Soloraya
Selasa, 21 Juli 2020 - 05:00 WIB

Petani Bonagung Sragen Waswas Tak Bisa ke Sawah Jika Pabrik Sepatu Dibangun, Kenapa?

Muh Khodiq Duhri  /  Chelin Indra Sushmita  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Para petani di Dukuh/Desa Bonagung, Kecamatan Tanon, Sragen, berunjuk rasa menolak penjualan sawah kepada investor pabrik sepatu, Selasa (14/7/2020). (Solopos-Moh. Khodiq Duhri)

Solopos.com, SRAGEN – Kalangan petani di Desa Bonagung, Kecamatan Tanon, Sragen, resah terus menerus didesak menjual tanah kepada investor pabrik sepatu.

Setelah ditolak sebagian petani, tim pembebasan lahan menggunakan cara lain dalam menyosialisasikan program tersebut. Mereka tidak lagi mengumpulkan petani dalam satu forum, melainkan mendatangi mereka secara door to door.

Advertisement

Mereka tidak hanya datang sekali, tapi beberapa kali hingga membuat pemilik rumah merasa risih. Tim pembebasan lahan itu menyebut semua petani di Desa Bonagung, Sragen, telah sepakat menjual lahan kepada investor pabrik sepatu.

“Mereka bilang, semua petani sudah bersedia menjual tanahnya, tinggal kamu yang belum bersedia. Karena didatangi terus menerus, akhirnya ada yang mau tanda tangan. Walau sudah diabaikan, mereka tetap menunggu di depan rumah sampai tuan rumah keluar,” ujar T, seorang petani kepada Solopos.com, Senin (20/7/2020).

Advertisement

“Mereka bilang, semua petani sudah bersedia menjual tanahnya, tinggal kamu yang belum bersedia. Karena didatangi terus menerus, akhirnya ada yang mau tanda tangan. Walau sudah diabaikan, mereka tetap menunggu di depan rumah sampai tuan rumah keluar,” ujar T, seorang petani kepada Solopos.com, Senin (20/7/2020).

Penolakan Pabrik Sepatu, Bupati Sragen: Kalau Tak Mau Jual Sawah, Ya Jangan Dijual!

Dalam pendekatan secara door to door itu beredar kabar jika petani yang memiliki lahan di bagian tengah terancam tidak punya akses jalan. Apalagi jika semua lahan di bagian pinggir sudah berhasil dibeli investor.

Advertisement

“Ada yang bilang begini, kalau sawahmu tidak dijual nanti akan dibangun tembok. Apa kamu harus naik turun tangga setiap hari jika mau ke sawahmu?” terang H, petani lainnya di Desa Bonagung.

Mahasiswa UNS Solo Demo, Gelar Aksi Segel Kampus, Tuntut Pengurangan UKT

Meresahkan Petani

H mengatakan pendekatan secara door to door itu sangat meresahkan bagi petani di desanya. Apalagi ada ancaman semacam itu.

“Namanya orang kampung, SDM-nya rendah. Mendengar pernyataan itu sudah pasti takut. Bahkan ada teman kami sesama petani yang ribut dengan anaknya sendiri. Gara-garanya, anaknya dituding setuju menjual tanah kepada investor, padahal fakta yang sebenarnya tidak. Jadi, pendekatan secara door to door itu cukup meresahkan petani,” sambung H.

Advertisement

Menanggapi hal itu, Pitono, perwakilan tim pembebahan lahan membenarkan sosialisasi kepada petani dilakukan secara door to door. Hal itu dilakukan karena dinilai lebih efektif daripada sosialisasi dengan cara mengumpulkan petani.

Geger! 1 Jam Hamil, Wanita Ini Mendadak Melahirkan Bayi Laki-Laki

Kendati begitu, dia membantah ada upaya untuk menggembosi pendirian petani dengan cara-cara yang kurang baik. Dia menegaskan tidak ada ancaman kepada petani jika tidak jual lahan mereka tidak akan diberi akses menuju sawah.

Advertisement

“Tidak benar seperti itu, saya sudah cek ke anggota tim, tidak ada yang mengatakan demikian. Mungkin karena komunikasi yang kurang pas, jadi menimbulkan salah paham. Yang jelas, proses pembebasan lahan masih terus berlanjut. Sekarang prosesnya mencapai sekitar 50%,” ucap Pitono.

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif