Soloraya
Kamis, 21 Januari 2016 - 13:00 WIB

PERTANIAN KLATEN : Beralih Fungsi, Areal Pertanian di Klaten Menyusut 43,5 Ha/Tahun

Redaksi Solopos.com  /  Rohmah Ermawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi pupuk bersubsidi (JIBI/Solopos/dok)

Pertanian Klaten didera masalah alih fungsi lahan yang mencapai 43,5 ha/tahun.

Solopos.com, KLATEN –Penyusutan areal pertanian di Klaten dalam satu dekade terakhir dipastikan mencapai 463,9 hektare. Penyusutan tersebut disebabkan alih fungsi lahan dari pertanian ke nonpertanian. Rata-rata penyusutan areal pertanian di Klaten dalam satu tahun berkisar 43,5 hektare.

Advertisement

Berdasarkan data yang dihimpun di Dinas Pertanian (Dispertan) Klaten, alih fungsi lahan di Kota Bersinar lebih banyak diarahkan untuk pengembangan perumahan, industri, perusahaan, dan jasa.

Alih fungsi terluas dalam satu dekade terakhir terjadi tahun 2013, yakni mencapai 113,2 hektare. Jumlah tersebut terdiri dari 44,8 hektare untuk perumahan; 31,1 hektare untuk industri; dan 37,1 hektare untuk kebutuhan jasa. Dilihat dari lokasinya, alih fungsi paling banyak terjadi di areal pertanian di sepanjang Jl. Solo-Jogja.

“Alih fungsi ini memang diperbolehkan. Hal itu sesuai dengan Undang-Undang (UU) No. 41/2009 tentang Perlindungan Lahan Pangan Berkelanjutan dan Perda No. 11/2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Jadi, semuanya sudah berdasarkan peraturan yang berlaku,” kata Kepala Bidang (Kabid) Tanaman Pangan dan Hortikultura Dispertan Klaten, Joko Siswanto, di ruang kerjanya, Rabu (20/1/2016).

Advertisement

Joko Siswanto mengatakan alih fungsi lahan yang berlangsung di Klaten ditujukan untuk mendukung iklim investasi. Alih fungsi di Kota Bersinar dipastikan tak akan mengganggu ketahanan pangan.

“Kami sudah memiliki luas areal pertanian yang tidak bisa diotak-atik lagi, yakni seluas 32.451 hektare. Sementara, jumlah areal pertanian di Klaten mencapai 33.450 hektare. Kami sampaikan lagi, alih fungsi di Klaten sudah memenuhi ketentuan dan tidak mengganggu pangan di Klaten,” katanya.

Hal senada dijelaskan Kepala Seksi (Kasi) Perlindungan Tanaman dan Rehabilitasi Lahan (PTRL) Dispertan Klaten, Iwan Kurniawan. Mekanisme pengajuan alih fungsi lahan sudah diatur dalam UU dan Perda.

Advertisement

“Mekanisme pengalihan fungsi dari lahan basah menjadi kering itu dimulai dengan pengajuan warga ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) Klaten. Kalau hasil survei menyatakan bisa dialihfungsikan, tanah tersebut bisa alih fungsi. Begitu juga sebaliknya [BPN berhak menolak pengajuan alih fungsi ketika lahan yang akan dialihfungsikan termasuk lahan lestari]. Data yang kami miliki ini juga berasal dari BPN,” katanya.

Disinggung tentang ada tidaknya pembukaan lahan pertanian atau optimalisasi pertanian, Iwan Kurniawan mengatakan di Klaten tidak ada kegiatan tersebut.

“Alih fungsi itu semata-mata untuk mendukung pengembangan investasi dan penataan permukiman. Ini memang dibutuhkan disamping tetap mempertahankan lahan pertanian. Sehingga, alih fungsi harus diatur. Lahan pertanian yang banyak mengalami alih fungsi biasanya berada di lokasi strategis, seperti di Ceper, Gantiwarno, Jogonalan, Delanggu, Karanganom, dan beberapa lokasi strategis lainnya” kata dia.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif