Soloraya
Kamis, 25 Januari 2018 - 04:00 WIB

PILKADA KARANGANYAR 2018: Inilah Sosok Ida Retno Wahyuningsih, Cawabup Pasangan Cabup Rohadi

Redaksi Solopos.com  /  Farida Trisnaningtyas  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - alon Wakil Bupati (cabup) Karanganyar, Ida Retno Wahyuningsih (kiri), bersiap mengikuti tes psikologi pada pemeriksaan kesehatan di RSUD Dr. Moewardi, Solo, Kamis (18/1/2018). (Nicolous Irawan/JIBI/SOLOPOS)

Calon Wakil Bupati Karanganyar, Ida Retno Wahyuningsih, menjadi satu-satunya perempuan dalam bursa Pilkada Karanganyar 2018.

Solopos.com, KARANGANYAR—Calon Wakil Bupati Karanganyar, Ida Retno Wahyuningsih, menjadi satu-satunya perempuan dalam bursa Pilkada Karanganyar 2018. Siapakah sosok Ida? Untuk mengetahui lebih jauh, Wartawan Solopos.com, Sri Sumi Handayani, mewawancarai Ida di sebuah tempat makan di Manahan, Solo, Rabu (24/1/2018). Berikut hasil wawancara yang disajikan dalam bentuk tanya jawab. (baca: PILKADA KARANGANYAR 2018: Inilah Sosok Rober Christanto, Cawabup Karanganyar Pasangan Cabup Juliyatmono)

Advertisement

Ibu, banyak yang bertanya siapakah perempuan yang mendampingi Rohadi Widodo?

Saya, Ida Retno Wahyuningsih. Usia 38 tahun. Saya tinggal di Kaliwuluh, Kebakkramat. Putra saya satu. Saya lulusan SMPN 2 Karangpandan, lalu SMEA Muhammadiyah Karanganyar. Kuliah di Universitas Teknologi Surabaya, Fakultas Manajemen. Saya menikah, menjadi ibu rumah tangga, dan membantu pekerjaan suami. Tapi pada 2011, suami sakit dan meninggal pada 2014. Sejak suami sakit, saya yang menjalankan perusahaan, sambil merawat suami dan mengurus anak.

Perusahaan apa Bu?

Advertisement

Kontraktor di bidang angkutan dan alat berat. Saya itu orang lapangan. Mau enggak mau setelah suami meninggal, [waktu saya] full di lapangan sekaligus mengawasi administrasi. Perusahaan saya menjadi sub kontraktor pembangunan Jalan Tol Solo-Kertosono section Salatiga sampai Ngawi [saat ditanya contoh pekerjaannya]. Saya ikut [pembangunan jalan tol] karena putra daerah.

Apa enaknya bekerja di lapangan?

Kerja di lapangan itu berat tapi ada senangnya, kepuasan. Sub kontraktor itu banyak kompetitornya. Perusahaan pemakai jasa tidak hanya peduli hasil, tapi keamanan, kesehatan, dan keselamatan kerja (K3) harus bagus. Sangat detail mulai dari cek kesehatan pekerja dan alat. Banyak keluarkan biaya. Waktu itu saya pikir buat apa [cek K3]? Tapi lama-lama jadi tahu kedisiplinan menaati prosedur itu berpengaruh ke hasil. Hasilnya maksimal [jika menerapkan K3] ketimbang yang semau gue.

Ibu kan sudah tahu dunia konstruksi itu keras. Kalau politik bagaimana?

Advertisement

Sama kerasnya saya rasa. Kalau proyek sudah terbiasa, 99% yang saya hadapi lelaki. Meeting dengan kontraktor lain itu, saya perempuan sendiri. Sudah biasa. Kalau politik ini nanti saya enggak tahu kerasnya seperti apa. Saya mau lihat keras mana. Ini [politik] jadi tantangan.

Bu, cerita dong bagaimana akhirnya terjun ke dunia politik?

Rasanya shock, terutama keluarga. Waktu itu kami baru pulang liburan tahun baru lalu prepare kerja. Lalu datang utusan mengutarakan itu [meminang sebagai cawabup]. Ini apa? [reaksi Ida kali pertama]. Lalu saya dipertemukan dengan Pak Rohadi. Saya bingung kok pilih saya. Saya sempat menolak waktu pendaftaran paslon tahap I pada 8-10 Januari karena waktunya mendesak. Pendekatan 5-6 hari lalu memutuskan dalam waktu satu hari. Enggak sanggup. Saya bilang ke Pak Rohadi, ‘Maaf Bapak, karena waktu, saya belum bisa menelaah. Tahun ini saya belum siap. Lima tahun ke depan kalau banyak yang menghendaki, saya siap’.

Lha akhirnya menjadi Cawabup ini bagaimana?

Advertisement

Allah berkehendak lain. Ada perpanjangan waktu pendaftaran paslon (15-17 Januari). Relasi-relasi bisnis dengar kalau saya menolak. Kebetulan relasi bisnis ini teman Pak Rohadi juga. Gantian mereka mendekati dan meyakinkan saya. Saya enggak kenal Pak Rohadi. Tapi teman-teman bisnis saya kenal. Mereka memberikan garansi [tentang pribadi Rohadi]. Kalau harus mengenal Pak Rohadi selama lima hari kan enggak mungkin. Lalu melihat Pak Rohadi “ditinggal rabi”. Saya tergerak karena wajah tulus Pak Rohadi dan timnya. Saya minta restu keluarga. Itu nomor satu. Insya Allah semua karena Allah. Bismillah, kami maju.

Kalau momen mendaftar di KPU itu, apa yang Ibu rasakan?

Tegang tapi santai. Saya melihat tim beliau (PKS) ini walaupun tegang tapi tetap perhitungan. Tidak ada kemrungsung. Legawa apapun yang terjadi. Merasa klik. Saya berangkat dari rumah pukul 22.00 WIB dan bertemu di satu tempat lalu berangkat bareng. Merinding waktu di KPU dibilang “diterima” [berkas pendaftaran paslon]. Seketika itu, yang terbersit di pikiran saya adalah tanggung jawab lebih besar menanti. Tantangan lebih besar.

Bisa dijelaskan komunikasi Ibu dengan Partai Gerindra?

Advertisement

Saya memang bukan kader Partai Gerindra. Beliau [Pak Rohadi] memilih saya karena ingin mengangkat calon yang mewakili perempuan dan dari kaum profesional. Lalu ada perubahan peta politik dan agenda politik 2019 menjadi latar belakang. Pak Rohadi dapat calon, DPP Gerindra turun langsung. Tadi [Senin] malam sudah ketemu DPC Gerindra dan Tim 9. Sudah berkenalan, mereka siap support dan memberikan dukungan sepenuhnya.

Kalau informasi tentang latar belakang keluarga NU?

Betul, ada background Nahdlatul Ulama (NU). Kami sudah silaturahmi ke sejumlah sesepuh dan kiai NU, seperti Mbah Lepo (K. H. Ali Pono), Gus Karim (K. H. Abdul Karim Ahmad) sesepuh NU di Soloraya, dan Pengasuh Ponpes Al Inshof Karanganyar, Kyai Haji Abdullah Sa’ad. Saya minta restu, dapat wejangan, dan buku berjudul Tahu Menceng.

Bu, ada yang penasaran karena ibu cantik. Ada yang ngefans juga. Ada komentar soal itu?

Aduh… Jangan hanya suka karena paras saja ya [sembari tersenyum]. Saya ucapkan terima kasih dan saya akan buat lebih ngefans lagi dengan hasil kerja nyata nanti untuk memajukan Karanganyar.

Bu, bagaimana membagi waktu antara perusahaan dengan kesibukan selama Pilkada nanti?

Advertisement

Berpolitik jalan, usaha juga harus jalan. Saya sudah siapkan orang untuk bantu mengawasi usaha. Jangan sampai usaha terganggu. Menurut saya, berpolitik itu intinya sama dengan bekerja. Saya berangkat dari pekerja. Orang pekerja itu tulus. Saya kerja dan menghasilkan karya nyata. Saya enggak tahu seluk beluk politik, tapi saya mau bekerja dan menghasilkan karya nyata.

Terakhir, apa pandangan ibu tentang wanita mandiri?

Nah ini kuncinya. Perempuan di Karanganyar itu harus menjadi mandiri, tapi ngajeni (menghargai). Mandiri itu bertahan di segala situasi, punya kemampuan. Tapi harus ngajeni dengan pasangan atau suami.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif