SOLOPOS.COM - Wagimin, 35, petani dari RT 003/RW 001, Dukuh Banjar, Desa Purwosuman, Kecamatan Sidoharjo, Sragen sedang menjemur gabah miliknya, Minggu (17/3/2013). (Ivan Andimuhtarom/JIBI/SOLOPOS)


Wagimin, 35, petani dari RT 003/RW 001, Dukuh Banjar, Desa Purwosuman, Kecamatan Sidoharjo, Sragen sedang menjemur gabah miliknya, Minggu (17/3/2013). (Ivan Andimuhtarom/JIBI/SOLOPOS)

SRAGEN–Petani di wilayah Kecamatan Sidoharjo, Sragen mengeluhkan rendahnya harga gabah di pasaran.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Melihat situasi pasar, sebagian besar petani memilih menyimpan gabah dan menunggu hingga harganya naik untuk menjualnya.

Seorang petani dukuh Jetak Kidul, Desa Jetak, kecamatan setempat, Samiyem, 50, ketika ditemui Solopos.com di rumahnya, Minggu (17/3/2013), mengatakan para bakul hanya menghargai gabah basah dari tleser [mesin perontok padi)] senilai Rp3.300 per kilogram. Harga itu, kata dia, juga hanya ditawarkan pada petani yang memiliki gabah berkualitas baik.

“Kalau kualitasnya sedang atau jelek, mereka hanya menawar dengan harga Rp3.000 per kilogram. Akhirnya saya memilih membawa pulang sebagian besar gabah saya untuk saya keringkan. Nanti kalau harganya sudah membaik, gabah baru akan saya jual,” ungkapnya.

Menurutnya, petani bisa merugi jika menjual gabah basah kepada bakul karena biaya yang sudah dikeluarkan petani untuk merawat padi sangat besar. Ia berharap harga gabah bisa lebih baik seperti halnya harga bawang putih dan bawang merah yang saat ini sedang tinggi.

Petani lain, Wagimin, 35, mengatakan terpaksa menjual gabah pada salah satu patok sawah miliknya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarga.  Menurutnya, bakul menghargai gabah dengan harga Rp3.100 per kilogram. Sedangkan, kata dia, gabah dari satu patok sawahnya yang lain, ia simpan untuk dikeringkan dan akan dijual saat harga lebih baik.

“Biaya yang saya keluarkan untuk satu patok sawah sekitar Rp2,5 juta. Masalah tenaga yang saya keluarkan belum masuk hitungan itu. Ya kadang saya mengeluh juga dengan kondisi ini,” ujar warga RT 003/RW 001, Dukuh Banjar, Desa Purwosuman, kepada Solopos.com, Minggu.

Ia mengaku tidak menjual semua gabah karena mempertimbangkan pemenuhan beras bagi keluarganya. Menurutnya, dengan menyimpan gabah milik sendiri, ia sekeluarga setidaknya tak perlu membeli beras untuk dimakan setiap hari.

“Kalau gabah sudah kering, bakul bisa menawar hingga Rp4.500 per kilogram. Saya sebagai petani ini bingung juga. Kalau dijual, harganya rendah begini. Tetapi, kalau enggak dijual, saya enggak bisa menutup utang. Apa boleh buat, adanya seperti itu, ya dilakoni saja.”

Sementara itu, Ketua Kelompok Tani Krida Tani II Desa Purwosuman, Sukarno, 60, dijumpai  di rumahnya, mengatakan ia membantu petani dan bakul dalam bertransaksi. Menurutnya, ia akan menghubungkan bakul yang ingin membeli gabah kepada petani pemilik lahan. Setelah terjadi kesepakatan harga, kata dia, dua belah pihak tidak boleh menuntut ganti rugi jika ada salah satu yang merasa dirugikan.

“Padi pada lahan seluas sekitar 3.500 meter persegi dihargai bakul  Rp6,5 juta. Di daerah saya, cukup enggak cukup, ya sekian itu. Bakul enggak boleh minta uang kembalian kalau gabahnya seikit,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya