mainan lato-lato yang berasal dari Amerika Serikat dan sempat populer tahun 1990-an di Indonesia kembali menjadi tren belakangan ini. Mainan itu punya efek positif maupun negatif bagi anak-anak. 

Psikolog dan akademisi Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Mas Said Surakarta, Ahmad Saifudin, membeberkan pendapatnya mengenai alasan di balik banyaknya anak-anak memainkan mainan lawas yang ngetren lagi itu.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

“Pertama, fenomena lato-lato menggambarkan FOMO [Fear of Missing Out] yaitu kondisi kejiwaan individu yang tidak ingin ketinggalan tren tertentu,” katanya saat diwawancarai Solopos.com, Jumat (13/1/2023).

FOMO merupakan istilah dalam dunia psikologi yang mengidentifikasikan kegelisahan seseorang akibat rasa takut tertinggal atau terlewat dengan momen yang dialami orang lain, dalam hal ini mainan lato-lato.

Banyak anak-anak yang memainkan permainan tersebut karena mengikuti tren. Selain itu, menurut Saif, muncul dorongan anak untuk menjadi eksis dan menunjukkan dirinya di antara komunitasnya atau teman sebaya.

Tidak mengherankan jika kemudian muncul perlombaan atau kompetisi lato-lato di sejumlah daerah, seperti Solo, Boyolali, dan Karanganyar.

“Selain itu, dampak dari FOMO ini yaitu munculnya dorongan eksistensi yang tinggi. Supaya tidak dianggap ketinggalan dan tetap eksis, maka individu memainkan lato-lato,” kata Siaf.

Meski demikian, Saif menambahkan ada efek positif dari mainan lato-lato. Mainan yang tergolong tradisional itu bisa mengalihkan perhatian anak-anak dari gadget. Terlebih kebanyakan anak-anak memainkanya bergerombol bersama teman sebayanya.

Bahkan dia berpendapat mainan tersebut bisa menjadi salah satu solusi anak yang kecanduan gadget. Hasil survei dari KPAI tahun 2020 tentang Pemenuhan Hak dan Perlindungan Anak pada Masa Pandemi Covid 19 menunjukan delapan dari 10 anak diperbolehkan orang tuanya menggunakan gadget di luar kepentingan belajar. 

Masih dalam survei yang sama, lebih dari separuh anak atau 56 persen anak bermain game online. Sedangkan kebanyakan anak-anak tersebut sudah memegang gadget sendiri. Hal ini bisa berpotensi membuat anak menjadi kecanduan.

“Permainan lato-lato ini bisa menjadi satu solusi dari kecanduan internet atau HP. Anak-anak menjadi bisa bermain dengan teman-temannya, sehingga tidak menggunakan HP, serta bisa belajar interaksi sosial,” kata Saif.

Meski begitu, dia juga memaparkan dampak negatif dari mainan lato-lato tersebut. Dosen Psikologi tersebut mengingatkan risiko lato-lato yang bisa saja melukai badan pemainnya.

“Namun, di sisi lain, lato-lato secara fisik dianggap berbahaya karena risikonya tinggi, misalkan jika bolanya pecah atau lepas dari tali,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya