SOLOPOS.COM - Kabid Keswan Disnakkan Boyolali, drh Afiany Rifdania, bersama Kepala Disnakkan Boyolali, Lusia Dyah Suciati, saat wawancara dengan wartawan di kantornya, Selasa (17/1/2023). (Solopos/Ni’matul Faizah)

Solopos.com, BOYOLALI — Dinas Peternakan dan Perikanan (Disnakkan) Boyolali memastikan penyakit Lumpy Skin Disease atau LSD tidak bersifat zoonosis yang artinya tidak menular ke manusia. Dalam hal ini peternak tidak perlu khawatir.

Namun, Disnakkan mengimbau agar daging sapi yang terkena LSD atau kutil sapi tidak dikonsumsi karena tidak layak. Kepala Bidang (Kabid) Kesehatan Hewan (Keswan) Disnakkan Boyolali, drh Afiany Rifdania, mengatakan daging sapi yang terkena LSD harganya akan turun.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

“Sebenarnya kalau zoonosis itu tidak. Tapi menjadi tidak thoyib. Jadi halal, tapi enggak thoyiban, enggak layak karena dari sisi pengamatan secara fisik itu bentol-bentolnya sampai ke otot. Orang kalau melihat seperti itu jadi jijik, enggak mau beli. Jadi itu yang menurunkan harga daging sapi,” ungkapnya kepada wartawan di kantornya, Selasa (17/3/2023).

Maka dari itu, ia meminta peternak yang punya sapi ke LSD di Boyolali untuk bersabar dan mengikuti proses penyembuhan. Terlebih lagi, jelasnya, banyak sapi yang terbukti sembuh dan kulitnya kembali mulus sehingga harga jualnya kembali pulih.

Ia mengungkapkan waktu yang dibutuhkan sapi yang terkena LSD untuk sembuh sekitar satu bulan. Akan tetapi, tambahnya, ada juga beberapa peternak yang sapinya sembuh dari LSD kurang dari 10 hari.

Untuk mencegah persebaran LSD, Afi menyarankan peternak menjaga kebersihan kandang karena vektor atau penyebar virus LSD berupa lalat, nyamuk, dan caplak. “Jika kandang kotor, otomatis lalat datang. Kemudian, lalat mengisap darah sapi dan akan menularkan LSD,” jelasnya.

Tak hanya itu, ia juga meminta peternak di Boyolali mencukupi asupan gizi hewan ternak sapi mereka agar terhindar dari LSD. Menurutnya, sebagus apa pun obat bagi sapi yang kena LSD, tanpa asupan gizi yang cukup akan sulit sembuh.

Sapi Perah Lebih Cepat Sembuh

Hal itu terbukti dengan sapi perah yang lebih cepat sembuh setelah kena LSD, karena dalam asupan gizi sapi perah lebih bagus dibandingkan sapi potong.

Lebih lanjut, terkait jenis sapi perah atau potong yang mudah terkena LSD, Afi mengungkapkan saat ini masih dalam penelitian para pakar. Hal tersebut, lanjut dia, karena LSD merupakan jenis penyakit baru di Indonesia.

Akan tetapi, ia mengungkapkan di Boyolali, jenis sapi potong lebih banyak terkena LSD dibanding sapi perah. Menurutnya, penyebabnya mungkin karena asupan gizi makanan sapi perah lebih bagus.

Dikutip dari laman ugm.ac.id, Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof drh Wasito, PhD, mengungkapkan LSD pada sapi tidak bisa menular ke manusia.

Ia mengungkapkan penyebab dari LSD adalah Capripoxvirus. Kemudian, penularan terjadi terutama pada sapi dan kerbau. Prof Warsito juga mengungkapkan daging sapi yang terkena LSD tak layak untuk dikonsumsi manusia.

“Daging sapi penderita LSD tidak layak dikonsumsi. Daging tersebut mengalami lack of nutrient protein asam amino terutama dalam daging habis digunakan untuk replikasi virus,” ujarnya seperti yang dikutip Solopos.com pada Rabu (18/1/2023).

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya