SOLOPOS.COM - Kartu BPJS Kesehatan/JKN-KIS. (Solopos-Rohmah Ermawati)

Solopos.com, SOLO — Badan Perlindungan Konsumen Nasional Republik Indonesia (BPKN-RI) meminta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menyusun petunjuk mengantisipasi dampak pelaksanaan program kelas rawat inap standar (KRIS) bagi peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

BPJS Kesehatan berencana menjalankan program KRIS bagi peserta JKN. Pada awal 2022, penerapan KRIS masuk tahap mempersiapkan peraturan. Di tahun yang sama, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) mulai melakukan uji coba bersama Kementerian Kesehatan dan BPJS Kesehatan.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Kemudian pada 2023, KRIS JKN bakal mulai diterapkan di rumah sakit umum daerah (RSUD) dan rumah sakit swasta. Atas dasar itulah, BPKN-RI menggelar analisis dan kajian mengenai perlindungan konsumen terkait perubahan skema layanan BPJS Kesehatan menjadi KRIS.

Baca Juga : BPJS Jadi Syarat Urus Sertifikat Tanah, Ini Kata BPN Jateng

BPKN mengunjungi Bogor dan Solo guna merangkum masukan dan memotret kondisi sebenarnya di lapangan. Koordinator Komisi Komunikasi dan Edukasi BKPN-RI, Arief Safari, mengatakan perubahan skema layanan bakal berdampak pada iuran yang dibayarkan.

Penggolongan berdasarkan kelas, yakni 1, 2, dan 3 yang saat ini berlaku akan hilang. Apabila sebelumnya seseorang terdaftar pada kelas 3 non penerima bantuan iuran (PBI) maka ia harus naik kelas untuk mendapatkan layanan KRIS. Nantinya setiap kamar dalam KRIS maksimal terisi empat tempat tidur.

“Biasanya kelas 3 itu satu kamar terisi 5-6 tempat tidur. Artinya harus ada kenaikan kelas yang diduga akan ada kenaikan tarif. Padahal saat ini saja mereka sudah kesulitan membayar, tunggakannya tinggi,” kata dia seusai menggelar diskusi terbatas di Dinas Kesehatan Kota (DKK) Solo, Kamis (24/2/2022) sore.

Baca Juga : Pemerintah Klaim Syarat BPJS Kesehatan Tak Persulit Jual Beli Tanah

“Belum lagi kondisi satu kamar 5-6 tempat tidur saja mereka masih harus menunggu antrean. Kalau ternyata satu kamar dimaksimalkan hanya empat tidur tentu antreannya juga lebih panjang,” imbuh dia.

Kedua kondisi itulah yang menjadi temuan BKPN-RI. Tim BKPN berharap segera dicarikan solusi. Arief meminta BPJS Kesehatan mampu menyusun roadmap mengantisipasi kondisi tersebut.

Misalnya, katanya, memberikan keleluasaan bagi rumah sakit memberikan layanan apa adanya yang disesuaikan kemampuan mereka. “Mereka kan harus renovasi ruangan, menambah tempat tidur, dan sebagainya. Kalau RSUD kan bisa dibantu APBD sedangkan RS swasta dari mana dananya. Makanya harus ada pertimbangan agar KRIS bisa dijalankan dengan baik karena sejatinya kami mendukung KRIS diberlakukan,” ucap Arief.

Baca Juga : Catat! Ini 21 Pelayanan dan Penyakit Tidak Ditanggung BPJS Kesehatan

Dia menyebut berdasarkan validasi kondisi di Bogor dan Solo, pihaknya mendapati hal yang hampir sama. Waktu tunggu untuk rawat inap bagi kelas 3 masih panjang. Selain itu kekhawatiran gangguan pelayanan saat KRIS diberlakukan. Pertimbangannya adalah standar yang harus disediakan.

“Misalnya, standar tempat tidur tiga engkol yang digunakan. Padahal di RSUD saja, tempat tidur tiga engkol jumlahnya hanya 10 persen dari total. Kemudian, masukan dari RS swasta, yakni iuran biaya. Konsumen diperbolehkan memilih kenaikan kelas sesuai kemampuan.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya