Soloraya
Kamis, 26 Januari 2023 - 15:25 WIB

Picu Pernikahan Dini, Budaya Tunggon Karangtengah Wonogiri Mulai Ditinggalkan

Muhammad Diky Praditia  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi pernikahan dini (istimewa)

Solopos.com, WONOGIRI —  Budaya tunggon di Kecamatan Karangtengah, Wonogiri, disebut menjadi salah satu faktor penyebab banyaknya pernikahan dini. Kendati begitu, tradisi ini diklaim sudah mulai ditinggalkan oleh masyarakat setempat.

Wakil Ketua Komisi IV DPRD Wonogiri, Supriyanto, kepada Solopos.com, Kamis (26/1/2023), mengatakan tunggon adalah budaya masyarakat di Kecamatan Karangtengah yang sudah ada sejak zaman dulu. Menurutnya, budaya tunggon merupakan perjodohan usia dini.

Advertisement

Pada tradisi itu, pihak laki-laki akan menunggu perempuan yang sudah dipilih untuk dinikahi. Pihak laki-laki akan sering datang bahkan menginap di rumah orang tua perempuan yang hendak dinikahi dan membantu pekerjaan calon mertua. 

“Tapi tradisi itu sekarang sudah jarang sekali, nyaris tidak ada. Terakhir ada budaya itu pada 2019 lalu,” kata Supriyanto yang juga tokoh masyarakat Karangtengah.

Advertisement

“Tapi tradisi itu sekarang sudah jarang sekali, nyaris tidak ada. Terakhir ada budaya itu pada 2019 lalu,” kata Supriyanto yang juga tokoh masyarakat Karangtengah.

Supriyanto tidak tahu pasti sejak kapan budaya tunggon yang memicu pernikahan dini di Karangtengah, Wonogiri, itu ada. Yang jelas hal itu sudah turun temurun dari nenek moyang.

Meski budaya itu sudah banyak ditinggalkan masyarakat, politikus PDIP itu tidak memungkiri masih banyak pernikahan dini di Karangtengah. Menurut dia, hal itu karena pola pikir masyarakat masih mengikuti orang tua zaman dulu.

Advertisement

Di sisi lain, budaya masyarakat Karangtengah yang jauh lebih suka jika memiliki menantu orang Karangtengah sendiri. “Mayoritas pekerjaan orang Karangtengah itu petani karena sumber daya alamnya sangat mendukung. Para orang tua itu khawatir jika dapat menantu orang luar wilayah tidak bisa bertani,” ujar dia. 

Camat Karangtengah, Tri Wiyatmoko, mengungkapkan hal serupa. Budaya tunggon, menurutnya, sudah ada sejak dulu kala di Karangtengah, tetapi saat ini hanya satu-dua warga yang menerapkan hal tersebut.

Gerakan Anti-Tunggon

Masyarakat Karangtengah, Wonogiri, sudah mulai memahami budaya itu tidak baik dan menimbulkan efek negatif berupa pernikahan dini. Apalagi pada 2022 lalu Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Wonogiri sudah mencanangkan gerakan anti-tunggon.

Advertisement

“Seluruh kepala desa di Karangtengah bekerja sama untuk menekan tradisi tunggon dan mencegah pernikahan dini. Hal itu didukung masyarakat Karangtengah,” ucap Tri. 

Kepala Desa Karangtengah, Agus Mustakim, mengakui pernikahan dini masih kerap terjadi di Karangtengah, Wonogiri. Namun, mereka yang menikah dini pada umumnya orang-orang yang putus sekolah, hanya menamatkan pendidikan SMP.

Sebab di Kecamatan Karangtengah sama sekali tidak ada pendidikan SMA sederajat. “Dari saya SD sampai sekarang [27 tahun] belum ada SMA atau SMK. Anak-anak Karangtengah kalau mau sekolah SMA atau SMK paling dekat di Kecamatan Baturetno. Padahal itu cukup jauh,” jelas Mustakim.

Advertisement

Sebagai informasi, jarak antara Kecamatan Karangtengah dengan SMAN 1 Baturetno lebih kurang 45 kilometer dengan jarak tempuh hampir satu jam. Menurut Mustakim, banyak orang tua di Karangtengah, terutama yang mempunyai anak tunggal ingin agar anak itu cepat menikah.

Mereka khawatir jika anak tersebut tidak segera menikah, orang tua tidak ada yang merawat. Oleh karena itu orang tua mendorong agar anaknya segera menikah.

Mustakim melanjutkan meski sudah ada gerakan anti-tunggon sejak Agustus 2022 lalu, masih ada sejumlah masyarakat yang tetap melaksanakan pernikahan dini. Pemerintah Desa Karangtengah bahkan sampai saat ini masih beberapa kali dimintai surat pengantar untuk pengajuan dispensasi kawin. 

“Kalau tidak kami layani, nanti pemdes dinilai tidak bekerja dan tidak mau melayani. Pemdes nanti dicap mempersulit masyarakat. Faktanya seperti itu. Ini memang masih menjadi masalah. Tapi kami berupaya untuk menekan hal itu dengan sosialisasi,” katanya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif