SOLOPOS.COM - Pengunjung saat berwisata petik melon di green house milik Paguyuban Tunggal Rabuk di Kragilan, Mojosongo, Boyolali, beberapa waktu lalu. (Istimewa/Paguyuban Tunggal Rabuk)

Solopos.com Stories

Solopos.com, BOYOLALI — Usaha pertanian urban farming berkembang pesat di wilayah Kecamatan Mojosongo, Boyolali. Metode pertanian itu diyakini bisa menjadi daya tarik bagi anak-anak muda untuk terjun ke dunia pertanian sebagai petani muda.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Berdasarkan data Sensus Pertanian (ST) 2023, ada 69 rumah tangga usaha pertanian (RTUP) dan usaha pertanian perorangan (UTP) urban farming di Boyolali. Dari jumlah itu, terbanyak ada di Kecamatan Mojosongo dengan jumlah 15 RTUP dan UTP urban farming.

Kecamatan Simo berada di urutan kedua jumlah RTUP dan UTP urban farming terbanyak yakni 11, Kecamatan Nogosari ada delapan, Kecamatan Musuk, Cepogo, serta Boyolali masing-masing lima.

Lalu Kecamatan Sawit dan Banyudono masing-masing empat, di Kecamatan Ampel ada tiga, Kecamatan Andong, Ngeplak, dan Teras masing-masing dua, dan terakhir Kecamatan Wonosegoro, Sambi, dan Gladagsari masing-masing satu urban farming.

Dalam buklet hasil pencacahan ST 2023 tahap I Badan Pusat Statistik (BPS) Boyolali tertanggal 4 Desember 2023, dijelaskan urban farming menjadi salah satu solusi mengurangi ketergantungan sumber pangan kawasan perkotaan ke kawasan perdesaan.

Selain itu juga membantu pengendalian inflasi, mengembangkan ekonomi lokal, efisiensi biaya transportasi, meningkatkan partisipasi masyarakat/komunitas, dan meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan.

Beberapa aktivitas yang tergolong urban farming dalam ST 2023 seperti usaha budi daya tanaman sayuran di taman kota, kota, atap bangunan, atau dalam ruang tertutup seperti rumah kaca. Kegiatan yang dilakukan pada urban farming selain budi daya tanaman, dapat juga berupa usaha peternakan.

Regenerasi Petani

Di sisi lain, urban farming dianggap bisa menjadi daya tarik bagi generasi muda untuk terjun menjadi petani dan mengatasi masalah regenerasi petani yang lambat. Seperti yang dilakukan petani urban farming di Dukuh Pisah dan Gondang, Desa Kragilan, Kecamatan Mojosongo, Boyolali.

Para petani urban farming di wilayah itu bahkan sudah membentuk Paguyuban Tunggal Rabuk yang fokusnya memproduksi pupuk organik. Paguyuban ini terbentuk pada akhir Agustus 2023 dan produk pupuknya sudah dipasarkan ke Wonosobo.

urban farming boyolali
Anggota Paguyuban Tunggal Rabuk membuat pupuk organik dari kotoran hewan di Kragilan, Mojosongo, Boyolali, Selasa (26/12/2023). (Solopos/Ni’matul Faizah)

Salah satu petani urban farming asal Dukuh Pisah, Kragilan, Mojosongo, Wisnu Tri Guritno, 42, menjadi ketua paguyuban tersebut. Ia yang seorang pegawai bank mengawali bertani urban farming ketika pulang ke kampung halaman di Boyolali seusai pandemi Covid-19.

Ia melihat potensi urban farming di sekitar rumahnya dan mulai dengan membuat dua green house untuk menanam melon. Tanaman tersebut ia beri air dengan irigasi tetes. Beberapa tanaman ia tanam dengan polybag.

“Walaupun di Kragilan ada ladang, sengaja saya menanam di dekat rumah karena ini sebagai contoh bagi teman-teman muda. Mereka kan malas ke ladang karena jauh, nah ini di samping rumah tidak perlu jalan kaki jauh,” kata dia saat berbincang dengan Solopos.com, Selasa (26/12/2023).

Ia mengungkapkan sudah beberapa kali memanen melon premium yang ia tanam. Terakhir, ia panen pada November 2023. Wisnu mengatakan melon premium hasil panennya ia jual Rp20.000 per kilogram (kg). Harga tersebut, tutur dia, lebih murah dibanding pasaran melon dengan kualitas sama yang mencapai Rp35.000-Rp40.000 per kg.

Wisnu mengatakan meski ditanam secara urban farming, kadar kemanisan melonnya mencapai 16 brix, lebih dari cukup untuk melon premium. Ia memiliki kepuasan tersendiri karena bisa memanen buah yang ia pelihara dari awal.

Ide Awal Pembuatan Pupuk Organik

“Pemasarannya, pembeli yang datang langsung ke sini. Mereka bisa memetik buah sendiri, jadi ada sensasinya beli buah tapi petik sendiri. Terus mereka buat story di media sosial, itu jadi promosi gratis,” kata dia.

Ongkos produksi tanam melon itu juga bisa ditekan karena pupuknya menggunakan pupuk organik produksi sendiri. Ide pembuatan pupuk itu berawal saat ronda malam. Sambil mengobrol bersama ketua RT setempat dan seorang kawan lainnya, muncul ide untuk belajar pembuatan pupuk organik.

Kemudian, ia dan para pemuda sekitar rumahnya belajar membuat pupuk organik di Bandungan, Semarang. Akhir Agustus 2023, berdirilah Paguyuban Tunggal Rabuk yang beranggotakan 10 orang di mana delapan orang di antaranya berusia di bawah 40 tahun, bahkan didominasi usia di bawah 30 tahun.

Tidak semua anggota paguyuban itu adalah petani murni. Sebagian memiliki pekerjaan utama sebagai pegawai bank, pegawai pabrik, peternak, dan sebagainya.

urban farming boyolali
Anggota Paguyuban Tunggal Rabuk merawat tanaman di kebun percontohan di Kragilan, Mojosongo, Boyolali, Selasa (26/12/2023). (Solopos/Ni’matul Faizah)

Ia berharap gerakan urban farming di Kragilan, Mojosongo, Boyolali, itu dapat menumbuhkan petani-petani muda di sekitar tempat tinggalnya. Dengan teknologi urban farming dan pengolahan pupuk organik dapat membawa branding bertani itu keren di kalangan anak muda.

Setiap malam kelompok petani yang didominasi kalangan milenial tersebut beraktivitas mengolah pupuk organik dari kotoran sapi dan kambing. Lalu, sepekan sekali, puluhan karung pupuk organik produksi Paguyuban Tunggal Rabuk diambil oleh distributor PT Telaga Berkah Digdaya untuk dikirim ke Wonosobo.

Harga pupuknya juga jauh lebih murah yaitu hanya Rp22.000 per karung 25 kilogram. Harga itu lebih murah dibanding pupuk urea di pasaran yang mencapai Rp350.000 per karung 50 kilogram.

“Jadi selain pupuknya kami jual, kami juga pakai untuk kebutuhan kami. Lalu, kebun urban farming di kelompok kami baru satu, punya saya itu jadi percontohan. Namun, nantinya akan berkembang ke anggota kami yang lain,” kata dia.

Belajar Banyak Ilmu Pertanian

Salah satu anggota Paguyuban Tunggal Rabuk, Echsan Dwi Nugroho, 28, mengaku bersyukur bisa bergabung dengan paguyuban tersebut. Ia sebelumnya hanya bertani dan beternak konvensional lalu beralih ke pertanian modern.

Di paguyuban, ia memperoleh ilmu-ilmu pertanian dan peternakan modern dan dapat diaplikasikan. Echsan juga senang mendapat ilmu pembuatan pupuk organik dari kotoran sapi atau kambing di tempatnya.

“Saya tertarik belajar pertama karena saya mendukung pergerakan Mas Wisnu dan Pak RT untuk mengembangkan kreativitas pemuda di Dukuh Pisah-Gondang. Dengan adanya ini, para pemuda di Pisah-Gondang bisa lebih baik, sekaligus membantu masyarakat sekitar,” kata dia.

Ia juga berminat mengembangkan urban farming di halaman rumahnya. Echsan saat ini sedang menyiapkan lahan di halaman rumahnya untuk menanam cabai secara urban farming.

Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian (Dispertan) Boyolali, Joko Suhartono, menyambut baik adanya 69 usaha urban farming di Kota Susu. “Kondisi ini cukup bagus, karena minat masyarakat perkotaan Boyolali berusaha di bidang pertanian cukup baik dengan memanfaatkan keterbatasan lahan yang ada,” kata dia, Rabu (27/12/2023).

Joko mengatakan urban farming semakin diminati masyarakat karena dengan lahan terbatas dapat berusaha pertanian secara produktif. Ia mengungkapkan biasanya komoditas yang diusahakan berupa tanaman sayuran dan dapat diintegrasikan dengan ikan dan ternak.

urban farming boyolali
Pengunjung saat berwisata petik melon di green house milik Paguyuban Tunggal Rabuk di Kragilan, Mojosongo, Boyolali, beberapa waktu lalu. (Istimewa/Paguyuban Tunggal Rabuk)

Joko menilai pemanfaatan pekarangan membuat keluarga perkotaan dapat memenuhi pangan sendiri dan berpotensi menghasilkan pendapatan. “Urban farming dapat menjadi upaya regenerasi petani karena sebagian besar pelaku usaha urban farming adalah petani milenial,” kata dia.

Ia menyebut berdasarkan data Sistem Informasi Penyuluhan Pertanian (Simluhtan), jumlah petani di Boyolali per November 2023 ada 115.328 orang. Jumlah tersebut tidak termasuk peternak. Dari angka tersebut, jumlah petani baru berkisar 10% yaitu 10.525 orang.

Joko menyampaikan upaya untuk menarik kaum milenial ke dunia pertanian di Boyolali adalah dengan pelatihan baik aspek budi daya, pengolahan, pemasaran, dan pemanfaatan teknologi informasi.

Urban Farming Lebih Adaptif Teknologi

“Selain itu dinas juga berupaya memberikan pembinaan dan bimbingan akses permodalan antara lain KUR [Kredit Usaha Rakyat], bantuan benih, alat mesin pertanian dan pupuk bagi petani,” kata dia.



Terpisah, pengamat pertanian dari Universitas Boyolali (UBY), Sigit Muryanto, menilai ke depan pelaku urban farming akan semakin bertambah. Secara konsep, Sigit menilai urban farming adaptif terhadap teknologi.

Misalnya jika pengairan konvensional mengandalkan hujan, sedangkan urban farming bisa membuat sendiri baik manual atau menggunakan alat. “Penyebutan juga, di urban farming sebutannya insan tani, karena semua kalangan, baik itu pegawai, dosen, profesional, anak-anak muda, milenial, Gen Z, bisa masuk,” tutur dia.

Hal lainnya yakni terkait tanam. Jika pertanian konvensional butuh lahan luas, urban farming bisa menggunakan lahan sempit, terbatas, dan belum dimanfaatkan. Medianya juga tidak harus tanah, bisa hidroponik, polybag atau media campuran sekam bakar, vertikultur, dan lain-lain.

Ia menilai urban farming lebih keren bagi pemuda sehingga akan semakin digandrungi. Bertani urban farming, kata Sigit, juga mendapat cap petani keren dari masyarakat karena bisa memanfaatkan lahan sempit untuk bertani.

“Urban farming ke depan semakin diminati karena budi daya model ini indah dipandang. Udara sekitar menjadi sejuk, kawasannya menjadi nyaman. Gerakan ini juga mendukung SDGs [Sustainable Development Goals] desa,” kata dia.

Sigit meyakini urban farming ke depan akan menjadi gaya hidup bagi milenial dan gen Z karena bisa dijadikan hobi sekaligus bisnis. “Saya kira urban farming bisa mendorong regenerasi petani karena ada brand image petani itu keren. Tidak perlu seperti dulu yang pagi ke sawah, pulang sore. Nah, ini urban farming bisa disambi,” jelas dia.

 







Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya