SOLOPOS.COM - Para perwakilan dari MUI, ormas keagamaan, dan pimpinan ponpes mengikuti forum dengar pendapat raperda pesantren dan madrasah di aula DPRD Sragen, Selasa (12/9/2023). (Solopos.com/Tri Rahayu)

Solopos.com, SRAGEN — Pesantren dan madrasah di Kabupaten Sragen bakal mendapatkan 5%-10% dari pendapatan asli daerah (PAD) yang totalnya Rp361 miliar per tahun. Dana tersebut diprioritas untuk insentif para pengajar pesantren dan madrasah.

Penjelasan itu diungkapkan Wakil Ketua Pansus Raperda Penyelenggaraan Pesantren dan Madrasah DPRD Sragen, Fathurrohman, Kamis (14/9/2023). Porsi anggaran itu muncul setelah Pansus melakukan dengar pendapat dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI), organisasi kemasyarakatan (ormas), pimpinan pondok pesantren (ponpes), dan Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Sragen di DPRD Sragen, Selasa (12/9/2023) lalu.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Para pimpinan ponpes dan ormas keagamaan menginginkan adanya alokasi anggaran seperti anggaran pendidikan yang sebesar 20% dari APBD.

“Porsi anggaran untuk pesantren dan madrasah itu antara 5%-10% dari PAD dengan syarat dan ketentuan berlaku. PAD setiap tahunnya sekitar Rp361 miliar. Untuk teknis pelaksanaannya nanti perlu mendata jumlah pesantren dan madrasah di Sragen dulu. Setelah diketahui maka diketahui pula jumlah pengajarnya. Jadi porsi anggaran itu diprioritaskan untuk pengajarnya,” jelas Fathurrohman.

Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu mengatakan insentif itu sebagai penghargaan bagi pengajar madrasah dan ponpes. Mereka selama ini sebenarnya sudah mendapat insentif, tetapi nilainya kecil, hanya Rp50.000 per bulan.

Rencananya, insentif dari dana PAD itu akan diberikan dengan cara dirapel tiga bulan atau enam bulan. “Dengan adanya porsi persentase dari PAD itu maka nilai insentif ini akan lebih besar. Anggaran itu juga bisa digunakan untuk pembangunan fasilitas fisik dan penunjang lainnya, seperti membeli mebel. Tetapi harus ada standardisasi dulu,” jelasnya.

Lebih Fathurrohman menilai pesantren dan madrasah selama ini lebih mandiri. Dengan adanya alokasi dana ini, maka pemerintah hadir di tengah-tengah mereka. Di Sragen, kata dia, hanya ada 50 ponpes. Sementara madrasah nonformal mencapai 150 unit.

“Kami sengaja mengangkat madrasah diniyah sebagai pembeda dengan daerah lain. Di sejumlah daerah yang kami kunjungi saat studi banding itu masih berkutat untuk pesantrennya dan belum menyentuh madrasah. Sragen menyentuh madrasah karena jumlahnya lebih banyak daripada pesantren,” jelasnya.

Dia berharap satu bulan ke depan raperda ini selesai dan tinggal menunggu tindak lanjut Pemkab.

Ketua PCNU Sragen, K.H. Sriyanto, mengkritisi pasal dalam raperda tersebut yang mengatur tentang lembaga madrasah formal dan nonformal. Kedua lembaga ini, menurutnya harus dipisahkan. Dia melihat raperda ini justru membebani pesantren yang sebelumnya berjalan mandiri. Demi kemandirian pesantren, dia berharap ada fleksibilitas bagi pengelola untuk menyesuaikan pesantren dengan perkembangan yang terjadi.

Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Sragen, K.H. Ali Rosyidi, mengapresiasi adanya raperda ini. Namun dia menyarankan supaya raperda disusun lebih cermat agar tidak ada tumpang tindih aturan.

“Masukan kami akan kami sampaikan tersendiri. Esensi dan semangat raperda bagus karena ingin mengakomodasi pesantren dan madrasah,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya