Soloraya
Rabu, 21 April 2021 - 16:45 WIB

Pernikahan Dini di Sukoharjo Melonjak, Apa Penyebabnya?

R Bony Eko Wicaksono  /  Ahmad Baihaqi  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi pernikahan dini (JIBI/Solopos/Antara-blogammar.com)

Solopos.com, SUKOHARJO – Pernikahan dini di Sukoharjo melonjak tajam akibat pandemi Covid-19. Hingga akhir 2020, ada 203 kasus pernikahan dini yang disebabkan beragam faktor seperti kondisi ekonomi hingga dampak negatif gadget.

Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPKBP3A) Sukoharjo mencatat jumlah kasus pernikahan dini pada 2019 atau sebelum munculnya pandemi Covid-19 sebanyak 77 kasus.

Advertisement

“Kasus pernikahan dini atau perkawinan anak meningkat signifikan pada masa pandemi Covid-19. Pada 2020, ada 203 kasus perkawinan anak. Sedangkan tahun sebelumnya hanya 77 kasus,” kata Kepala DPPKBP3A Sukoharjo, Proboningsih Dwi Danarti, saat ditemui Solopos.com di kantornya, Rabu (21/4/2021).

Baca Juga: Bingung Mau Makan Apa? Ini 5 Kuliner Malam di Solo yang Cocok Buat Sahur

Advertisement

Baca Juga: Bingung Mau Makan Apa? Ini 5 Kuliner Malam di Solo yang Cocok Buat Sahur

Wanita yang akrab disapa Probo ini menyampaikan tingginya pernikahan usia dini bisa terlihat dari banyaknya permintaan dispensasi nikah di Pengadilan Agama (PA) Sukoharjo. Sesuai UU No 16/2019 menyebutkan batas usia minimal menikah bagi perempuan dan laki-laki dinaikkan menjadi 19 tahun.

Sebelumnya, dispensasi nikah diberikan bagi perempuan yang usianya di bawah 16 tahun dan laki-laki di bawah 19 tahun. Pandemi Covid-19 yang muncul sejak akhir Maret 2020 berpengaruh terhadap lonjakan kasus perkawinan anak.

Advertisement

Probo menyebut sejak munculnya pandemi Covid-19, seluruh sekolah ditutup. Para siswa menerapkan metode pembelajaran jarak jauh (PJJ) di rumah. Anak cenderung menghabiskan waktu dengan bermain gadget di rumah. Bisa jadi, mereka terpapar konten pornografi yang diakses lewat gadget.

Pandemi Covid-19 juga mengakibatkan penurunan kondisi ekonomi dan daya beli masyarakat. Penurunan kondisi ekonomi dan terhambatnya bantuan untuk keluarga memperbesar potensi anak perempuan menjadi istri sebelum beranjak dewasa.

“Terus terang, saya miris terhadap kasus perkawinan anak yang meningkat. Pernikahan dini memiliki banyak risiko baik dari aspek kesehatan fisik maupun mental. Organ reproduksinya belum matang dan secara mental belum siap menghadapi berbagai persoalan rumah tangga,” ujar dia.

Advertisement

Baca Juga: PSSI Antisipasi Suhu Panas Jelang Derbi Indonesia di Final Piala Menpora

Risiko lainnya, lanjut Probo, perkawinan anak meningkatkan kasus perceraian dan menghambat program-program strategis pemerintah sepeti wajib belajar 12 tahun, keluarga berencana, pengentasan kemiskinan dan kesejahteraan anak.

Kepala Bidang (Kabid) Perlindungan Anak DPPKBP3A Sukoharjo, Sunarto, menyatakan pemerintah tengah menggaungkan program Jo Kawin Bocah yang diluncurkan oleh Pemprov Jawa Tengah pada 2020. Program ini bertujuan menekan kasus perkawinan anak dengan meningkatkan kemampuan masyarakat dalam melakukan pemenuhan hak dan perlindungan anak. Ke depan, lanjut dia, pemerintah bakal menggandeng stakeholder untuk menyosialisasikan program tersebut.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif