BOYOLALI--Sejumlah petani di Kecamatan Selo, Boyolali mengurangi porsi menanam tembakau untuk menghindari risiko mengenai prospek nilai jual komoditas tersebut. Hujan yang masih sering mengguyur pun menambah keraguan petani untuk total menanam tembakau.
Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal
Salah satu petani di Klakah Tengah, Desa Klakah, Supriyono, 25, mengatakan dirinya enggan menanam tembakau dengan porsi seperti tahun-tahun sebelumnya. Dia memilih melengkapi tanaman dengan sayuran. Dalam setiap musim tanam tembakau, Supriyono mengaku biasa menanam sedikitnya 5.000 bibit. Namun di musim tanam ini dia hanya menanam 1.000 bibit tembakau.
“Karena masih ragu, seperti kabar beredar soal peraturan tembakau itu. Saya sendiri tetap tanam soto [tembakau] tapi tak mutlak di semua lahan yang saya garap, cari aman,” ujarnya saat ditemui Solopos.com, Rabu (17/4/2013).
Sementara itu, dia memilih melanjutkan menanam sayur seperti musim tanam sebelumnya. Meskipun varietas itu relatif membutuhkan pasokan air, Supriyono menyebut petani rela mengambil air dari sungai agar tanaman sayur hidup. Pilihan itu, lanjut dia, dipicu anjloknya harga tembakau pada musim panen lalu. Walaupun demikian, dia mengakui petani masih menganggap tembakau sebagai tanaman primadona.
Hal serupa juga ditemukan di Desa Samiran, Kecamatan Selo. Salah satu petani di sana, Mitro, 56, memilih menanam tembakau secara tumpang sari. Dia menyandingkan tanaman tembakau dan tanaman sayuran dalam satu lahan garapannya. “
“Tembakau cocoknya pada musim kemarau, sudah tak ada hujan. Saat ini kan belum, tapi memang seperti biasa April sudah banyak tanaman tembakau,” terangnya.