Soloraya
Selasa, 27 Desember 2022 - 15:42 WIB

Petani Desa Bonagung Sragen Kukuh Tolak Jual Sawah untuk Pabrik Sepatu

Galih Aprilia Wibowo  /  Kaled Hasby Ashshidiqy  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Tangkapan layar dari video audiensi antara Pemdes Bonagung, Kecamatan Tanon, dengan petani soal pembebasan lahan untuk pembangunan pabrik sepatu. (Istimewa)

Solopos.com, SRAGEN — Para petani di Desa Bonagung, Kecamatan Tanon, Kabupaten Sragen kukuh menolak menjual  lahan mereka yang rencananya dibangun pabrik sepatu.

Investor yang berminat menanamkan pabrik sepatu tersebut adalah PT TKG Taekwang Indonesia.  Nilai investasinya diklaim mencapai Rp4 triliun. Penjelasan soal nilai investasi ini diungkapkan Manager General Affairs PT TKG Taekwang Indonesia, Subang Sudihartoyo, pada September 2022 lalu.

Advertisement

Sementara petani yang enggan menjual lahan mereka merasa resah karena didatangi oleh orang-orang yang ingin membeli tanah mereka. Para petani tersebut lantas membentuk Forum Komunikasi Petani Bersatu (FKPB) Desa Bonagung yang beranggotakan puluhan petani.

Penolakan tersebut juga dilakukan dengan cara memasang spanduk yang berisi keterangan tanah para petani di sana tidak dijual.

Para petani membawa tulisan tanah tidak dijual di wilayah Desa Bonagung, Kecamatan Tanon, Sragen, Selasa (13/9/2022). (Solopos.com/Tri Rahayu)

Menurut keterangan Kepala Desa Bonagung, Suwarno, upaya pembebasan lahan tersebut masih berjalan. Pihak perusahaan tetap mengusahakan pembebasan lahan, hanya waktunya molor. Ia mengatakan sebagian petani telah menjual lahan, namun tidak menyebutkan secara detail berapa jumlahnya.

Advertisement

Baca Juga: Klaim Serap 30.000 Karyawan, Kades Bonagung Perjuangkan Pabrik Sepatu Masuk

“Nanti Januari 2023 ganti strategi,” terang Suwarno saat dihubungi Solopos.com, pada Selasa (27/12/2022).

Ia mengatakan sempat mengadakan sosialisasi dan negosiasi pada Rabu (21/12/2022) yang mengundang pemilik lahan yang belum dijual dan tokoh masyarakat.

“Itu undangan sosialisasi dan nego, tetapi enggak klir. Karena harga belum cocok, sebagian karena tanah warisan. Ini juga tim masih berjalan melobi pemilik lahan yang mau tukar lahan,” terang Suwarno.

Advertisement

Ia mengatakan bahwa salah satu pemilik lahan sempat melihat calon lahan penggantinya yang luasnya dua kali lipat. Lahan petani di Desa Bonagung yang akan dibebaskan itu luasnya 4.000 meter persegi. Sementara lahan baru yang disediakan sebagai pengganti luasnya 8.000 meter persegi.

Baca Juga: Ini Calon Investor Pabrik Sepatu di Bonagung Sragen, Siap Tanam Rp4 Triliun

Suwarno mengaku mendukung hadirnya pabrik sepatu itu. Pasalnya, keberadaan pabrik tersebut bakal menyerap banyak tenaga kerja. Ia yakin pertumbuhan ekonomi di desanya juga bakal naik jika investasi itu benar-benar terwujud.

Salah Langkah

Sementara itu, Ketua Paguyuban Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Kecamatan Tanon, Ali Maskuri, mengatakan  perwakilan PT TKG Taekwang Indonesia telah menyatakan pergi dari Desa Bonagung yang bermasalah.

Advertisement

“Pihak perusahaan telah salah bekerja dengan perantara yang tidak transparan. Perusahaan juga membenarkan belum pernah memberitahu secara resmi dengan mengirim surat masuk ke desa. Mereka juga belum pernah menyampaikan tentang profil perusahaan ke desa. Jadi mereka mengakui kesalahan langkah. Jadi kalau masih ada yang bergerak itu liar, bukan perwakilan perusahaan. Jadi, tugas aparat untuk menertibkan,” terang Ali.

Ia mengatakan petani memiliki hak untuk menolak menjual lahan mereka. Mewakili Paguyuban BPD Tanon, Ali mengimbau siapa pun untuk tidak merampas hak rakyat yang dilindungi undang-undang.

Baca Juga: Merasa Dibuat Tak Nyaman Investor, Petani Bonagung Sragen Lapor Polisi

“Serta janganlah kapitalisme mengendalikan kekuasaan untuk membohongi rakyat. Terkait sosialisasi kemarin, itu permainan, di mana pimpinan yang mudah dikendalikan kapital maka rakyat akan sengsara,” tuding Ali.

Advertisement

Lebih jauh ia menjelaskan lahan persawahan para petani yang ingin dibebaskan itu masih produktif. Dalam program nasional untuk dana desa, sambung dia, ada alokasi untuk ketahanan pangan sebanyak 20%.

“Memberi arahan pabrik kok ke pertanian produktif, dan di sana [Desa Bonagung] ada gas bumi, entah besar atau kecil. Banyak sumur yang nyala, tapi petani banyak yang enggak lapor, dimatikan sendiri. Harusnya kabupaten mengkaji dan melakukan riset,” ujar Ali.

Ali mengaku menjadi salah satu pihak yang menolak adanya pabrik sepatu tersebut. “Jangan bicara pabrik di Bonagung, selesaikan masalah dengan rukun desa, harus tegas, kabupaten juga. Lakukan riset atas SDA [Sumber Daya Alam] Bonagung,” ujar Ali.

Petani Tak Mau lagi Ada Tekanan

Terpisah, Sekretaris FKPB, Thonie Sujarwanto, mengatakan saat sejumlah petani masih mendapat tekanan untuk menjual sawah mereka. Bentun tekanan itu seperti didatangi terus ke rumah padahal sudah berkali-kali menyatakan tidak menjual.

Baca juga: 2 Desa di Sambungmacan Sragen Dilirik Investor Taiwan, Ini Daya Tariknya

Selain itu juga ada pernyataan akan ditutupnya akses ke jalan tani, sehingga sebagian warga yang didatangi merasa takut, karena sudah tua atau lemah secara pendidikan.

Advertisement

“Sejak awal warga merasa tidak perlu ada sosialisasi, karena sudah sangat terlambat. Sosialisasi itu dari awal bukan setelah proses berjalan sampai berbulan-bulan, dengan segala tekanan,” ujarnya.

Dalam sosialisasi Rabu lalu pihaknya meminta setelah acara tersebut agar jangan lagi ada tekanan bagi petani yang enggan menjual sawah mereka. Jangan sampai ada tim yang mendatangi warga untuk terus menerus meminta menjual lahan mereka.

“Karena tidak ada yang berani menjamin itu, kami anggap tidak ada gunanya mengikuti sosialisasi tersebut. maka kami membubarkan diri,” terang Thonie.

Ia menegaskan para petani tidak akan menjual lahan mereka. Saat ini sebagian spanduk penolakan yang dipasang di sawah banyak yang sudah dicopot karena karena lahannya ditraktir untuk ditanami.

Baca Juga: 100 Pabrik Sepatu Pindah ke Jawa Tengah, Cari Karyawan Murah?

Berdasarkan pantauan Solopos.com, areal persawahan di Desa Bonagung tersebut sudah memasuki musim tanam, beberapa petani pertanian lalu lalang di jalan persawahan tersebut. Beberapa spanduk pelawanan telah dicopot, namun beberapa plang dari kayu yang menyebutkan tanah tidak dijual masih ada.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif