Soloraya
Rabu, 1 Maret 2023 - 11:10 WIB

Petani Polokarto Sukoharjo Keluhkan Sawah Tercemar Limbah Etanol

Magdalena Naviriana Putri  /  Kaled Hasby Ashshidiqy  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Forum Komunikasi Pimpinan Kecamatan (Forkompincam) Polokarto, Kabupaten Sukoharjo, mengumpulkan sejumlah perajin alkohol, pengusaha percetakan, dan petani pada Selasa (28/2/2023) di Balai Desa Bugel. (Solopos.com/Magdalena Naviriana Putri)

Solopos.com, SUKOHARJO — Petani Desa Bugel, Kecamatan Polokarto, Kabupaten Sukoharjo mengeluhkan 30 hektare tanaman padi mereka terdampak limbah. Limbah etanol dan sisa perwana printing itu dibuang secara sembarangan ke saluran irigasi.

Forum komunikasi pimpinan kecamatan (Forkompincam) Polokarto mengumpulkan sejumlah perajin alkohol, pengusaha percetakan, dan petani, Selasa (28/2/2023). Pertemuan di Balai Desa Bugel itu untuk mencari solusi bersama terkait penanganan limbah.

Advertisement

Camat Polokarto, Hery Mulyadi, mengaku pihaknya menerima aduan petani Desa Bugel yang mengeluhkan 30 hektare sawah mereka tercemar limbah etanol dan tinta printing. Dari pertemuan kemarin didapati kesepakatan. Salah satu kesepakatan itu adalah mulai Rabu (1/3/2022) tidak ada yang membuang limbah ke saluran irigasi atau saluran lain yang berujung ke saluran irigasi.

“Kami juga minta para kades untuk membuat peraturan desa supaya ada payung hukumnya makin kuat,” kata Hery.

Advertisement

“Kami juga minta para kades untuk membuat peraturan desa supaya ada payung hukumnya makin kuat,” kata Hery.

Dalam pertemuan itu, Ketua Gabungan Petani Pemakai Air (PPA) Kabupaten Sukoharjo, Sarjanto, mengungkapkan permasalahan limbah etanol sudah terjadi belasan tahun lalu.

“Masalah ini bukan karena kemarin perajin ciu buang limbah, lalu hari ini petani protes ada limbah. Tapi, terjadi sudah 10-15 tahun lalu. Pertemuan semacam ini juga sudah dilakukan berulang kali, tanda tangan kesepakatan bersama. Lalu terjadi lagi,” kata Kepala Desa Pranan tersebut.

Advertisement

Dia tidak mempermasalahkan usaha yang dilakoni para perajin etanol dan percetakan. Dia justru mengajak petani, perajin dan pengusaha percetakan untuk saling menghargai.

“Petani pasti tahu, air kok warnanya tidak jernih, kadang hitam, biru, merah. Kami tidak mempermasalahkan usaha penjenengan, silakan berusaha. Tapi, mari kita benar-benar menjaga komitmen untuk menjaga lingkungan untuk anak cucu kita. Jangan sampai kita disalahkan anak cucu kita karena tidak bisa menjaga lingkungan,” ungkapnya.

Ngeyel Buang Limbang ke Sungai

Sementara itu, Ketua Paguyuban Perajin Etanol Polokarto, Agus Hariyanto, mengakui ada anggotanya yang masih ngeyel membuang limbahnya ke saluran irigasi. Untuk itu, paguyuban berkomitmen untuk melaksanakan hasil keputusan bersama ini.

Advertisement

Dia menyebut perajin etanol yang masuk paguyuban di Polokarto sebanyak 75 orang. Kendati demikian pihaknya menyatakan akan berkomitmen menjalankan hasil keputusan pertemuan itu.

Agus menyebut, di paguyuban yang dipimpinnya sudah ada kesepakatan limbah akan diambil secara kolektif oleh pihak ketiga. Hasil limbah itu akan dijual ke daerah Jawa Timur untuk dijadikan pupuk oleh pihak ketiga.

“Sudah ada yang keliling mengambil limbah. Per satu kubiknya perajin harus membayar Rp30 ribu. Tapi ya itu tadi, masih ada yang ngeyel,” ungkapnya.

Advertisement

Sementara salah seorang pengusaha percetakan, Toriq, menyatakan akan membuat saringan dan bak penampungan limbah.

Terpisah Kepala Desa Ngombakan, Sumidi, pada Rabu (1/3/2023) mengakui perajin etanol di desanya lebih banyak dibanding desa lain. Sehingga jika terjadi permasalahan limbah dia mengatakan yang akan desanya pasti dikambinghitamkan. Padahal menurutnya, sudah ada komitmen bersama antara perajin etanol, paguyuban etanol, dan pemerintah desa untuk tidak membuang limbah ke saluran irigasi.

“Selain itu, kami juga pernah mengusulkan IPAL [instalasi pengolahan air limbah] ke Pemkab, Pemprov  hingga pusat. Pengajuan 2020-2021. Sudah di survei dan diukur, estimasi biayanya menghabiskan Rp5 miliar. Pemdes telah menyediakan lahan 1 hektare, namun tidak terlaksana. Karena anggaran digunakan untuk penanganan Covid-19 sehingga tidak terlaksana,” kata Sumidi.

Terpisah, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sukoharjo, Agus Suprapto, membenarkan apa yang disampaikan Sumidi. “Betul, sudah kami buatkan rancang bangun rinci [detail engineering design/DED] untuk IPAL dari APBD Kabupaten. Sedangkan untuk pembangunan fisik dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, lalu dicoret untuk penanganan Covid-19,” kata Agus.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif