SOLOPOS.COM - Ilustrasi loro blonyo yang menggambarkan pernikahan adat Jawa. (vikingword.com)

Ilustrasi loro blonyo yang menggambarkan pernikahan adat Jawa. Belakangan ini semakin banyak dilakukan pernikahan dengan mempelai perempuan hamil duluan.  (vikingword.com)

Ilustrasi loro blonyo yang menggambarkan pernikahan adat Jawa. Belakangan ini semakin banyak dilakukan pernikahan dengan mempelai perempuan hamil duluan. (vikingword.com)

Solopos.com, SOLO — Pergaulan bebas yang menggejala hampir di semua tempat membuat masa depan anak-anak terancam. Kantor Urusan Agama dan Pengadilan Agama di sejumlah wilayah Soloraya mencatat fenomena memprihatinkan, yaitu terus meningkatnya jumlah pasangan yang melakukan pernikahan dini akibat si perempuan hamil duluan.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Fenomena itu, menjadi topik bahasan utama Laporan Khusus Harian Umum Solopos, Senin (29/7/2013). Terkait berita investigasi itu, wartawan Solopos belum lama ini berhasil menjumpai Lara [bukan nama sebenarnya] yang usianya baru menginjak 16 tahun. Namun, remaja asal Wonogiri Kota itu telah memiliki dua orang anak dari ayah berbeda. Ayah dari anak pertamanya tak diketahui. Begitu pun dengan anaknya yang kedua, juga masih samar identitas ayah biologisnya.

“Katanya sih, pria yang menghamili akan mengawini. Tapi, sampai sekarang juga enggak tahu. Padahal, sudah mengantongi surat dispensasi dari pengadilan agama,” ujar Siti Muslimah, salah seorang pendamping Lara dari LSM Masyarakat Wonogiri Peduli Perempuan dan Anak (MWPPA), Kamis (25/7/2013).

Sejak awal, Muslimah memang cukup aktif mendampingi Lara, anak yang menjadi korban perkosaan teman-temannya akibat pergaulan bebasnya itu. Lara melahirkan anak pertamanya ketika usianya masih 13 tahun. Dua tahun berikutnya, anak keduanya menyusul. Kini, Lara tak lagi sekolah. Masa depannya terancam suram. Anak-anaknya pun tanpa akta dan rawan masalah sosial. “Pertemanan dia [Lara] memang cukup banyak. Terutama dari akun Facebooknya,” jelasnya.  

Kisah luka Lara sebenarnya tak hanya menimpa dirinya. Puluhan bahkan ratusan anak-anak seperti Lara juga banyak ditemukan. Mereka adalah anak-anak di bawah umur yang telah mengandung janin di dalam perutnya sebelum menikah. Ada yang karena dinodai teman-temannya, pergaulan bebas, bujuk rayu pacar, hingga ulah bejat paman, tetangga, atau bahkan ayahnya sendiri.

“Nah, untuk kasus hamil karena ulah pacarnya, kebanyakan dinikahkan. Namun, karena masih di bawah umur, mereka meminta surat dispensasi kepada kami,” ujar Djumanah, Panitera Pengadilan Agama (PA) Wonogiri sambil menerangkan batas usia anak-anak bagi perempuan dan laki-laki ialah 16 tahun dan 19 tahun.

Tahun 2010 lalu, jumlah dispensasi yang dikeluarkan PA Wonogiri mencapai 52 surat. Tahun-tahun berikutnya naik menjadi 76 surat dan 72 surat. Untuk triwulan 2013 ini saja, PA Wonogiri telah mengeluarkan 25 surat. “Biasanya dua bulan setelah Tahun Baru dan Lebaran, pemohon dispensasi meningkat,” jelas mantan pejabat PA Klaten ini.

Surat dispensasi memang potret anomali anak-anak remaja sekarang. Seperti gunung es, gejala yang biasa disebut married by accident (MBA) itu memang tak lagi terbendung jumlahnya. Sayangnya, sebagian besar masyarakat masih menganggap perkawinan tersebut sebagai pilihan terbaik untuk menutup aib. Bahkan, tak jarang aparat desa setempat turut memfasilitasi perkawinan anak-anak di bawah umur itu sampai urusan administrasinya.

“Padahal, pernikahan ini sangat rentan kerawanan sosial, KDRT [kekerasan dalam rumah tangga], hingga penelantaran anak-anaknya,” ujar Ririn Riadiningsih, full timer pada Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2) Wonogiri.

Lalu apa solusinya? Baca di sini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya