SOLOPOS.COM - Ilustrasi tanaman cabai. (JIBI/Harian Jogja/Wahyu Darmawan)

Pertanian Klaten ini terkait tanaman palawija yang terlalu banyak digenangi air.

Solopos.com, KLATEN -Sejumlah petani palawija di Ceper, Klaten merugi seiring tingginya curah hujan awal Februari lalu. Jumlah kerugian petani Ceper selama musim penghujan ditaksir mencapai jutaan rupiah.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Salah satu petani palawija Ceper, Ambar Suseno, 54, jenis tanaman palawija yang ditanam didominasi tanaman cabai. Luas areal pertaniannya hampir mencapai 2.000 meter persegi.

Tingginya curah hujan dalam beberapa hari terakhir mengakibatkan biaya produksi pertanian naik cukup signifikan.

“Tingginya curah hujan menyebabkan areal sawah saya tergenang air. Padahal, tanaman palawija tidak boleh banyak air agar tidak bacek. Sudah dua hari ini, saya harus menyedot genangan air dengan mesin diesel. Biaya operasionalnya senilai Rp60.000 per hari [hanya untuk membeli bensin],” katanya di areal pertaniannya di Ceper, Jumat (5/2/2016).

Ambar Suseno mengatakan tanaman cabainya sudah memasuki masa panen saat ini. Tinggiya curah hujan memengaruhi pertumbuhan cabai.

“Biasanya total pendapatan selama menanam cabai bisa mencapai Rp8 juta [selama delapan bulan]. Saat ini belum mencapai angka itu. Di tengah jalan, justru memperoleh cobaan, yakni tergenangnya areal sawah,” katanya.

Hal senada dijelaskan petani palawija Ceper lainnya, Satoan, 72. Selain dihadapkan tingginya curah hujan, petani palawija juga dipusingnya merosotnya harga jual palawija.

Harga cabai per kilogram saat sekarang senilai Rp13.000. Padahal, satu pekan lalu harganya masih Rp20.000 per kilogram.

“Saya pribadi tak kaget dengan hasil ini. Saya menyadari, menanam palawija di musim penghujan itu penuh risiko. Kalau tidak untung, ya buntung. Biaya produksi yang saya keluarkan hingga jutaan rupiah belum bisa kembali saat ini,” katanya.

Berdasarkan data yang dihimpun , areal pertanian di Klaten kurang lebih mencapai 32.451 hektare. Dari jumlah tersebut, 10.000 hektare areal pertanian ditanami tanaman palawija oleh petani Klaten. Sisanya, ditanami tanaman padi oleh petani.

“Luasan 10.000 hektare tanaman palawija itu hanya terjadi di musim tanam (MT) I. Kalau MT II, biasanya lebih sedikit dari MT I [banyak petani yang memilih menanam tanaman padi],” kata Kepala Bidang (Kabid) Tanaman Pangan dan Hortikultura Dispertan Klaten, Joko Siswanto.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya